Transformasi Kesehatan Cegah Warga Kepri Berobat ke Luar Negeri
Tanjungpinang (Suara Kalbar) – Transformasi pelayanan kesehatan pada era sekarang menjadi sebuah keniscayaan demi mewujudkan mutu pelayanan yang mudah, cepat, dan setara kepada semua elemen masyarakat tanpa memandang status sosial.
Di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kondisi pelayanan kesehatan masih dihadapkan sejumlah tantangan, yang apabila tidak segera diatasi tentu akan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan di daerah itu sendiri.
Bagaimana tidak, letak geografis Kepri yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, menjadi tantangan nyata dari segi persaingan pelayanan kesehatan.
Akses yang dekat–dengan jarak kurang lebih satu sampai 2 jam melalui jalur laut dari Kepri ke Malaysia atau Singapura–memicu sebagian warga Kepri itu lebih memilih melakukan perjalanan wisata medis (berobat) ke negara tetangga dibanding berobat di dalam negeri, seperti ke Jakarta menggunakan pesawat dan biaya akomodasi yang lebih besar pula.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kepri, tercatat dalam setahun warga setempat bisa menghabiskan dana sekitar Rp300 miliar untuk berobat ke luar negeri, nominal yang besar. Jadi, alangkah baiknya kalau uang tersebut berputar di Kepri sekaligus mendorong perputaran ekonomi masyarakat.
Klaim data biaya pengobatan Itu bersumber dari laporan medical check up pelayanan kesehatan atau rumah dari Malaysia dan Singapura.
Hal ini menandakan bahwa antusiasme warga Kepri berobat ke negeri jiran dari tahun ke tahun relatif tinggi, salah satunya berkaitan dengan pengobatan penyakit jantung. Padahal jika ditilik, biaya berobat jantung ke luar negeri itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengobatan dalam negeri. Misalnya, operasi jantung di Indonesia sekitar Rp150 juta, sementara di luar negeri bisa sampai Rp250 juta.
Faktor lain kenapa masyarakat tertarik berobat ke Malaysia atau Singapura, karena fasilitas dan pelayanan kesehatan yang diberikan relatif lebih lengkap dan cepat. Sebagai contoh, operasi jantung di Malaysia cuma membutuhkan waktu sekitar belasan hari setelah menjalani medical check up. Berbeda dengan Indonesia, khususnya Kepri, pasien harus antre berbulan-bulan untuk operasi jantung.
Di sisi lain, fasilitas dan pelayanan kesehatan rumah sakit, terutama untuk penyakit jantung di Kepri, belum memadai akibat minimnya dokter spesialis jantung. Misalnya, dokter bedah jantung yang dibutuhkan tujuh orang, tapi yang ada sekarang baru tiga orang. Sementara untuk mencari empat orang lagi tidak mudah, perlu waktu dan proses cukup panjang.
Salah seorang warga Kepri yang pernah berobat sakit jantung di Malaka, Malaysia, mengakui kualitas layanan kesehatan yang diberikan pihak rumah sakit di negeri jiran tersebut, mulai dari penjemputan di pelabuhan hingga tiba di rumah sakit dilayani dengan sangat ramah dan baik, sehingga ini jadi salah satu alasan ia berobat ke seberang.
Komitmen tingkatkan pelayanan kesehatan
Oleh karena itu, pelayanan kesehatan Indonesia, terutama di Kepri, sudah saatnya berbenah dari berbagai aspek guna mengantisipasi persaingan dengan negara lain.
Persaingan pelayanan kesehatan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura tidak bisa diabaikan begitu saja, sebab berdampak larinya devisa ke luar negeri.
Fenomena banyaknya warga Kepri yang berobat ke negara serumpun itu juga tak luput dari perhatian Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selaku lembaga negara yang bertugas menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.
Direktur BPJS Kesehatan RI Ali Ghufron menekankan perlunya komitmen bersama semua pihak dalam upaya meningkatkan mutu layanan kesehatan di tanah air, agar warga pada akhirnya lebih memilih berobat di dalam negeri dibanding luar negeri.
Untuk wilayah Kepri, BPJS Kesehatan terus menggalakkan transformasi pelayanan kesehatan dengan tagline mudah, cepat, dan setara. Ini sekaligus mendorong mitra fasilitas kesehatan (faskes) terus meningkatkan pelayanan terhadap peserta jaminan kesehatan nasional (JKN). Harapannya, masyarakat semakin merasa senang dan puas dengan layanan kesehatan dalam negeri tanpa perlu repot-repot ke luar negeri.
BPJS Kesehatan Tanjungpinang Cabang Tanjungpinang, Kepri, sejauh ini telah menelurkan beberapa kebijakan terkait peningkatan performa layanan kesehatan, antara lain, menerapkan janji layanan JKN di seluruh fasilitas kesehatan. Informasi janji layanan itu dipajang di tiap-tiap faskes supaya dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.
Janji layanan tersebut mulai diterapkan pada tahun 2023 yang berisi enam poin, yakni menerima NIK/KTP/KIS digital untuk pendaftaran pelayanan, tidak menerima dokumen fotokopi dari peserta JKN sebagai syarat pendaftaran pelayanan, memberikan pelayanan tanpa biaya tambahan di luar ketentuan.
Kemudian, tidak melakukan pembatasan hari rawat pasien (sesuai indikasi medis), memberikan pelayanan obat yang dibutuhkan dan tidak membebankan peserta mencari obat jika terdapat kekosongan obat, dan melayani peserta dengan ramah tanpa diskriminasi.
Bagi faskes yang tidak mematuhi janji layanan itu bakal mendapat sanksi berupa pemutusan kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Sejak janji layanan JKN itu mulai diterapkan, sampai saat ini BPJS Kesehatan Tanjungpinang mengklaim tak ada menerima keluhan/laporan masyarakat terkait kendala pelayanan di faskes mitra mereka.
Selain itu, BPJS Kesehatan pun memastikan akses pelayanan kesehatan peserta JKN tak mengalami kendala dari segi pembiayaan pengobatan dengan semakin sehatnya aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) pada tahun 2024.
BPJS Kesehatan Tanjungpinang sejak awal tahun 2023 sampai pertengahan 2024 tidak memiliki tunggakan klaim atau utang di fasilitas kesehatan, apakah itu di rumah sakit, klinik, maupun puskesmas.
Dalam setahun, BPJS Kesehatan Tanjungpinang menganggarkan senilai Rp356 miliar dana klaim pelayanan kesehatan peserta JKN, sedangkan terhitung hingga Juli 2024, total sudah Rp186 miliar dana yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada faskes mitra kerja.
Terdapat beberapa jenis penyakit yang menelan klaim biaya terbesar BPJS Kesehatan. Rata-rata penyakit katastropik, seperti jantung, kanker, gagal ginjal, cuci darah, hingga diabetes. Persoalan serupa terjadi hampir di semua daerah di Indonesia.
Sebagai contoh, untuk biaya pemasangan ring pasien jantung, itu menyedot ongkos mencapai ratusan juta rupiah.
Adapun biaya cuci darah pasien gagal ginjal, membutuhkan sekitar Rp1 juta untuk sekali perawatan, di mana dalam sebulan minimal delapan kali perawatan.
Demikian pula dengan biaya kemoterapi pasien kanker yang mencapai belasan juta rupiah.
Pengobatan penyakit penyakit tidak menular tersebut kini sudah dapat diakses di rumah sakit rujukan, RSUP Raja Ahmad Tabib Kepri yang terletak di Kota Tanjungpinang.
Dengan begitu, warga Kepri tak harus ke luar negeri untuk berobat seperti sakit jantung karena pelayanan serupa sudah tersedia di daerah dengan kualitas tak kalah dibanding luar negeri. Yang paling penting ialah seluruh biaya pengobatannya ditanggung BPJS Kesehatan.
Tak sampai di situ, transformasi kesehatan juga dilakukan BPJS Kesehatan melalui penerapan digitalisasi layanan berobat di rumah sakit.
Pada akhir tahun 2023, BPJS Kesehatan Tanjungpinang bersama RSUP Raja Ahmad Tabib Kepri telah memperkenalkan sistem antrean online dengan memanfaatkan aplikasi Mobile JKN yang dikelola BPJS Kesehatan.
Melalui aplikasi itu, masyarakat dapat menentukan jadwal ke faskes, lalu memilih dokter dan memonitor antrean secara real time melalui handphone.
Sementara itu, pihak rumah sakit dapat melihat jumlah pasien yang telah mendaftar dan memperkirakan waktu tunggu, menjadwalkan konsultasi dengan lebih terstruktur, hingga menghindari penumpukan pasien di rumah sakit pada waktu yang sama.
Lewat aplikasi itu juga, BPJS Kesehatan turut mendorong pihak rumah sakit menyiapkan dashboard tempat tidur pasien yang bisa diakses secara online ataupun on the spot setiap harinya.
Dari fitur itu, masyarakat dapat melihat tempat tidur pasien BPJS Kesehatan kelas yang masih kosong atau sudah terisi. Fitur ini bisa mencegah munculnya dugaan diskriminasi layanan kesehatan di rumah sakit. Misalkan, rumah sakit menolak pasien BPJS Kesehatan dengan alasan tempat tidur penuh.
Di sisi lain, peserta BPJS Kesehatan datang berobat ke RSUD Kepri tak perlu lagi membawa kartu JKN, tapi cukup menunjukkan NIK e-KTP bisa langsung dilayani secara medis.
Dari sisi kepesertaan, cakupan peserta BPJS Kesehatan Tanjungpinang yang membawahkan lima wilayah di Kepri sudah mencapai 97,42 persen atau 2.112.371 orang sekaligus meraih penghargaan Universal Health Coverage (UHC).
Dengan adanya UHC maka dipastikan setiap warga memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan bermutu dengan biaya terjangkau.
Layanan kesehatan terus membaik
Kolaborasi antara RSUD Raja Ahmad Tabib Kepri dengan BPJS Kesehatan Tanjungpinang dari segi digitalisasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat terus menunjukkan hasil yang positif.
Dari catatan pihak rumah sakit milik Pemprov Kepri itu, jumlah kunjungan pasien terus meningkat setiap tahunnya. Hingga pertengahan tahun 2024, rata-rata bisa mencapai 600 kunjungan per hari.
Kondisi itu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yang mana tingkat kunjungan pasien pada kisaran 200 sampai 300 kunjungan pasien per hari, karena cukup banyak warga yang berobat ke luar negeri, seperti Malaysia.
Peningkatan kunjungan pasien itu membuktikan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap RSUD ini semakin tinggi, seiring peningkatan dan perbaikan kualitas pelayanan di rumah sakit yang terletak pusat ibukota, Tanjungpinang itu.
Apalagi RSUD berstatus Tipe B tersebut berkomitmen menjadi rumah sakit rujukan utama dalam bidang kardiovaskular atau pengobatan jantung di daerah tersebut.
Komitmen ini diperkuat dengan penunjukan RSUD Raja Ahmad Tabib sebagai rumah sakit jejaring pengampuan Pelayanan Kardiovaskular Strata Utama di wilayah Kepri, sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1341/2023 tanggal 11 Mei 2023.
Sejak 10 Mei 2023, pihak rumah sakit itu telah melayani tindakan intervensi jantung non-bedah dua kali dalam seminggu, yaitu hari Selasa dan Kamis. Sebelumnya, angka rujukan pasien penyakit jantung ke luar Kepri hingga luar negeri cukup tinggi.
Namun, dengan adanya layanan pengobatan jantung, khususnya tindakan intervensi jantung non-bedah di RSUD Raja Ahmad Tabib, angka rujukan tersebut berhasil dikurangi secara signifikan.
Berdasarkan data hingga Februari 2024, tercatat 143 pasien dengan rentang usia 38 hingga 70 tahun telah mendapatkan layanan, mayoritas pasien laki-laki.
Di sisi lain, untuk meningkatkan kualitas layanan dan kompetensi sumber daya manusia (SDM), RSUD Raja Ahmad Tabib mengadakan kegiatan proctorship diagnostik invasif dan intervensi non-bedah bekerja sama dengan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Proctorship ini merupakan cara efektif untuk memastikan bahwa RSUD Raja Ahmad Tabib dapat memberikan perawatan dan pengobatan jantung yang berkualitas kepada pasien.
Melalui kegiatan ini, kompetensi SDM dalam melakukan tindakan medis dapat terus meningkat sehingga RSUD tersebut dapat menjadi rujukan utama bagi pasien jantung di Kepri.
Sampai saat ini pula RSUD Raja Ahmad Tabib memiliki sekitar 50 dokter spesialis, 30 dokter umum, dan ratusan perawat di RSUD milik Pemprov Kepri itu untuk melayani kesehatan masyarakat 1×24 jam.
Sementara, tingkat okupansi atau keterisian kamar pasien RSUD ini cukup tinggi, yaitu sekitar 80 persen.
Pihak rumah sakit secara umum juga lebih banyak melayani pasien JKN yang mencapai 98 persen dan sisanya 2 persen ialah pasien umum. Data ini menandakan RSUD Raja Ahmad Tabib hadir melayani masyarakat menengah ke bawah dengan biaya kesehatan terjangkau.
Adapun penyakit pasien yang berobat di RSUD ini beragam, mulai dari jantung, sesak nafas, kecelakaan, hingga persalinan.
Pihak rumah sakit akan terus memaksimalkan sumber daya yang ada guna memberikan pelayanan kesehatan masyarakat, baik di IGD maupun perawatan.
Terbaru, pada tahun 2024, RSUD ini mencatat sejarah dengan sukses melaksanakan operasi laparoskopi kista ginjal perdana oleh dokter Erlan Jaya beserta tim operasi.
Operasi ini merupakan tonggak penting dalam pengembangan pelayanan kesehatan di Tanjungpinang, khususnya dalam bidang minimal invasif urologi. Biaya operasi ini pun ditanggung penuh oleh BPJS Kesehatan setempat.
Perbaikan kualitas pelayanan juga sampai ke tingkat puskesmas, seperti yang dirasakan sejumlah warga Tanjungpinang pemegang kartu JKN ketika datang berobat ke puskesmas tak perlu lagi menunjukkan kartu JKN, tapi cukup dengan NIK KTP sudah bisa berobat dengan prosedur serba mudah dan gratis pula.
Pelayanan kesehatan yang diberikan dokter/perawat pun kini semakin membaik, tak ada perlakuan berbeda antara pasien BPJS Kesehatan atau umum. Semua pasien dilayani dengan ramah dan setara.
Dengan peningkatan pelayanan kesehatan di semua aspek, ke depan secara bertahap tak ada lagi warga Kepri yang memilih berobat ke luar negeri. [ANTARA]
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS