Landak  

Kasi Pendis Kemenag Landak Nilai Menag Yaqut Tak Bermaksud Bandingkan Azan dengan Gonggongan Anjing

Kasi Pendis Kemenag Landak, H.Hasib Arista, M.Pd.I 

Landak (Suara Kalbar) – Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam (Kasi Pendis) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Landak H.Hasib Arista, M.Pd.I  menegaskan,pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Kholil Qaumas tidak sama sekali bermaksud membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.

“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing akan tetapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” tegasnya disaat menanggapi bermacam komentar  dan kritikan terhadap pernyataan Menteri Agama, dalam rilisnya yang diterima Suarakalbar.co.id pada Sabtu (26/2/2022).

Menurutnya  Esensi dari pernyataan Menteri Agama bertujuan dalam rangka memupuk sekaligus merawat keberagaman dan toleransi dengan mengatur volume dan waktu penggunaan  pengeras suara di lokasi yang mana masyarakatnya kebanyakan non muslim.

Hasib Arista mengatakan, kebijakan pengaturan pengeras suara diatur dalam Surat Edaran (SE) Menag Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola.

“ Esensi dasar dikeluarkan  aturan ini adalah untuk menjaga dan merawat keharmonisasian di tengah masyarakat yang heterogen,” kata Hasib Arista.

Menurut Hasib Arista, jika selama ini masyarakat non muslim  terkesan tidak terganggu dengan suara azan, bisa jadi karena mereka menahan diri atas ketidaknyamanan yang mereka rasakan

“Kalau selama ini tidak ada tanggapan kaum non muslim, bisa jadi karena mereka minuritas, atau boleh jadi mereka menjaga ketergangguan itu. Untuk itu bagi Hasib Arista, pokok pernyataan Menag hanya ingin menjaga keharmonisan  untuk hidup bersama  di negeri ini,”ujarnya.

Hasib Arista meminta kepada orang di luar sana, mari pahami betul-betul Esensi pernyataan itu, jangan di tarik ke hal lain yang keluar dari Esensi dasar.

“Jangan semua di pandang tidak  ada yang positif, lalu di blowup ( dibesar-besarkan ) karena dipandang kontropersial,” ujarnya.

Dia sangat memahami maksud Menteri Agama, dan tidak ada maksud  untuk membandingkan  suara azan dengan gonggongan anjing, hanya saja menganalogikan ketergangguan saja.

Ini hanya Diksi, sebab, dalam kaidah bahasa, sesuatu yang tidak sama, bukan sebuah perbandingan. Contoh suara azan dengan Gonggongan Anjing, ini sesuatu yang tidak bisa di bandingkan karena suaranya beda.

“Karena itu orang yang mengatakan Menag membandingkan  suara azan dengan Gonggongan anjing salah, karena jelas suara azan dan gonggongan anjing bukan perbandingan, tapi yang dibandingkan menag itu, sama rasa ketergangguannya,” ucapnya.

Lebih jauh menurut Hasib Arista, pihak yang berkomentar dan mengkeritik penyataan Menag ketika di wawancari di sel-sela kunjungan kerjanya di Pekanbaru itu tidak memahami dari Esensi pernyataan itu, dan tidak berpegang pada kaidah bahasa yang benar, padahal Menag hanya ingin menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi, sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan  kebisingan pengeras suara dan  apapun yang bisa membuat tidak nyaman.

Dalam penjelasan itu, Menag memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan yang lainnya, makanya beliau menyebut kata misal. Dan ini yang kurang dipahami oleh orang yang banyak berkomentar itu,  Yang di Maksud Menteri Agama  adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai  minoritas di kawasan tertentu, dimana masyarakatnya  banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi  dari tetangga yang memelihara anjing.

Menag, Lanjut Hasib Arista, tidak melarang masjid dan mushola menggunakan pengeras suara saat azan, karena itu merupakan bagian dari syiar Agama Islam. Edaran yang dikeluarkan Menag hanya mengatur antara lain terkait Volume  suara agar maksimal 100 db ( Desibel ). Selain itu, mengatur  tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.

“Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, hanya 100 Db maksimal. diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum  dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan,” tegasnya.