Dunia  

Dubes Ukraina: Terlalu Naif Jika Ada yang Anggap Rusia Mampu Bernegosiasi

Prajurit Ukraina menembakkan mortir 120mm ke posisi Rusia di garis depan dekat Bakhmut, wilayah Donetsk, Ukraina, Rabu, 11 Januari 2023. (AP/Evgeniy Maloletka)

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengatakan Rusia tidak memiliki kemampuan menggelar negosiasi untuk berdamai.

“Sangat naif sekali bila ada yang percaya bahwa Rusia mampu melakukan negosiasi. Saya hanya ingin berkata ke semua orang, jangan terlalu naif. Mereka (Rusia) tidak ingin adanya formula dan proses perdamaian. Ide mereka adalah untuk menghancurkan Ukraina dan mendapatkan wilayah Ukraina,” ungkap Dubes Vasyl dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Kamis (12/1).

Dalam kesempatan ini, Vasyl juga menegaskan tidak akan ada satu pun usulan atau penawaran yang akan didengar jika taruhannya adalah wilayah yang berdaulat. Segala negosiasi maupun diskusi akan bisa diterima apabila semua wilayah yang dikuasai oleh Rusia dikembalikan ke Kyiv.

“Termasuk Krimea, Donbass, dan setiap inci wilayah kami, tanpa pengecualian,” tegasnya.

Ukraina, katanya, juga tidak membutuhkan seorang mediator perdamaian yang memiliki format “Ayo duduk, bicara dan ayo kita bekukan konflik.”

“Hal tersebut tidak bisa diterima dan diperlukan. Hal ini saya nyatakan apabila ada orang yang masih mau melakukan hal tersebut,” tuturnya.

Dubes Vasyl menambahkan sejak Februari tahun lalu, cukup banyak pemimpin dunia, politisi dan aktivis berupaya menjadi mediator dan bahkan ingin menjadi juru damai agar bisa berkontribusi mengakhiri perang tersebut. Namun sayangnya, upaya dari mereka tersebut kata Vasyl disertai dengan membujuk agar Ukraina menyerahkan wilayahnya demi menyelamatkan banyak nyawa.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran Rizky Ramadhan mengatakan bahwa sebenarnya kunci perdamaian antara kedua negara tersebut berada di negara-negara pendukung Ukraina dan Rusia.

Rizky menjelaskan pernyataan dari Dubes Ukraina untuk Indonesia ini dikarenakan adanya perasaan masih kuatnya dukungan nagi negaranya termasuk dari NATO. Namun di sisi lain, menurutnya, dukungan internasional kepada Rusia juga tetap ada. Rizky mencontohkan hal ini ditandai dengan sejumlah langkah ekonomi seperti penggunaan mata uang Rusia, rubble dalam menjalankan transaksi ekonomi dengan Indonesia yang menurutnya bisa semakin melemahkan penggunaan dolar AS di dalam pereknomian global.

“Saya melihat sepertinya Ukraina mungkin sedikit khawatir dengan perkembangan yang terjadi. pDi tingkat global, kok justru dukungan terhadap Rusia semakin kuat. Saya lebih melihat pernyataan Dubes Ukraina ini hanya manuver,” ungkap Rizky kepada VOA.

Rusia Tunjuk Perwira Tinggi Militer Baru untuk Pimpin Pasukannya di Ukraina

Rizky berpendapat perdamaian masih akan sulit diwujudkan, Namun, sekali lagi ia menekankan bahwa kunci untuk mengakhiri perang tersebut adalah negara-negara besar pendukung Ukraina, terutama yang anggota NATO, ke depannya harus semakin legowo. Mereka, katanya, harus melihat penghentian perang tersebut semata-mata demi kepentingan perdamaian dunia.

“Sementara kalau saya melihat Rusia cukup solid untuk memanfaatkan konflik ini, dalam artian untuk mempertahankan ekonomi domestiknya. Di tengah kelangkaan sejumlah komoditas dia bisa bermain dan dia tahu bahwa banyak negara-negara yang selama ini mempunyai hubungan ekonomi dengan Rusia sudah memahami inti masalah ada dimana. Saya melihat kepercayaan diri dari Putin sangat tinggi, apalagi setelah dia melihat perkembangan saat ini. Buktinya walaupun beberapa kali digoyang atau diserang secara politik oleh negara-negara Barat, Putin tidak mundur,” jelasnya.

HRW: Konflik Ukraina Termasuk di Antara Pelanggaran HAM Global

Meski begitu, ia juga melihat Putin memiliki keinginan untuk berdamai. Menurutnya, Rusia lama kelamaan tidak akan kuat secara finansial bila harus terus membiayai perang yang tidak berkesudahan ini.

Lebih jauh, Rizky menuturkan, jika negara-negara lain termasuk Indonesia, ingin mendamaikan kedua negara tersebut, strategi ke depannya harus diperbaharui.

“Kita sudah cukup menekan tahun lalu, berkomunikasi dengan Moskow, dengan Putin, sekarang kita saatnya bicara, mungkin yang terlihat berkomunikasi dengan Ukraina, tetapi jangan fokus di Ukrainanya saja, tapi juga di negara-negara pendukungnya juga diajak bicara. Bagaimana pun kita nggak bisa begini terus, ego-ego negara barat ini yang menurut saya yang masih menghambat proses perdamaian antara Rusia dan ukraina,” pungkasnya.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS