Empat Tenun Kalbar Masuk Warisan Budaya Tak Benda
Pontianak (Suara Kalbar)- Empat jenis tenun khas Kalimantan Barat resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Hal ini terungkap dalam acara Peringatan Hari Tenun Nasional dan Anugerah Kebudayaan yang digelar di Hotel Ibis Pontianak, Sabtu (7/9/2024).
Acara tersebut mengangkat tema “Menenun Impian Mengikat Harapan” dan menghadirkan seminar serta fashion show sebagai puncak rangkaian kegiatan.
Seminar dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar, Rita Hastarita. Dalam pidatonya, Rita mengumumkan empat jenis tenun Kalbar yang telah ditetapkan sebagai WBTB, yakni Tenun Ikat Sintang, Songket Sambas, Tenun Tumpang Ilong, dan Corak Insang.
Selain itu, ia menambahkan bahwa jenis tenun lainnya seperti Tenun Kebat dan Sidan akan terus diperjuangkan untuk mendapatkan pengakuan serupa.
“Lihatlah tenun asli daerah kita, luar biasa cantik. Itu adalah warisan budaya, mahakarya yang tak ternilai. Semua itu warisan leluhur kita yang wajib kita jaga dan lestarikan,” ujar Rita dengan bangga.
Rita juga menyoroti perkembangan kain tenun Kalbar yang kini tidak hanya dikenal di tingkat nasional, tetapi juga sudah merambah pasar internasional. Namun, ia mengkhawatirkan menurunnya jumlah penenun tradisional di daerah tersebut.
“Bahkan, ada yang tersisa satu penenun, itu pun sudah tua,” ungkapnya. Sebagai solusi, Rita menyebutkan adanya sekolah menengah kejuruan (SMK) yang membuka jurusan menenun, meski peminatnya masih sedikit. Ia berharap lebih banyak masyarakat terlibat dalam pelestarian warisan ini.
“Kita mengajak semua lapisan masyarakat mempromosikan kain tenun agar warisan leluhur ini tidak punah atau hilang ditelan zaman,” imbuhnya.
Direktur Yayasan Pelestari Ragam Hayati dan Cipta Fondasi (PRCF) Indonesia, Imanul Huda, turut berbicara dalam seminar tersebut. Imanul menjelaskan bagaimana peringatan Hari Tenun Nasional menjadi momen penting bagi yayasannya, yang selama 25 tahun, sejak 1999, telah menginisiasi restorasi dan revitalisasi tenun ikat Dayak.
“Pada saat itu, kami mengumpulkan para penenun dari komunitas Dayak di berbagai kampung di Kabupaten Sintang dan mendokumentasikan pengetahuan serta cerita-cerita terkait dengan tenun ikat,” ujar Imanul.
Ia melanjutkan bahwa tahap selanjutnya adalah mempertemukan penenun lintas generasi agar penenun tua dapat mentransfer pengetahuan kepada generasi muda. Proses pendampingan ini berkembang hingga mencakup komunitas Dayak Mualang di Sekadau dan Dayak Iban di Kapuas Hulu. “Banyak tantangan yang kami hadapi, tetapi melihat apresiasi yang ada saat ini, tentu kami sangat bahagia,” tambahnya.
Seminar ini menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan, seperti Rita Hastarita, Wahdina dari Fakultas Kehutanan Untan, pelaku seni budaya Gusti Hendra Pratama, dan desainer Uke Tugimin. Di tempat yang sama, dipamerkan kain tenun dari berbagai daerah Kalbar, dan pada malam harinya akan digelar fashion show untuk memperagakan kain-kain tersebut.
Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar dan Yayasan PRCF Indonesia, dengan dukungan Dana Indonesiana, Samdhana Institute, TFCA Kalimantan, dan PRCF Internasional.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS