Kalbar  

Pemprov Kalbar Peringati 28 Tahun Semangat Otonomi Daerah

Para aparatur ASN saat upacara memperingati Hari Otonomi Daerah ke - XXVIII yang digelar di Halaman Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Kamis (25/4/2024). SUARA KALBAR.CO.ID/HO.Adpim Kalbar.

Pontianak (Suara Kalbar)- Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat Mohammad Bari menjadi Inspektur Upacara peringatan Hari Otonomi Daerah ke – XXVIII yang digelar di Halaman Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Kamis  (25/4/2024) pagi.

Upacara yang dihadiri Forkopimda Kalbar, Kepala Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Kalbar Dan instansi vertikal lainnya serta para ASN yang berpakaian KORPRI di lingkungan Pemprov Kalbar yang mengambil tema Otonomi Daerah Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau dan Lingkungan Yang Sehat ini berlangsung tertib dan khidmat.

Sejarah singkat otonomi daerah sendiri dimulai setelah ditetapkannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberi kewenangan penuh kepada pemerintah daerah kecuali urusan agama, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, dan moneter. Penetapan UU 22 tahun 1999 ini disambut penuh semangat dengan implikasi yang luar biasa mulai dari masifnya pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) sebanyak 7 provinsi, 115 kabupaten dan 26 kota.

Dalam menata otonomi daerah serta mencari keseimbangan kebijakan desentralisasi selanjutnya ditetapkan UU Nomor 32 tahun 2004 sebagai perubahan UU Nomor 22 tahun 1999. Selama kurun waktu pelaksanaan uu no. 32 tahun 2004 dari tahun periode 2005 sampai dengan 2014, terbentuk 1 provinsi, 66 kabupaten dan 8 kota. Tak hanya itu Pemilihan Kepala Daerah secara langsung juga untuk pertama kalinya juga terjadi di era UU ini.

Selanjutnya dalam upaya untuk memperjelas pengaturan tentang pemerintahan daerah, pilkada dan desa dalam uu tersendiri, maka ditetapkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang bertumpu pada efektivitas penyelenggaraan

Pemerintahan daerah yang hingga tahun 2022 daerah otonom berjumlah 34 provinsi dan 415 kabupaten dan 93 kota di indonesia kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah akan berjalan terus sebagai komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam rangka pemerataan pembangunan khususnya di wilayah papua, pemerintah melakukan pemekaran daerah otonom baru provinsi yaitu papua selatan, papua tengah, papua pegunungan dan papua barat daya sehingga jumlah daerah otonom berjumlah 38 provinsi dan 415 kabupaten dan 93 kota di Indonesia.

Pj Sekda Kalbar MBari yang yang membacakan arahan dari Menteri Dalam Negeri mengatakan bahwa Tema Hari Otonomi Daerah ke XXVIII ini dipilih untuk memperkokoh komitmen, tanggung jawab dan kesadaran seluruh jajaran Pemerintah Daerah akan amanah serta tugas untuk membangun keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di tingkat lokal serta mempromosikan model ekonomi yang ramah lingkungan untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.

“Perjalanan kebijakan otonomi daerah selama lebih dari seperempat abad merupakan momentum yang tepat bagi kita semua untuk memaknai kembali arti, filosofi dan tujuan dari otonomi daerah,” paparnya.

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan filosofi otonomi daerah dilandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam pasal 18 UUD 1945.

“Berangkat dari prinsip dasar inilah, otonomi daerah dirancang untuk mencapai dua tujuan utama termasuk di antaranya tujuan kesejahteraan dan tujuan demokrasi,” katanya saat membacakan arahan Mendagri.

Dari segi tujuan kesejahteraan, desentralisasi diarahkan untuk memberikan pelayanan publik bagi masyarakat secara efektif, efisien dan ekonomis melalui berbagai inovasi kebijakan pemerintahan yang menekankan kepada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) serta pemanfaatan potensi sumber daya alam yang bijak dan berkelanjutan (sustainable).

Pembagian urusan pemerintahan menjadi urusan pemerintahan konkuren atau urusan yang dapat dikelola bersama antara Pusat, Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota menuntut Pemerintah Daerah untuk mampu mengartikulasikan kepentingan masyarakat dan mengimplementasikan kepentingan tersebut ke tata kelola pemerintahan yang lebih partisipatif, transparan dan akuntabel serta responsif.

Dari segi tujuan demokrasi, kebijakan desentralisasi menjadi instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang mempercepat terwujudnya masyarakat madani atau civil society.

Proses demokrasi di tingkat lokal melalui penyelenggaraan pemilihan perwakilan daerah secara langsung yang akan kita laksanakan nanti di bulan November 2024, penyusunan Perda mengenai APBD sampai perencanaan pembangunan daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif pada akhirnya akan menumbuhkan komitmen, kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, solidaritas serta rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi dalam masyarakat terhadap kegiatan pembangunan di daerah sehingga berkorelasi positif terhadap perbaikan kualitas kehidupan demokrasi.

Selain mendorong partisipasi masyarakat, kebijakan desentralisasi juga diharapkan dapat memperbaiki tata hubungan pusat-daerah sehingga menjadi lebih proporsional, harmonis dan produktif dalam rangka penguatan persatuan dan kesatuan bangsa. Kedua tujuan otonomi daerah ini tidak bersifat eksklusif atau terpisah satu sama lain, namun pencapaian satu tujuan secara tidak langsung akan mempengaruhi percepatan pencapaian tujuan lainnya.

“Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan kualitas pelayanan publik akan berdampak pada peningkatan partisipasi politik dan iklim politik yang kondusif dan demikian pula sebaliknya. Penguatan partisipasi masyarakat yang bertanggung jawab dan tidak anarkis dapat menciptakan daerah yang ramah investor (investment-friendly) sehingga dapat mendorong percepatan perbaikan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.

Dalam konteks ekonomi hijau yang merupakan salah satu dari enam strategi transformasi ekonomi Indonesia untuk mencapai visi 2045, kebijakan desentralisasi memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam secara lebih efisien dan berkelanjutan, termasuk melalui transformasi produk unggulan dari yang semula berbasis produk yang tidak dapat diperbaharui seperti industri pengolahan pertambangan, menjadi produk dan jasa yang diperbaharui dengan tetap memperhatikan potensi daerah, seperti pertanian, kelautan dan pariwisata.

“Kebijakan otonomi daerah juga memberikan keleluasaan Pemerintah Daerah untuk melakukan eksperimentasi kebijakan di tingkat lokal untuk mendorong implementasi teknologi hijau seperti penggunaan energi terbarukan seperti energi matahari (solar panel), penggunaan mobil listrik yang menggantikan eksistensi mobil berbahan bakar fosil, pengolahan limbah yang ramah lingkungan sampai desain green building yang memperhatikan efisiensi energi, penggunaan material konstruksi ramah lingkungan dan manajemen limbah bangunan,” pungkasnya.

Ia mengatakan dengan menggabungkan kebijakan otonomi daerah yang berfokus pada pembangunan ekonomi hijau, kita dapat menciptakan dampak positif bagi lingkungan, masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.

“Pemerintah juga berkomitmen untuk memperkuat fungsinya dalam Fasilitasi Produk Hukum Daerah yang berfokus pada pembangunan ekonomi hijau untuk mencapai keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat secara holistik. Fungsi ini bertujuan untuk memaksimalkan peran Peraturan Daerah yang berfokus pada komoditas dan sektor unggulan yang ramah lingkungan dengan memperhatikan aspek fungsi ekologis, resapan air, ekonomi, sosial budaya, estetika dan penanggulangan bencana,” pungkasnya.

Disamping mendorong percepatan perbaikan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam konteks ekonomi hijau, pemerintah daerah secara eksisting dihadapkan pada hambatan dan tantangan dalam pembangunan daerah untuk mendorong program pembangunan nasional meliputi penanganan stunting, penurunan angka kemiskinan ekstrem, pengendalian inflasi, peningkatan pelayanan publik yang berkualitas melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), percepatan proses pemulihan perekonomian nasional maupun daerah serta ekonomi hijau dan lingkungan yang sehat.

Pemerintah Pusat juga menargetkan tahun 2024 angka stunting anak turun menjadi 14 persen secara nasional, untuk itu koordinasi dan sinergitas seluruh jajaran Forkopimda Provinsi dan Kabupaten/Kota perlu ditingkatkan dalam mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya menekan angka stunting di wilayah masing- masing, antara lain dukungan arah kebijakan dan anggaran untuk perbaikan pola asuh dan lingkungan, penanganan kurang gizi dan anemia tepat sasaran kepada ibu dan anak.

Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo terkait Pengendalian Inflasi Tahun 2024 dan dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah guna menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga pangan, daya beli masyarakat, dan mendukung kelancaran distribusi serta stabilitas perekonomian di daerah.

“Kementerian Dalam Negeri setiap hari Senin memimpin rapat penanganan inflasi untuk memantau perkembangan inflasi di daerah dan saat ini telah terbentuk Satgas Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) berdasarkan Surat Edaran Nomor 500/4825/SJ tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga Dalam Rangka Pengendalian Inflasi di Daerah, hal ini sebagai bentuk konkret kinerja Kepala Daerah dalam Pengendalian Inflasi di wilayahnya masing-masing,” paparnya.

Setelah 28 tahun berlalu, otonomi daerah telah memberikan dampak positif, berupa meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), bertambahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kemampuan Fiskal Daerah namun tetap harus dilakukan pengawasan dan evaluasi untuk memastikan bahwa penyusunan program dan kegiatan dalam APBD agar tepat sasaran, efektif serta efisien.

Perjalanan otonomi daerah saat ini telah mencapai tahap kematangan untuk melahirkan berbagai terobosan kebijakan bernilai manfaat dalam rangka identifikasi dan perencanaan wilayah-wilayah yang berpotensi dikembangkan secara terintegrasi, yang kemudian membentuk aglomerasi kegiatan perekonomian dan terhubung antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Implementasi pengembangan wilayah perlu dilakukan melalui pendekatan kebijakan yang berkelanjutan dan implementasi regulasi Ekonomi Hijau, dimana penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memperhitungkan aspek keadilan sosial dan pelestarian lingkungan.

Seusai upacara tersebut saat diwawancarai Pj Sekda M. Bari menjelaskan bahwa Pemprov kalbar siap melanjutkan semangat Otonomi Daerah yang telah diagunkan selama 28 tahun ini.

“Kita (Pemprov Kalbar) tentunya siap melanjutkan peningkatan dan pembangunan di Kalbar. Termasuk penyelesaian stunting, kemiskinan ekstrim dan stabilitas perekonomian. Kita sudah membuatkan program dan mengakomodir kebutuhan nya di APBD kita. Kemudian dalam penyusunan apbd dalam pelaksanaannya telah melakukan langkah – langkah dan mengakomodir semua kebutuhan – kebutuhan yang menjadi prioritas dalam pembangunan di Kalimantan Barat yang kita cintai ini,” paparnya.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS