Pencabutan PPKM Dapat Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Orang-orang makan malam di tenda jajanan kaki lima saat pelonggaran PPKM di tengah pandemi COVID-19, di Jakarta, 28 Juli 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M. Arsjad Rasjid kepada VOA mengatakan bahwa pencabutan PPKM berpotensi meningkatkan konsumsi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Terlebih lagi, kata Arsjad, Kementerian Kesehatan telah mengkonfirmasi bahwa kasus COVID-19 di Indonesia sudah terkendali. “Mengenai pencabutan PPKM, buat kami sebagai usahawan, pelaku usaha, tentunya sangat menyambut baik rencana ini. Sewaktu PPKM dicabut maka mobilitas masyarakat akan terus meningkat sehingga berpotensi meningkatkan konsumsi masyarakat dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Arsjad.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal mengakui, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sempat terhambat karena pemberlakuan PPKM dan ia menyambut baik upaya pencabutannya.

Dia menilai rencana pencabutan PPKM cukup masuk akal karena COVID-19 sudah relatif terkendali. Kalaupun ada lonjakan, ujarnya, cakupannya tidak luas dan tingkat fatalitasnya rendah. Ia juga menilai “Misalnya pada 2021 pas varian delta itu memang tingkat fatality-nya tinggi, nah pada saat itu mobilitas juga dibatasi, perekonomian kita jadi terpukul. Tapi kalau dibandingkan PSBB di awal-awal pandemi tahun 2020, sebetulnya efek PSBB di 2020 lebih dalam. Makanya sampai minus pertumbuahan ekonominya.”

“Di 2021, walaupun saat itu diberlakukan PPKM yang cukup ketat tapi efek perekonomiannya tidak sampai menimbulkan kontraksi pada kuartal ketiga. Pada 2022, awal ada Omicron, jumlah kasusnya lebih tinggi dari delta, ketika itu tidak diberlakukan PPKM, dampak ekonominya makin rendah lagi,” kata Faisal.

CORE memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan sekitar 4,5 hingga lima persen.

Yang menjadi hambatan terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023, menurut Faisal, adalah situasi global. Permintaan produk ekspor dari negara-negara maju diperkirakan akan melemah seiring menurunnya permintaan domestik di Amerika, Eropa, dan China.

Yang harus diperhatikan oleh pemerintah, menurut Faisal, adalah efek pandemi terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Apalagi, katanya, mereka selama ini tertekan oleh inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Faisal berharap tahun depan pemerintah tidak lagi mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang akan memperlemah daya beli masyarakat. Eko Listiyanto, pengamat ekonomi dari The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menilai pencabutan PPKM akan berdampak positif, meski tidak besar, terhadap ekonomi.

“(Dampak positifnya) pertama tentu saja kepada kepercayaan bisnis karena kebetulan tahun depan itu banyak yang memprediksikan ekonomi globalnya lesu. Tapi sebetulnya Indonesia itu kekuatan utamanya di ekonomi domestik. Kalau kemudian PPKM dicabut dan pandemi sudah berakhir menjadi endemi, saya rasa potensi untuk lebih mengoptimalkan ekonomi domestik, terutama dari sisi konsumen, akan lebih maksimal,” tutur Eko.

Kemenkes: Ada 12 Kasus COVID-19 Subvarian XBB Tercatat

Menurut Eko, Badan Pusat Statistik (BPS) pernah melakukan survei dan menyimpulkan hampir 70-80 persen dunia usaha terdampak oleh pandemi COVID-19, dan yang paling parah terdampak adalah UMKM.

Dia mengharapkan pemerintah menerbitkan kebijakan yang lebih pro pada UMKM sehingga dapat menstimulasi ekonomi domestik. Pasar besar di dalam negeri, katanya, harus lebih bisa dinikmati oleh produsen dalam negeri.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS