Sidang Gugatan Perebutan Harta Pastor Petrus, Bruder Steph: Pihak Keluarga Harusnya Mengerti
Bruder Stephanus Paiman. [Dok Suarakalbar.co.id] |
Pontianak (Suara Kalbar) – Perkara perebutan harta seorang almarhum Pastor Simon Petrus Rostandy OFM Cap antara Ordo Kapusin dengan Eddy Rostandy, masih terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.
Selasa, 4 Mei 2021 kemarin, pihak penggugat Ordo Kapusin membacakan gugatannya untuk keluarga kandung almarhum Pastor Petrus di depan Hakim Ketua Pransis Sinaga, Hakim Anggota Narni Priska Faridayanti dan Niko Hendra Saragih serta Panitera Irine Relawaty.
Dalam gugatan yang dibacakan oleh tim kuasa hukum Gunawan, Norman Idrus dan Jakarianto, meminta majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
Menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Daad). Menyatakan Akta Wasiat Nomor 6 tertanggal 1 Juni 1994, yang dibuat di hadapan Mangradja Pius Sitohang pada waktu itu Notaris di Pontianak adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum.
Menyatakan penggugat adalah penerima wasiat yang sah dan satu-satunya dari almarhum Pastor Petrus berdasarkan Akta Wasiat Nomor 6 tertanggal 1 Juni 1994, yang dibuat di hadapan Mangradja Pius Sitohang.
Menetapkan penggugat sebagai pelaksana wasiat (executeur testamentair) dari almarhum Pastor Petrus berdasarkan Akta Wasiat Nomor 6 tertanggal 1 Juni 1994, yang dibuat di hadapan Mangradja Pius Sitohang pada waktu itu Notaris di Pontianak.
Oleh karenanya pelaksana wasiat berhak dan berwenang untuk melakukan tindakan-tindakan hukum dalam bentuk dan nama apapun juga namun tidak terbatas pada: menginventarisasi, mengurus, mengelola dan membaliknama seluruh harta peninggalan (asset) milik almarhum Pastor Petrus ke atas nama Ordo Saudara Dina Kapusin Santa Maria Ratu Para Malaikat Pontianak (dahulu bernama Perhimpunan Biarawan-Biarawan Kapusin).
Termasuk mencairkan dana-dana milik almarhum Pastor Petrus pada berbagai bank, baik bank-bank di Indonesia maupun bank-bank di luar negeri.
Menyatakan bahwa Akta Pernyataan Nomor 1 dan Akta Keterangan Hak Waris No.20/KHW/X/2018, keduanya tertanggal 2 Oktober 2018, yang dibuat di hadapan dan oleh Tjong Indryani Kusuma Lestari Notaris di Sukabumi (turut tergugat III) adalah tidak sah, dan batal demi hukum.
“Kami tetap pada gugatan. Tidak ada perubahan,” tegas Jakarianto.
Bruder Stephanus Paiman OFM Cap yang diberi kuasa oleh Ordo Kapusin untuk menangani kasus ini bersama tim pengacara Gunawan dan rekan mengatakan, sidang gugatan ini dilaksanakan karena upaya mediasi sebelumnya tidak tercapai.
“Mediasi tak tercapai karena kita tidak mau ikuti permintaan mereka. Kita minta lanjut, maka sidang hari ini masuk pokok perkara. Kita membacakan tuntutan,” ujarnya, usai persidangan.
Permintaan pihak tergugat, kata Bruder Stephanus, semua harta atas nama Pastor Petrus dibagi menjadi dua. Kemudian pihak Ordo Kapusin diminta membayar biaya pengobatan selama Pastor Petrus sakit di Rumah Sakit (RS) di Singapura, RS Mitra Medika Pontianak, RS St Antonius dan biaya jaga.
“Karena adanya permintaan inilah kami, melalui jalur peradilan meminta agar surat keterangan waris yang dibuat di Sukabumi itu dibatalkan. Kemudian mengakui surat wasiat yang dibuat oleh almarhum,” tegas Brudes Stephanus.
Ia menambahkan, sebagai referensi mungkin keluarga almarhum Pastor Petrus yang menuntut harta ini harus belajar dari keluarga pastor yang kemarin meninggal di Singkawang.
“Keluarga ini menjaga pastor yang sakit selama dirawat di rumah sakit. Pastor ini juga pegang beberapa yayasan. Tetapi saat meninggal keluarga kandung menyerahkan semua urusan kepada Ordo Kapusin. Berikut surat atau harta benda yang atas nama almarhum,” katanya.
Karena, sambung Bruder Stephanus, keluarga sederhana di Singkawang ini mengerti bahwa pastor atau almarhum saudara mereka sudah memilih cara hidupnya. Yakni menjadi pelayan Gereja dan mengikatkan diri dengan tiga kaul pada Ordo-nya.
“Sehingga keluarga kandung ini mengerti bahwa mereka sudah tidak punya hak lagi atas harta duniawi yang diatasnamakan almarhum,” tutup Ketua Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) ini.
Sebagaimana diketahui, Eddy Rostandy bersama empat saudara kandung lainnya sempat membuat surat keterangan atas harta almarhum Pastor Petrus. Karena merupakan saudara kandung Pastor Petrus, awalnya kelima orang ini keukeuh atau ngotot mengklaim kembali harta yang sudah diserahkan ke Ordo Kapusin.
Namun belakangan, tiga saudara kandung Pastor Petrus mengundurkan diri dari upaya merebut harta tersebut. Saat ini, yang masih ngotot adalah Eddy Rostandy dan satu saudaranya lagi.
Bruder Steph menceritakan sebagai awalan akan kasus yang saat ini ditanganinya, sebagai bagian dari Ordo Kapusin. Pastor Petrus adalah pastor yang diamanahi mengelola beberapa asset dari Ordo Saudara Dina Kapusin pengikut Santo Fransiskus dari Asisi.
Pastor Petrus mengikatkan dirinya pada ordo atau konggregasi yang berarti dia melepaskan segala hak pribadinya dengan saudara sedarah atau saudara kandung.
Sebagai biarawan-biarawan Kapusin (OFM Cap), tanpa paksaan dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, Pastor Petrus memutuskan untuk hidup membiara dalam Ordo Saudara Dina Kapusin, yang nerupakan pengikut Santo Fransiskus dari Asisi.
Setelah mengucapkan Kaul Kekal atau Janji bertarak seumur hidup, maka terikat dengan tiga Kaul, yakni Kaul Kemiskinan (tak terikat dengan harta duniawi), Kaul Ketaatan (taat pada pembesar dalam ordo atau Paus di Roma) dan Kaul Kemurnian alias tidak menikah atau selibater.
“Dengan pilihan tersebut, maka ia lepas dari keluarga sedarah atau keluarga kandung dan terikat dengan keluarga baru, yakni ordo atau persaudaraan Kapusin. Semua harta atas namanya, menjadi milik ordo atau gereja dan ini sudah diatur dalam Hukum Gereja atau Hukum Khusus, yang diakui oleh Negara, di bawah Konfrensi Wali Gereja (terdaftar di KWI),” cerita Bruder Steph.
Lanjutnya menjelaskan, di suatu ketika Pastor Petrus meninggal karena sakit. Ia dimakamkan di pemakaman para pastor-bruder Kapusin di Pemakaman Katolik Santo Yusup, Sungai Raya.
“Dengan demikian dan sesuai aturan, maka apapun harta bergerak dan tak bergerak yang atas nama almarhum, dengan sendirinya menjadi milik Persaudaraan Kapusin,” kata Bruder Steph.
Namun masalah muncul, di mana lima saudara kandung almarhum Pastor Petrus mengklaim bahwa harta yang ditinggalkan olehnya adalah milik mereka para waris.
Di mana, almarhum Pastor Petrus terdiri dari 8 saudara yang 3 di antaranya sudah meninggal. Dan sisa 5 orang saudara. Yakni Joseph Teddy Rostandy, Thomas Rostandy, Kosmas Rostandy, Eddy Rostandy, dan Anthony Rostandy.
“Lima saudara ini memberi kuasa kepada Eddy Rostandy, untuk mengurus dan mengambil hak mereka,” ujar Bruder Steph.
Eddy Rostandy mulai memblokir tanah, surat-surat di bank dan lainnya, yang atas nama almarhum Pastor Petrus dengan dasar Akte Waris Notaris Sukabumi tersebut.
“Perlu diketahui, walaupun biarawan-biarawan sudah di atas dalam Konstitusi Ordo atau aturan Hukum Gereja, maka almarhum Pastor Petrus juga membuat Surat Wasiat di notaris, bahwa satu-satunya pewaris seandainya ia meninggal adalah Perhimpunan Biarawan Kapusin atau Ordo Kapusin,” ujarnya Bruder Steph.
Perhimpunan Biarawan Kapusin pun menunjuk Bruder Steph untuk menangani kasus ini, karena dianggap ia akan berlaku netral. Terutama terkait tugasnya sebagai Ketua JPIC OFM Cap, yaitu Justice, Peace of Creation and Integrity atau Keadilan, Kedamaian, dan Keutuhan Semesta Alam.
Eddy Rostandy sendiri, telah mendatangi Bruder Steph dengan membawa seorang pengacara dan minta agar Ordo Kapusin serta Yayasan Widya Dharma mengembalikan biaya pengobatan almarhum Pastor Petrus yang saat itu sakit.
Baik perawatan di Rumah Sakit Pontianak maupun di Singapura. Di depan pengacaranya, Eddy menunjukkan corat-coret bahwa biaya pengobatan di Singapura mencapai Rp600 juta, RS Mitra Medika Rp260 juta, RS St Antonius Rp26 juta.
“Saat itu, saya jawab, bahwa kami perlu bukti nota, kwitansi, bukti transfer dan rincian biaya-biaya tersebut,” lanjut Bruder Steph bercerita.
Tetapi Eddy tidak dapat menunjukkannya. Akhirnya, Bruder Steph buka map yang sudah dipersiapkan dan di depan pengacaranya serta Eddy. Kepada mereka, Bruder Steph mengatakan bahwa semuanya sudah dibayar Ordo Kapusin.
Bruder Steph kala itu juga menunjukkan bukti transfer ke Singapura sebesar Rp1 M, bukti transfer untuk carter pesawat Rp230 juta, bukti transfer RS Mitra Medika dan RS St Antonius, dengan nominal puluhan juga dan itu dibayarkan oleh Ordo Kapusin.
“Saat itu, pengacara Eddy kaget dan bertanya bagaimana ini Pak? Eddy pun diam saja tak bisa menjawab,” kata Bruder Steph.
Akhirnya, karena Ordo Kapusin dan Yayasan Widya Dharma merasa sangat-sangat terganggu, maka mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Pontianak, dengan unsur gugatan adalah surat keterangan waris yang keluarga buat di Sukabumi.
“Setelah kasus ini ribut dan mulai naik ke Pengadilan, tiga saudara Pastor Petrus membuat surat pernyataan mencabut kuasa pada Eddy Rostandy,” paparnya.
Mereka menyatakan tidak mau terlibat dalam hal ini. Alasannya mereka merasa dibohongi oleh Eddy Rostandy. Demikian juga dengan para keponakan dari almarhum Pastor Petrus, mereka membuat pernyataan bahwa tidak mau terlibat dalam kasus ini.
“Mereka malu, karena tahu bahwa oknum dan beberapa paman mereka ini jelas salah. Ini sebenarnya aib, baik untuk keluarga Rustandy maupun Ordo Kapusin, karena baru sekarang ini dalam sejarah kami, ada keluarga yang seperti ini. Maka, demi sebuah kebenaran kami bawa ke Pengadilan, untuk diuji,” lanjut Bruder Steph.
Sebenarnya, kata dia, pihaknya kurang menyenangkan dengan kasus ini. Karena dianggap membuat malu sejumlah pihak. Karena baru kali ini ada keluarga kandung seorang Saudara Kapusin yang mengklaim sesuatu atas nama saudaranya yang meninggal dan sudah bergabung dengan Persaudaraan Kapusin.
“Bahkan mereka membuat Akte Waris di Notaris Sukabumi. Sungguh memprihatinkan. Maka, akhirnya, sebagai pembelajaran agar tidak terulang kembali dan harus dikupas di Pengadilan, ini mungkin solusi yang terbaik,” tutupnya.
Sementara itu, tim pengacara Eddy Rostandy enggan berkomentar usai persidangan kemarin. Pihaknya akan mempersiapkan jawaban gugatan dalam persidangan Senin pekan depan.