SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Opini Fenomena Grup Facebook “Fantasi Sedarah” Ketika Kebebasan Sosial Menyalahi Norma Kehidupan

Fenomena Grup Facebook “Fantasi Sedarah” Ketika Kebebasan Sosial Menyalahi Norma Kehidupan

Ilustrasi – Facebook [Meta AI]

Oleh: M. Restu Algiansyah

Belakangan ini, Media sosial Indonesia kembali diguncang oleh sebuah fenomena yang mengundang kontroversi besar dengan kemunculan grup Facebook bernama ‘Fantasi Sedarah’. Grup ini mendadak viral setelah tersebar tangkapan layar berisi percakapan para anggotanya yang memuat konten fantasi seksual bertema incest atau hubungan sedarah, yang secara terang-terangan dipublikasikan dalam sebuah komunitas daring terbuka. Keberadaan grup ini bukan hanya menimbulkan keresahan publik, tetapi juga mengguncang landasan moral dan norma sosial yang telah lama dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Banyak Netizen yang heran dengan adanya grup ini apalagi grup ini terakhir di akses masih memiliki peserta 42.000 lebih.

Netizen murka, sebagian besar mengecam dan mendesak agar grup ini segera diblokir, sementara yang lain mempertanyakan bagaimana konten seperti ini bisa lolos dari pantauan algoritma dan kebijakan moderasi Facebook, jelas banyak pihak merasa grup ini dapat menjadi suatu fenomena baru di media sosial yang mencoreng norma kehidupan. Situasi ini dengan cepat berkembang menjadi perbincangan nasional, bahkan menjadi headline di berbagai media. Di tengah arus deras kebebasan berekspresi di era digital, kemunculan grup seperti ini menjadi pengingat penting bahwa dunia maya tidak sepenuhnya bebas dari konsekuensi.

Kemunculan grup ini menandakan adanya celah dalam pengawasan konten serta lemahnya literasi digital di kalangan pengguna media sosial, yang kerap kali memaknai kebebasan berekspresi sebagai kebebasan mutlak tanpa batas. Kejadian ini pun mendorong diskusi yang lebih luas tentang tanggung jawab etis dan hukum dalam menggunakan platform digital, terutama ketika konten yang dibagikan menyentuh wilayah sensitif dan berpotensi menormalisasikan perilaku yang menyimpang secara moral maupun hukum serta nilai agama.

Lalu apa sih dampak dari muncul nya grup ini?

Kemunculan dan viralnya grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ menimbulkan dampak yang luas, tidak hanya di ranah digital tetapi juga dalam dinamika sosial dan psikologis masyarakat. Dampak pertama dan paling nyata adalah keresahan publik. Warganet dari berbagai kalangan baik orang tua, pendidik, tokoh agama, hingga pemerhati media sosial secara serentak menyuarakan keprihatinan mereka. Grup ini dianggap tidak hanya mencederai norma-norma moral yang dijunjung dalam masyarakat Indonesia, tetapi juga membuka ruang bagi normalisasi perilaku menyimpang yang dapat mengancam tatanan sosial.

Keresahan ini semakin diperparah oleh fakta bahwa banyak pengguna Facebook yang dapat dengan mudah mengakses grup tersebut, termasuk remaja dan anak-anak, miris sekali. Meskipun mungkin grup tersebut diklaim sebagai tempat untuk “berfantasi” dan bukan tindakan nyata, eksistensinya tetap problematik karena memberikan ruang bebas kepada topik-topik yang secara hukum dan budaya jelas dilarang. Di tengah lemahnya kontrol dan filter pada media sosial, konten-konten yang bersifat merusak ini berisiko menjadi konsumsi generasi muda yang sedang dalam tahap pembentukan nilai-nilai dan kepribadian. Tentu nya, hal ini seharusnya menjadi fokus publik agar dapat menjadi sebuah contoh dari lemah nya filter media sosial .

Selain itu, dampak psikologis yang ditimbulkan juga tidak bisa diabaikan. Bagi individu yang pernah mengalami kekerasan seksual dalam keluarga atau pelecehan serupa, keberadaan konten seperti ini pasti menjadi pemicu trauma atau memunculkan kembali luka batin yang selama ini mungkin telah terpendam. Konten yang eksplisit dan tidak sensitif terhadap isu-isu sensitif semacam itu dapat berdampak buruk pada kesehatan mental korban dan menghambat proses pemulihan mereka.

Fenomena ini juga menimbulkan kekhawatiran serius terhadap semakin lemahnya garis batas antara realitas dan fantasi dalam dunia digital. Ketika sebuah komunitas beranggotakan ribuan orang dapat terbentuk hanya dengan satu tema menyimpang, dan dapat bertahan lama tanpa tindakan tegas dari platform tempat ia beroperasi, hal ini menunjukkan bahwa algoritma dan sistem pengawasan media sosial belum sepenuhnya mampu mencegah penyebaran konten bermasalah. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu pembentukan lebih banyak komunitas serupa, dengan dalih kebebasan berekspresi, sehingga memperparah degradasi nilai-nilai sosial dan budaya yang telah dijaga selama ini.

Di tingkat yang lebih makro, peristiwa ini juga mempermalukan citra digital bangsa. Indonesia yang dikenal sebagai salah satu negara dengan pengguna media sosial terbanyak di dunia, kini dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana menjaga kebebasan digital tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi moral masyarakat? Reputasi platform seperti Facebook pun dipertaruhkan, karena dianggap tidak cukup tanggap dan tidak bertindak cepat dalam menutup grup-grup yang meresahkan publik seperti ini.

Dengan demikian, dampak dari fenomena ‘Fantasi Sedarah’ tidak bisa dianggap sepele. Ini bukan hanya tentang satu grup yang menyimpang, melainkan cermin dari persoalan yang lebih besar—ketidaksiapan sistem digital kita dalam menghadapi penyalahgunaan kebebasan berekspresi, serta masih rendahnya literasi etika digital masyarakat. Tanpa tindakan konkret dan sinergis dari semua pihak—pemerintah, penyedia platform, institusi pendidikan, hingga masyarakat umum—bukan tidak mungkin bahwa kasus serupa akan terus terulang, dengan dampak yang lebih luas dan lebih dalam.

Untuk mengatasi fenomena seperti grup ‘Fantasi Sedarah’, beberapa langkah preventif dapat diambil:

  1. Pendidikan literasi digital

Penting untuk meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Dengan pemahaman yang baik tentang etika dan norma di dunia maya, diharapkan mereka dapat lebih bijak dalam menggunakan platform digital dan menyaring informasi yang diterima.

  1. Peran Aktif Pemerintah dan Platform Digital

Pemerintah bersama dengan penyedia platform digital seperti Facebook perlu bekerja sama dalam memantau dan menindak konten-konten yang melanggar norma dan hukum. Penerapan kebijakan yang tegas dan transparan dapat mencegah penyebaran konten negatif di dunia maya.

  1. Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga etika dan norma di dunia maya. Melalui pelaporan konten negatif dan edukasi kepada sesama pengguna, kita dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan positif.

  1. Pendampingan Psikologis bagi Korban

Bagi individu yang merasa terganggu atau terpengaruh oleh konten negatif, penting untuk mendapatkan pendampingan psikologis. Layanan konseling dan dukungan psikologis dapat membantu mereka untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan.

 

Munculnya grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ menggambarkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial di dunia maya. Kebebasan digital harus digunakan dengan bijak dan tidak disalahgunakan untuk menyebarkan konten yang dapat merusak moralitas dan norma sosial. Melalui pendidikan literasi digital, peran aktif pemerintah dan platform digital, keterlibatan masyarakat, serta pendampingan psikologis bagi korban, kita dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan positif.

Sebagai pengguna internet, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga etika dan norma di dunia maya. Mari bersama-sama menciptakan ruang digital yang aman, positif, dan bermanfaat bagi semua.

*Penulis adalah seorang Siswa di SMKN 1 Ketapang Kelas 11, Konsentrasi Keahlian Manajemen Perkantoran/ Duta Literasi Kabupaten Ketapang

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

 

 

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan