Menpan-RB: Anggaran Pengentasan Kemiskinan Habis untuk Rapat dan Studi Banding

Seorang perempuan lansia di dalam rumahnya yang kumuh di tengah pandemi virus corona, di Jakarta, 4 Agustus 2020. (Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters)

Suara Kalbar – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Abdullah Azwar Anas, mengatakan anggaran pengentasan kemiskinan sebesar Rp500 triliun pada 2022 yang tersebar di kementerian dan lembaga di Tanah Air tidak efektif. Pasalnya alokasi anggaran ternyata lebih banyak diserap untuk aktivitas rapat dan studi banding para birokrat ketimbang untuk menanggulangi kemiskinan itu sendiri.

“Saya sudah lapor kepada Bapak Presiden, hampir Rp500 triliun anggaran kita untuk anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian dan lembaga. Tetapi ini tidak in line dengan target prioritas Bapak Presiden karena kementerian dan lembaga sibuk dengan urusan masing-masing,” ujar Azwar Anas pada Jumat (27/8) dalam sebuah acara di kementeriannya.

Karena itulah, tegasnya, perubahan harus dilakukan.

Penghuni liar membawa kulkas mereka ke tempat lain saat petugas keamanan dari PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) membongkar rumah-rumah ilegal yang dibangun di sepanjang rel kereta api di Tanah Abang di Jakarta 8 Agustus 2014. (Foto: REUTERS/Beawiharta)
Penghuni liar membawa kulkas mereka ke tempat lain saat petugas keamanan dari PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) membongkar rumah-rumah ilegal yang dibangun di sepanjang rel kereta api di Tanah Abang di Jakarta 8 Agustus 2014. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

“Kalau tidak, ke depan ini akan berulang terus. Programnya kemiskinan, tapi banyak terserap di studi banding kemiskinan, banyak rapat-rapat tentang kemiskinan. Program-program yang terkait dengan studi-studi dan dokumentasi tentang kemiskinan,” tambahnya.

Karena itulah, ke depan Kementerian PAN-RB akan memantau tata kelola program dan bukan sekadar bantuan yang diberikan kementerian dan lembaga. Reformasi birokrasi dilakukan dengan mengintervensi dan memperbaiki aspek tata kelola pengentasan kemiskinan. Caranya adalah dengan melakukan perbaikan pada proses bisnis, data, regulasi, kebijakan, formulasi programn, dan kegiatan itu sendiri. Semua kegiatan pengentasan kemiskinan harus lebih tepat sasaran dengan dukungan teknologi informasi.

Pengentasan Kemiskinan Komitmen Moral

Menanggapi pernyataan Azwar Anas, dosen di Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr. Hempri Suyatna menilai, ketidakefektifan program-program pengentasan kemiskinan, sebenarnya sudah dimulai dari birokrat sendiri.

“Itu, saya kira bentuk-bentuk komodifikasi kemiskinan. Artinya, bahwa kemiskinan itu masih dipandang sebagai sebuah proyek. Kemiskinan itu masih dipandang sebagai sebuah komoditi,” ujarnya kepada VOA, Minggu (29/1).

“Akhirnya, justru elite pemerintah lupa, bahwa pengentasan kemiskinan adalah merupakan sebuah komitmen moral dalam membantu masyarakat,” tambah dia.

Hempri, mengutip pernyataan Menteri PAN-RB, mengatakan dari sisi praktik anggaran sebenarnya perubahan bisa dilakukan. Jika selama ini rapat-rapat terkait kemiskinan diselenggarakan di hotel berbintang, maka bisa saja praktik itu dipindah ke tengah masyarakat. Rapat terkait upaya pengentasan kemiskinan, digelar di desa dengan melibatkan masyarakat itu sendiri.

Pola semacam itu, paling tidak bisa mengalihkan anggaran rapat dan studi banding, agar langsung mengalir ke masyarakat desa dan sekaligus berdampak pada upaya pemberdayaan. Langkah kecil itu juga akan berdampak langsung pada program pengentasan kemiskinan. Pembenahan kecil itu bisa dijalankan, jika memang rapat mengenai kemiskinan masih perlu dilakukan.

Ujang Ahmad membawa tiang bambu untuk memperbaiki rumahnya yang rusak yang berdiri di kawasan kumuh dekat waduk Pluit di Jakarta, 22 Februari 2012. (Foto: REUTERS/Beawiharta)
Ujang Ahmad membawa tiang bambu untuk memperbaiki rumahnya yang rusak yang berdiri di kawasan kumuh dekat waduk Pluit di Jakarta, 22 Februari 2012. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

Namun, Hempri mendorong perubahan yang lebih mendasar, yang dia sebut sebagai perubahan paradigma pengentasan kemiskinan dan perubahan paradigma pemberdayaan.

“Karena selama ini, banyak program-program berlabel pemberdayaan, tapi ternyata kalau kita lihat sisi substansinya, tidak mencerminkan sebagai sebuah program pemberdayaan,” ujarnya.

Dasar perubahannya adalah memindah pola pikir, dari pengentasan kemiskinan sebagai sebuah proyek, menjadi bagian dari komitmen moral

Anak-anak berdiri di dalam rumahnya di atas danau yang tercemar sampah di kawasan kumuh, Jakarta Utara. (Foto: REUTERS/Supri)
Anak-anak berdiri di dalam rumahnya di atas danau yang tercemar sampah di kawasan kumuh, Jakarta Utara. (Foto: REUTERS/Supri)

“Sehingga, filosofi program pengentasan kemiskinan, akan mengarah pada substansi program. Pemberdayaan bukan semata-matanya label. Program-program yang dikembangkan masyarakat sendiri, berorientasi pada kemandirian dan pengembangan kapasitas masyarakat miskin,” tegasnya.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS