Oleh: Hendy Pebrian Azano Ramadhan Putra
Jas Merah, sebuah semboyan yang pertama kali dipopulerkan oleh Bapak Proklamator Kemerdekaan Ir. Soekarno. Dalam pidato terakhirnya sebagai Presiden pada tahun 1966, The Founding Father berpesan untuk “Djangan sekali-kali Meninggalkan Sedjarah”. Pesan dengan makna yang mendalam tersebut selanjutnya dikenal sebagai “Jas Merah”.
10 November 2023 jadi Hari Pahlawan ke-76 yang diperingati setelah kemerdekaan. Hari Pahlawan tentu bukanlah sekedar peringatan belaka, melainkan menjadi momen yang penting untuk mengingatkan kita bahwa negara ini eksis dan tetap tegak berkat pengorbanan dari para pahlawan. Sehingga, mampu memupuk semangat patriotisme dan nasionalisme dalam sanubari kita.
Pahlawan dalam Rupiah
Tak cukup sampai disitu. Sebagai apresiasi perjuangan tak kenal menyerah para patriot bangsa, nama-nama mereka pun tidak hanya tertulis dalam catatan sejarah, tetapi juga termaktub jelas dalam mata uang negara kita tercinta. Tujuannya, kita dapat mengenang jasa para veteran bangsa sembari mempelajari sejarah Indonesia dari uang yang dipegang. Dalam setiap lembarnya, terpatri simbol perjuangan, keberanian dan semangat para pahlawan merebut kemerdekaan dari penjajahan.
Uang Rupiah pertama kali diterbitkan Bank Indonesia pada tahun 1952. Sejak itu pula, pahlawan-pahlawan nasional silih berganti mengisi gambar utama pada Rupiah. Dimulai dari Rupiah pertama yang menampilkan RA Kartini dalam pecahan Rp5 dan Diponegoro dalam Rp100 seri kebudayaan. Bank Sentral terus mempertahankan tradisi ini hingga kini. Dalam keluaran terbarunya, Rupiah tetap menonjolkan para kusuma bangsa di dalam setiap lembarnya. Pada uang Rp100.000 misalnya, Bung Karno dan Bung Hatta masih setia terpajang pada gambar utama bagian depan.
Sementara, pada nominal Rp50.000 hingga Rp1.000 berurutan dihiasi oleh Ir. Djuanda, Sam Ratulangi, Frans Kaisiepo, KH Idham Chalid, Hoesni Thamrin, dan Cut Nyak Meutia. Pemilihan pahlawan dibalik Rupiah pun bukanlah tanpa dasar. Berlandaskan nasionalisme, setiap pahlawan yang dipilih mewakili tiap-tiap wilayah di NKRI, mulai dari Sumatra hingga Papua. Cut Nyak Meutia mewakili Sumatra, KH Idham Chalid mewakili Kalimantan, Ir. Djuanda mewakili Jawa, Sam Ratulangi mewakili Sulawesi, dan Frans Kaisiepo mewakili Papua. Ukiran sejarah pahlawan dalam uang Rupiah menggambarkan bukti konkrit penghargaan terhadap jasa para pahlawan.
Dengan demikian, sudah seyogianya kita lebih menghargai jasa para pahlawan. Caranya, dengan cinta dan bangga terhadap Mata Uang kita. Hal ini dapat diaktualisasikan setidaknya melalui dua langkah. Pertama, mencintai Rupiah dengan merawatnya. Praktiknya, tidak mencoret-coret uang seperti yang sering kita temukan pada uang Rp1.000 bergambar Kapitan Pattimura. Rupiah seharusnya dirawat dengan 5 Jangan (jangan dilipat, jangan dicoret, jangan diremas, jangan distapler, dan jangan dibasahi).
Kedua, gunakan Rupiah dalam setiap transaksi, bukan mata uang lain, apalagi permen. Hal ini selaras dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah. Tentu kita tidak menginginkan kasus Sipadan-Ligitan terulang kembali, bukan?
Mewarisi Kemerdekaan
Bangsa yang besar itu bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Sebagai pewaris kemerdekaan, Rupiah seharusnya tidak kita pandang sebagai alat pembayaran semata. Bukan sekedar angka atau nilai tukar belaka. Lebih dari itu, Rupiah harus kita cintai dan banggakan sebagai wujud “djangan sekali-kali meninggalkan sedjarah” terhadap pahlawan yang telah mewariskan kemerdekaan.
Selamat Hari Pahlawan!!
*Penulis adalah Pegawai Bank Indonesia
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS