SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda News Bersinergi Meminimalisir Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Bersinergi Meminimalisir Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Ilustrasi

Pontianak (Suara Kalbar) – Tercatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami catatan peningkatan. Baik klaim dari pemerintah maupun lembaga yang konsen dibidang perempuan dan anak.

Dibutuhkan semua instrumen yang saling bersinergi untuk meminimalisasinya. Mulai dari pemerintah, masyarakat, media dan lembaga-lembaga terkait.

Di Kalbar, Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK aktif dalam melakukan sosialisasi dan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan.

Citradaya Nita (CN) 2019 yang merupakan bagian dari program Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) bersama Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) menggelar diskusi “Stop Kekerasan Perempuan” bersama para aktivis jurnalis beberapa media di Pontianak.

Mengangkat tema Stop Kekerasan Perempuan, diskusi keempat ini dilaksanakan secara daring dikarenakan kondisi Covid-19 yang belum stabil di Pontianak. Bersama Ketua LBH APIK, Tuti Suprihatin dan Ketua Puspa Kalbar, Reni Hidjazie, diskusi berjalan selama tiga jam.

Tuti Suprihatin menjelaskan tren peningkatan kekerasan terhadap perempuan di dunia siber. Salah satu bentuknya, dendam akibat sakit hati pada perempuan dengan menyebarkan konten pornografi di dunia maya.

“Korban merasakan malu untuk melapor. Padahal ini harus ditindak. Dan korban juga mesti didampingi,” ungkap Tuti.

Jenis kekerasan revenge porn yang kerap terjadi saat perpisahan pasangan. Setelah hubungan berakhir, kata dia, pihak pria dalam beberapa kasus mengancam mantan kekasihnya dengan menyebar foto telanjang atau video seks ke internet. Tujuannya, memaksa kembali mantan kekasihnya kembali. Ada juga yang tujuannya untuk pemerasan.

Kekerasan terhadap perempuan meninggalkan trauma dan luka berkepanjangan. Jika tidak dilakukan proses penyembuhan maka akan berdampak lebih jauh pada kejiwaan dan akan berpengaruh pada sosialnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Puspa Kalbar, Reni Hidjazie.

“Pernah dalam tahap pendampingan, kami bersama dengan ibu-ibu korban kekerasan, hanya duduk diam saja lalu tiba-tiba mereka langsung menangis terisak, ada pula yang langsung meluapkan kekesalannya. Trauma berkepanjangan itu terus dirasakan jika tidak dilakukan proses penyembuhan. Beda dengan anak-anak yang bisa melakukan aktivitas sehari-hari mereka dengan bermain untuk menghilangkan trauma,” ujar Reni.

Lanjut Reni, sejatinya yang dilakukan Puspa Kalbar sejauh ini adalah mensosialisasikan dan mengampanyekan tentang bentuk kerasan pada perempuan, membentuk Puspa lainnya di kabupaten karena belum semua wilayah punya forum Puspa.

Proses correct data menjadi tantangan Puspa Kalbar karena data yang menjadi pijakan untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang ada.

Butuh sinergi untuk memberikan pertolongan kepada korban. Hal tersebut diutarakan oleh Tuti Suprihatin, selaku Ketua LBH APIK. Anggaran menjadi salah satu kendala dalam prosesnya. Tidak ada anggaran khusus dari dinas-dinas terkait jika mereka membawa kasus terkait, ” terangnya.

Ini menjadi dilema saat penegakan hukum ingin dilakukan namun minimnya anggaran menjadi kendala.

“Miris.Pernah dalam tahap pendampingan, kami bersama dengan ibu-ibu korban kekerasan, hanya duduk diam saja lalu tiba-tiba mereka langsung menangis terisak, ada pula yang langsung meluapkan kekesalannya. Trauma berkepanjangan itu terus dirasakan jika tidak dilakukan proses penyembuhan. Beda dengan anak-anak yang bisa melakukan aktivitas sehari-hari mereka dengan bermain untuk menghilangkan trauma,” ujar Reni.

Lanjut Reni, sejatinya yang dilakukan Puspa Kalbar sejauh ini adalah mensosialisasikan dan mengampanyekan tentang bentuk kerasan pada perempuan, membentuk Puspa lainnya di kabupaten karena belum semua wilayah punya forum Puspa.

Proses correct data menjadi tantangan Puspa Kalbar karena data yang menjadi pijakan untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang ada.

Butuh sinergi untuk memberikan pertolongan kepada korban. Hal tersebut diutarakan oleh Tuti Suprihatin, selaku Ketua LBH APIK. Anggaran menjadi salah satu kendala dalam prosesnya. Tidak ada anggaran khusus dari dinas-dinas terkait jika mereka membawa kasus tersebut.

“Penganan satu kasus saja banyak anggaran. Apalagi ada kasus hukum dan butuh waktu lama. Anggran satu kasus bukan satu atau dua bulan butuh paling sedikit tiga bulan apalagi kalau sidang keluar daerah. Pernah kami melakukan pendampingan di Bengkayang, pendampingan dari proses di kelurahan, BAP kepolisian, sampai ke tahanan dan harus bolak balik delapan kali,” jelas Tuti.

Kendala lainnya yaitu terletak pada korban. Masih banyak yang merasa malu dengan masalah yang dihadapinya, keyakinan korban bahwa si pelaku masih mencintainya dan bukan memanfaatkannya, serta saksi yang sulit dicari, banyak saksi yang tahu masalah tersebut tapi tak ingin berurusan dengan polisi.

Oleh sebab itu jadi tugas besar bagi Tuti dan teman-teman bagaimana melakukan pencegahan dan semua orang mendapat informasi tentang kekerasan perempuan dan ana, apa yang harus mereka lakukan ketika mengalami kekerasan, kepada siapa melapor dan bagaimana melapor.

Serta memastikan proses penanganan dari awal sampai akhir terutama proses hukum dan mendapatkan perlindungan setelah itu.

Tak hanya pemerintah dan lembaga, media juga punya andil dalam mengurangi kekerasan perempuan dan anak. Hal tersebut diutarakan oleh Reni.

“Kami sangat terbantu dengan adanya media, membantu memberitakan beberapa peristiwa kekerasan. Mungkin bisa dipertimbangkan untuk membantunya secara berkala, jadi teman-teman media memberi ruang untuk isu kekerasan perempuan,” harap Reni.

Namun di lain sisi Reni berharap agar bahasa yang digunakan untuk menggambarkan situasi kejadian yang dialami korban tidak terlalu vulgar sehingga tidak membuat orang membayangkannya ketika membaca.

Reni juga memberi saran kepada teman-teman jurnalis untuk memberi imbauan di akhir tulisan yaitu mengajak membantu korban untuk melindungi dan mendapatkan haknya.

Tuti juga memberikan masukan kepada beberapa media yang menulis berita namun justru memojokkan korban untuk mencoba mengambil sudut lain yang yang tidak membuat mereka malu.

“Kita harap pemberitaan juga bisa menciptakan iklim positif bagi para korban, contoh berita yang membuat mereka semangat dalam menjalani kasus dan kedepannya. Kita butuh suntikan pemberitaan yang membuat kita tidak bisa,” pungkasnya.

Penulis  : Tim Liputan

Editor    : Dina Wardoyo

Komentar
Bagikan:

Iklan