Opini  

Goyang Gemoy Sukses Hantarkan 2 Presiden di Asia Tenggara dari Klan Diktator

Oleh: L. Sahat Tinambunan
(Catatan Demokrasi*)

Pesta demokrasi 5 tahun-an baru saja usai, dari hasil hitung cepat hasilnya sudah dipastikan pemenangnya adalah Probowo Subianto yang dijuluki si Gemoy. Ya, goyang gemoynya sukses hantarkan Ia menjadi orang nomor satu di Republik ini, meskipun keputusan resminya tetaplah harus menunggu dari Lembaga penyelenggara Pemilu yaitu KPU. Namun eforia kemenangan si Gemoy ini telah terasa nyata di tengah masyarakat, dan menariknya masyarakat menerimanya, hampir tak terdengar riak-riak protes seperti Pemilu presiden terdahulu.

Suksesnya Prabowo -Gibran meraih simpati masyarakat luas, tentulah tak terlepas dari peran media sosial yang dengan masifnya menyebarkan “aksi menghiburnya” dengan goyang gemoy-nya. Pesona lucu-nya nyatanya lebih menarik simpati masyarakat dan menentukan ketimbang visi misi serta jejak masa lalunya yang kelam, karena diyakini pelanggar HAM dan bagian dari rezim ORBA.

Suksesnya kampanye goyang gemoi ini tak hanya di Republik ini, di negara Filipina yang juga Asia Tenggara, fenomena goyang “Gemoy” juga ternyata terlebih dahulu menghantarkan “Ferdinand Bongbong Marcos Jr” menjadi presiden Fhilifina di tahun 2022 lalu.

Ferdinand Marcos Jr ini merupakan anak dari presiden Fhilipina yang dikenal sebagai diktator di negara tersebut, yaitu “Marcos” senior yang digulingkan pada tahun 1986, setelah berkuasa selama hampir 21 tahun mulai menjabat dari 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986.

Menariknya, selain sama model kampanye dengan goyang gemoynya, hampir sama pula rekam jejak masa lalunya, yaitu sama-sama dari klan keluarga Diktator dan sama-sama digulingkan oleh kekuatan rakyat, yaitu “people power”. Jika Marcos Jr adalah anak dari Presiden Diktator Marcos Sr, maka Prabowo adalah menantu dari Presiden RI Soeharto yang berkuasa hampir 30 tahun dan membangun rezim Orde Baru (Orba) dan digulingkan melalui gerakan “people power” melalui reformasi yang dimotori para mahasiswa.

Dan di era digital ini, di mana manusia-manusia dari generasi milineal atau generasi Z yang kesehariannya berkutat dan melek dengan teknologi internet sebagai pemilih dominan, justru kembali menghantarkan keturunan dari klan diktator itu berkuasa kembali. Siklus suksesi kepemimpinan yang menarik untuk dikaji lebih dalam, khususnya di wilayah Asia Tenggara, yaitu Indonesia dan Filipina.

Patut dicatat meskipun para Presiden diktator (Indonesia dan Fhilifina) tersebut kekuasaannya digulingkan melalui kekuatan rakyat, namun kekuatan berupa harta kekayaan masih tetap terjaga melalui keturunan dan kroni mereka. Dan dari kekuatan kekayaan ekonomi yang dimiliki tersebut klannya membangun jaringan kekuatan melalui partai yang digunakan kembali untuk meraih dan membangun kembali kekuasaan “klan” yang telah runtuh tersebut dengan model baru berbalutkan neo demokrasi.

Fenomena terpilihnya kembali kekuatan lama “klan diktator” yang dahulunya ditentang oleh kaum reformis dan dibantu kekuatan rakyat (people power), menunjukkan bahwa kekuasaan itu begitu elastis dan tinggal dijual melalui kemasan sesuai dengan selera pasar “masyarakat kekinian” , tentunya dengan bantuan media terkini yaitu media sosial dengan berbagai macam platformnya. Sederhananya harus menghibur dan menyenangkan, perkara kualitas dan rekam jejak tak penting lagi. Ya ….”goyang gemoy”

Dan tidak menutup kemungkinan kampanye goyang gemoy disertai taburan pundi-pundi uang masih laik jual di Pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dihelat beberapa bulan ke depan

*Penulis Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Landak

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS