News  

Dana BPDPKS Tak Berpihak Petani Kecil

Sekadau (Suara Kalbar) – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menuntut pemerintah memperbaiki kebijakan penyaluran dana perkebunan kelapa sawit.

Menurut ketua SPKS Sekadau, Bernadus Mohtar, pembagian dana selama ini tidak adil lantaran terlalu berpihak ke perusahaan besar.

“Saat ini penyaluran dana sangat tidak adil dan merugikan petani,” tutur Mohtar saat dihubungi via WhatsApp disela kegiatannya di Jakarta, Selasa (27/3).

Dia menegaskan menurut catatan SPKS nasional, dana sawit yang terkumpul sepanjang 2015-2017 mencapai Rp 27,94 triliun, namun porsi pembagian dana untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit sangat kecil.

“Jumlah itu hanya sekitar 1 persen atau sekitar Rp 25 juta per hektare yang di kembalikan ke petani kecil, dan tercatat, pada tahun 2015-2016, ada sekitar 5%, pada 2017 sekitar 22%, dan pada 2018, sebagian besar dana digunakan justru untuk subsidi penjualan biodisel,” tegasnya

Mohtar mengkritik proses penyaluran dana untuk petani yang menyulitkan karena melalui beberapa tingkatan, mulai dari dinas perkebunan kabupaten, provinsi, hingga Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Banyak petani yang enggan mengambil dana penanaman kembali (replanting) karena pengelolaannya menggunakan manajemen satu atap,” ungkapnya.

Mohter melanjutkan, dalam skema ini petani harus menyerahkan 80 persen lahannya untuk dikelola perusahaan sebagai pihak avails, Sebagai gantinya  korporasi akan melaksanakan kewajiban replanting bagi perkebunan plasma petani yang usianya sudah diatas 20 tahun.

“Petani plasma juga diwajibkan menyerahkan bukti kepemilikan kebun sebagai jaminan utang yang nantinya diserahkan pada bank, dalam klausul manajemen pola satu atap,” lanjutnya

Lebih jauh dia mengatakan dengan adanya kesepakatan ini petani harus menanggung utang plus bunganya selama 15 tahun, jika terbelit hutang, petani terpaksa membiarkan lahannya diambil bank.

“Petani sawit dari Sekadau, Kalimantan Barat, menyatakan sistem tersebut memaksa petani melakukan replanting mandiri, akhirnya kami menggunakan bibit dan pupuk yang ala kadarnya, daripada menanggung risiko kehilangan kebun,” pungkasnya.

Marselinus Andry  Departemen Advokasi SPKS Nasional mengemukakan pihaknya sudah mengajukan uji materi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan.

“Pada Pasal 9 Ayat 2, Serikat menilai beleid itu cacat formil karena bertentangan dengan Undang Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, gugatan didaftarkan perkumpulan petani ke Mahkamah Agung pada awal Februari lalu,” tutupnya.

Penulis: Sudarno

Editor: Rizki Mahardika