SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Daerah Kubu Raya Dukung Kemajuan UMKM di Desa Teluk Nangka, Kelompok 36 KKL IAIN Pontianak Ikuti Proses Produksi Tempe

Dukung Kemajuan UMKM di Desa Teluk Nangka, Kelompok 36 KKL IAIN Pontianak Ikuti Proses Produksi Tempe

Kelompok 36 KKL IAIN Pontianak saat silaturahmi dengan UMKM produksi tempe. SUARAKALBAR.CO.ID/ist

Kubu Raya (Suara Kalbar) – Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) kini menjadi bidang usaha yang cukup menjanjikan, di mana setiap lapisan masyarakat dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya menjadi sesuatu yang bernilai jual. Salah satu jenis UMKM yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah produksi tempe.

Sholeh Suparman, seorang pengusaha tempe yang sudah malang melintang di Desa Teluk Nangka Kabupaten Kubu Raya, telah memulai usahanya sejak masih bujangan bersama kedua orang tuanya.

Pada Selasa (6/8/2204), mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) IAIN Pontianak kelompok 36 bersilaturahmi ke kediaman Sholeh. Mahasiswa KKL bertemu secara langsung dengan Sholeh dan mendapatkan penjelasan singkat serta jelas tentang proses produksi tempe.

Sholeh menjelaskan bahwa bahan baku utama dalam proses pembuatan tempe adalah kacang kedelai. Terdapat dua jenis kedelai yang biasa digunakan, yaitu kedelai lokal dan impor. Menurut Sholeh, mereka cenderung lebih memilih menggunakan kedelai impor karena harganya yang lebih rendah dibandingkan kedelai lokal. Perbedaan harga ini cukup signifikan, di mana kedelai impor hanya berharga belasan ribu rupiah sementara kedelai lokal bisa mencapai Rp20.000 per kilogram.

“Saya lebih memilih kedelai impor karena harganya lebih terjangkau, hingga biaya produksi bisa lebih rendah dan harga jual tetap di harga yang lebih ramah kantong,” ucap Sholeh.

Meski secara kualitas kedelai lokal dianggap lebih baik, para pengusaha menyesuaikan penggunaan kedelai dengan modal yang dimiliki. Sholeh menjelaskan bahwa perhitungan ekonomi sangat penting dalam bisnis ini. Dalam satu kilogram kedelai, Sholeh harus bisa memproduksi dan memasarkan produknya dengan efisien.

Sholeh kembali menjelaskan, proses produksi tempe diawali dengan merendam kacang kedelai agar sedikit mengembang, kemudian mencucinya hingga bersih. Kedelai tersebut kemudian direbus sampai mendidih dan ditiriskan hingga dingin. Setelah itu, kedelai direndam lagi selama satu malam untuk mengembangkan keasaman tempe.

“Setelah proses perendaman selesai, kedelai ditiriskan dan dibelah menjadi dua bagian,” ungkapnya.

Proses selanjutnya adalah mengolah kedelai hingga benar-benar matang, baik dengan cara direbus maupun dikukus. Kedelai yang telah matang kemudian didinginkan dengan cara dihamparkan, lalu dilakukan proses peragian dengan menggunakan ragi khusus untuk tempe.

“Takaran yang digunakan Sholeh adalah 1/2 – 1 sendok makan ragi tempe per kilogram kedelai. Kedelai yang telah diragi kemudian dibungkus menggunakan daun atau plastik. Jika menggunakan plastik, maka plastiknya harus ditusuk-tusuk untuk memberikan ruang udara,” jelasnya lagi.

Setelah semua proses pembuatan selesai, tempe siap dipasarkan dua hari kemudian. Sholeh memasarkan produknya di pasar lokal sekitar Desa Teluk Nangka. Dari 1 kilogram kedelai, Sholeh dapat menghasilkan 20-22 bungkus tempe dengan harga eceran Rp1.000 per bungkus. Keuntungan yang diperoleh dari 1 kilogram kedelai berkisar antara Rp5.000 hingga Rp7.000.

Sholeh juga menyampaikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses produksi tempe, seperti takaran ragi yang tidak pas dan perubahan cuaca yang tak menentu yang dapat menghambat pertumbuhan jamur pada tempe.
Dengan adanya kunjungan dari mahasiswa KKL ini, Sholeh mengungkapkan rasa senangnya karena merasa didukung sebagai salah satu pelaku usaha lokal.

“Untuk sekadar usaha lokal rumahan, Alhamdulillah mencukupi,” tutup Sholeh.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

 

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan