SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Nasional Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Ditetapkan Tersangka Dua Kasus Korupsi oleh KPK

Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Ditetapkan Tersangka Dua Kasus Korupsi oleh KPK

Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dan tiga tersangka lain kasus suap pengurusan jabatan dan proyek RSUD Ponorogo ditampilkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (8/11/2025) malam. (Beritasatu.com/Beritasatu TV)

Jakarta (Suara Kalbar)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, sebagai tersangka dalam dua perkara korupsi, yakni dugaan suap pengurusan jabatan serta korupsi proyek pembangunan RSUD dr Harjono Ponorogo, Jawa Timur.

Penetapan tersangka tersebut merupakan tindak lanjut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan KPK di Ponorogo dan Surabaya pada Jumat (7/11/2025). Dalam operasi senyap itu, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, termasuk pejabat pemerintah daerah dan pihak swasta ditangkap bersama barang bukti berupa uang tunai dalam pecahan rupiah serta dokumen proyek RSUD.

Setelah dilakukan pemeriksaan intensif selama 24 jam, KPK menemukan adanya indikasi kuat dana tersebut terkait praktik suap dalam pengaturan proyek dan pengisian jabatan strategis di lingkungan Pemkab Ponorogo.

Dari hasil OTT itu pula, penyidik menelusuri aliran dana yang mengarah kepada sejumlah pejabat daerah, termasuk bupati dan direktur utama rumah sakit daerah. Investigasi berlanjut hingga KPK memutuskan meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan, dan menetapkan empat orang sebagai tersangka resmi.

Penetapan tersebut diumumkan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (9/11/2025) dini hari.

2 Kasus dan 4 Tersangka

KPK menjelaskan penetapan tersangka terhadap para pihak tersebut mencakup dua perkara berbeda.

“KPK menetapkan empat orang tersangka dalam dua perkara berbeda. Salah satunya Bupati Ponorogo, SUG (Sugiri Sancoko),” ujar Asep.

Selain Sugiri, tiga orang lainnya turut dijerat, yakni Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), Direktur Utama RSUD dr Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), dan rekanan proyek RSUD Bernama Sucipto (SC).

Perkara pertama dugaan suap dan korupsi proyek pembangunan RSUD dr Harjono Ponorogo, di mana Sugiri Sancoko dan Yunus Mahatma disangka menerima gratifikasi dan suap terkait pengaturan proyek tersebut.

Dalam kasus ini, keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, dan/atau Pasal 11, dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Sucipto, selaku pihak swasta yang diduga menjadi pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, dan/atau Pasal 13 UU Tipikor.

Perkara kedua berkaitan dengan dugaan suap pengurusan jabatan di lingkungan Pemkab Ponorogo. Dalam kasus ini, Sugiri Sancoko kembali menjadi tersangka bersama Sekda Agus Pramono. Keduanya dijerat dengan pasal serupa, yakni Pasal 12 huruf a atau b, dan/atau Pasal 11, dan/atau Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ancaman Hukuman Berat

Atas perbuatannya, Sugiri Sancoko dan Agus Pramono terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara, serta denda hingga Rp 1 miliar, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 UU Tipikor.

Sedangkan Sucipto, sebagai pihak pemberi suap, terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 13 UU Tipikor.

KPK menegaskan, para tersangka diduga terlibat dalam praktik jual beli jabatan dan pengaturan proyek pembangunan fasilitas publik yang seharusnya dijalankan secara transparan dan akuntabel.

Lembaga antirasuah itu memastikan akan melanjutkan proses penyidikan dengan memeriksa sejumlah saksi dan menelusuri aliran dana terkait dua perkara tersebut. KPK berkomitmen mengusut tuntas perkara ini hingga ke akar-akarnya.

“Praktik jual beli jabatan dan penyalahgunaan anggaran publik tidak bisa ditoleransi, apalagi dilakukan oleh pejabat kepala daerah,” tutup Asep.

Sumber: Beritasatu.com

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan