News  

Covid–19 yang ‘Mematikan’ dan ‘Menghidupkan’

Oleh: Sugeng Rohadi, S.Pd.I

DALAM sekejap mata, Virus Corona atau Covid–19 menjadi trending topic di awal tahun 2020. Sejak pertama kali muncul di China, hingga 22 Maret 2020, update kasusnya di Indonesia meningkat tajam yakni 514 kasus, 48 orang meninggal dunia dan 29 dinyatakan sembuh. Tidak hanya Indonesia, hampir seluruh negara di dunia telah terpapar virus ini.

Cepat dan mematikan. Itulah kiranya persepsi orang terhadap Virus Covid–19. Tentu, semua mata akan melihatnya secara negatif. Dengan efek itu, pemerintah, dari pusat hingga daerah, telah mengeluarkan kebijakan, aturan dan imbauan kepada masyarakat untuk mewaspadainya.

Hanya lockdown yang belum dilakukan di Indonesia. Lihat bagaimana dunia pendidikan merespon dengan meliburkan sekolah, dari jenjang PAUD hingga perguruan tinggi. Dunia pemerintahan juga tidak mau ambil pusing, “bekerja dari rumah” adalah salah satu antisipasi ditengah maraknya pejabat negara yang terpapar Covid–19. Bahkan pemerintah melarang untuk bepergian keluar negeri atau daerah terjangkit Corona dan membatasi kerumunan serta jam malam.

Mungkin tidak banyak yang berfikir bahwa yang dilakukan baik lembaga, instansi bahkan perorangan adalah bentuk dari kepedulian terhadap sesama. Tentu, kepedulian dimaksud tidak lagi melihat suku, agama, budaya, latar belakang sosial dan sebagainya. Siapapun anak bangsa, wajib diselamatkan. Begitu sederhananya Covid–19 memberikan pelajaran berharga pada manusia agar tidak bersikap individualis.

Di saat teknologi berkembang dengan produk–produknya yang canggih seperti smartphone, teknologi berhasil mengindividualisasi setiap orang dan menghilangkan kepedulian terhadap sesama. Ini realitas yang dapat dilihat di tempat–tempat umum. Ketika Corona hadir, dia kembali “menghidupkan” semangat kepedulian dan kebersamaan sebagai sesama manusia.

Sepintas, Virus Corona memang wabah yang sangat membahayakan. Namun dibaliknya, Covid–19 memberikan pelajaran berharga berupa pesan moral yang tidak dapat dipandang sepele. Menghidupkan nilai kepedulian bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan oleh seorang figur kharismatik sekalipun dan Corona sukses menyadarkan manusia tentang pelajaran itu.

Kadang, begitulah caranya nilai tumbuh dalam jiwa–jiwa manusia. Tidak melulu dari hal–hal yang baik, tetapi dari sesuatu yang berbahaya sekalipun, nilai dapat tumbuh memberikan pelajaran berharga. Tinggal tergantung bagaimana nalar manusia berani mengakuinya atau tidak.

Hemat penulis, itulah sebabnya, Covid-19 dianggap mematikan. Konteksnya, “mematikan” individualisme, ketidakpedulian, egoisme dan sejenisnya. Lalu, Covid–19 “menghidupkan” kepedulian, kasih sayang, saling menolong dan saling bekerjasama. Pesan ini mungkin tidak dapat diakses semua oleh manusia di dunia. Hanya mereka yang terpilihlah yang mampu menterjemahkan maksud dan juga tujuannya.

Bagi orang–orang yang berfikir positif atas hadirnya Covid–19, mereka akan mendapatkan banyak sekali pelajaran berharga tentang antiindividualisme dan sebagainya. Zaman boleh berubah, musibah boleh silih berganti, tetapi nilai dan nalar harus tetap mendampingi agar tidak lupa diri.

*)Penulis adalah Direktur Pusat Kajian dan Keilmuan, Pojok Si Gondrong Kabupaten Sanggau.