Hukum dan Makna Halal Bihalal Menurut Pandangan Islam
Suara Kalbar – Setiap tahun, umat Islam di Indonesia selalu melaksanakan acara halal bihalal setelah Hari Raya Idul Fitri. Acara ini diadakan sebagai sarana untuk berkumpul dan bermaaf-maafan antara keluarga, teman, dan kerabat. Namun, bagaimana sebenarnya hukum halal bihalal dalam pandangan Islam? Apa makna dan tujuan dari acara ini?
Menurut NU Online, halal bihalal memiliki beberapa pandangan dalam Islam. Dalam pandangan fikih, kata “halal” berarti tidak bertentangan dengan hukum Islam atau tidak haram. Ketika seseorang melakukan halal bihalal, ia berarti mengubah sesuatu yang sebelumnya dianggap haram menjadi tidak berdosa. Dalam acara ini, umat Muslim saling memaafkan dan berdamai dengan hati yang lapang.
Namun, dalam pandangan fiqih, halal bihalal juga bisa mencakup hal yang makruh atau tidak dianjurkan oleh agama. Meskipun tidak dosa ketika melakukannya, namun meninggalkan hal tersebut dinilai lebih baik.
Dari segi bahasa atau linguistik, kata “halal” berasal dari kata “halla” atau “halala” yang memiliki makna sesuai dengan konteks kalimatnya. Halal bihalal bisa diartikan sebagai upaya untuk meluruskan permasalahan atau masalah dan menyambung kembali tali silaturahmi antara sesama.
Dalam pandangan Qurani, halal bisa berarti sesuatu yang menyenangkan. Dalam Al Quran, umat Muslim dituntut untuk saling memaafkan dan berbuat baik kepada sesama. Halal bihalal dimaksudkan untuk saling menyenangkan dan menjaga keharmonisan sesama umat Muslim serta kehidupan masyarakat luas.
Dengan demikian, hukum halal bihalal diperbolehkan dalam tujuan yang baik yaitu menyambung tali silaturahmi serta saling memaafkan satu sama lain. Acara ini juga dimaksudkan untuk saling menyenangkan dan menjaga keharmonisan antara umat Muslim dan kehidupan masyarakat luas. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk menghayati makna dan tujuan dari acara halal bihalal agar dapat merayakannya dengan penuh kesadaran dan makna yang sesungguhnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS