Dunia  

Budaya Otot Semakin Dirangkul Perempuan China

Seorang perempuan menghadiri kelas tinju di Klub Tinju Perempuan "Princess" di Shanghai, 3 Desember 2014. (REUTERS/Carlos Barria)

Suara Kalbar– Semakin banyak perempuan China yang menyukai olahraga kekuatan seperti tinju dan angkat beban, seiring dengan pergeseran persepsi mengenai kecantikan dari “kulit putih bersih, langsing, dan awet muda” ke citra diri yang lebih berdaya dan individualistis.

Xie Tong (29), menyeimbangkan karier di bidang keuangan dengan hasratnya terhadap binaraga. Dia mengatakan mengangkat beban telah membebaskan dirinya dari norma sosial yang selama ini mengungkung dirinya.

“Saya dulu berolahraga agar sesuai dengan estetika orang lain, untuk menjadi lebih kurus, sebagai semacam hukuman fisik. Itu adalah sesuatu yang saya paksakan pada diri saya sendiri. Sekarang saya tidak melakukan ini untuk orang lain. Saya tidak merasa dipaksa oleh masyarakat untuk melakukan hal ini, tidak terjebak. Saya tidak merasa terjebak oleh impian menjadi perempuan cantik,” jelasnya dilansir dari VoA Indonesia.

Tong adalah bagian dari tren yang sedang berkembang di China. Dari melontarkan pukulan hingga memukul besi, perempuan-perempuan China yang punya waktu dan uang kini mulai melakukan olahraga seperti tinju dan angkat beban yang dulunya dianggap olahraga pinggiran.

Mereka melawan pemahaman tradisional bahwa seorang perempuan harus bercita-cita menjadi cantik, langsing dan awet muda.
Di Xiaohongshu, Instagram versi China, tagar seperti “binaragawan perempuan” dan “perempuan berotot” telah ditonton ratusan juta kali.

Pelatih dan pemilik sasana tinju di pusat kota Beijing yang dikenal dengan julukan profesional A-Nan mengatakan sasananya telah menerima lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki selama beberapa tahun terakhir.

“Proses latihan membuat mereka senang. Karena setiap sesi latihan adalah sebuah tantangan. Mereka terus menantang diri mereka sendiri, sama seperti dalam hidup. Itu sebabnya selalu ada lebih banyak perempuan di sini, dan semakin banyak dari mereka yang memilih tipe olahraga ini,” komentarnya.

Binaraga terbuka untuk kompetisi profesional perempuan di China sejak tahun 1996. Meski demikian, masyarakat di negara itu belum sepenuhnya menyambut partisipasi kaum hawa. Sampai-sampai, peserta perempuan sering dijuluki “King Kong Barbie”.
Namun sosiolog dan spesialis studi gender Wu Xiaoying mengatakan dia yakin preferensi estetika perempuan menjadi lebih beragam.

“Pandangan estetika saat ini sudah semakin netral, yakni sebagian orang mendambakan penampilan langsing, kulit putih pucat, dan mungil. Kebanyakan orang yang mendambakan penampilan ini terpengaruh oleh pandangan laki-laki. Namun kini banyak juga perempuan yang rela mengenakan pakaian yang lebih netral gender. Jadi menurut saya dalam hal estetika, China menjadi lebih terdiversifikasi dalam beberapa tahun terakhir, dan itu merupakan hal yang baik.”

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS