RUU POLRI dan Revisi KUHAP: Kajian Kritis dari Perspektif Masyarakat Adat
Rancangan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (RUU POLRI) dan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi isu sentral dalam dinamika legislasi nasional 2024-2025. Kedua RUU tersebut dirancang untuk memperkuat penegakan hukum, mempercepat proses peradilan, dan modernisasi kelembagaan kepolisian. Namun, dari perspektif masyarakat adat, kedua RUU ini berpotensi mengabaikan hak konstitusional dan memperbesar risiko represi dan kriminalisasi.
Oleh: Bernadus
Kritik Terhadap RUU POLRI
1. Ekspansi Wewenang dan Fungsi Intelijen: RUU POLRI memperluas tugas Polri di luar penegakan hukum ke fungsi intelijen dan keamanan siber tanpa mekanisme akuntabilitas dan pengawasan independen. Hal ini dapat menyebabkan aktivitas tradisional masyarakat adat disalahartikan sebagai “perkumpulan liar” atau “radikal”.
2. Perpanjangan Masa Dinas: Pasal tentang masa dinas hingga 65 tahun berpotensi memperkuat dominasi elite institusi dan menghambat regenerasi yang sehat, yang dapat memperpanjang pola pendekatan keamanan terhadap konflik agraria dan adat.
Kritik Terhadap RUU KUHAP
1. Penangkapan 1×24 Jam Tanpa Surat Perintah: Pasal ini bertentangan dengan prinsip due process of law dan habeas corpus, yang dapat menyebabkan kriminalisasi terhadap tokoh adat dan aktivitas sah masyarakat adat.
2. Minimnya Pengakuan terhadap Hukum Adat: RUU KUHAP tidak memberikan tempat bagi sistem peradilan adat sebagai mekanisme alternatif penyelesaian konflik, yang dapat menyebabkan ketidakadilan bagi masyarakat adat.
Dampak Struktural terhadap Masyarakat Adat
1. Kriminalisasi Struktural: Pola-pola pemaksaan hukum negara atas komunitas adat berpotensi menggeser cara hidup, mata pencaharian, dan nilai-nilai kolektif.
2. Ketimpangan Akses Keadilan: Mayoritas masyarakat adat tidak memiliki akses terhadap pendampingan hukum yang memadai, yang dapat memperparah ketimpangan.
3. Pelanggaran Hak Asasi: Potensi pelanggaran HAM akan meningkat, termasuk salah tangkap, intimidasi, dan penyiksaan dalam proses penangkapan dan penyidikan.
Rekomendasi
1. Menunda pengesahan RUU POLRI dan KUHAP hingga dilakukan konsultasi publik secara menyeluruh, termasuk melibatkan komunitas adat.
2. Menghapus pasal-pasal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan konstitusi.
3. Menggalang kampanye sosial untuk menyuarakan potensi bahaya dua RUU ini dan memproduksi narasi tandingan berbasis nilai-nilai adat, lingkungan, dan hak konstitusional.
Dengan demikian, masyarakat adat dan masyarakat sipil dapat bersama-sama memperjuangkan hak-hak konstitusional dan keadilan bagi semua.
*Penulis adalah Ketua Umum Dewan Rakyat Dayak
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





