Alumni Fahutan Sesalkan Putusan Sepihak Rektor Untan Terkait Batas RTH
![]() |
Saat Arboretum Untan dilakukan pembuatan patok oleh pihak rektorat Untan. |
Pontianak (Suara Kalbar) – Respon terhadap Surat Keputusan Rektor Universitas Tanjungpura Nomor 3405 /UN22 LK 2020 tanggal 9 November 2020 Tentang Penetapan Batas Tanah Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Dekan Fakultas Kehutanan Gusti Hardiansyah menyatakan bahwa berkaitan dengan Penetapan Batas Tanah Arboretum Fakultas Kehutanan dengan batas tanah Fakultas Pertanian di Scbelah Selatan, hasil diskusi di lapangan bersama Rektor berbeda dengan yang tertera pada Surat Keputusan Rektor.
“Dalam surat termaktub batas disebut sebagai titik koordinat (X,Y) dan peta tidak ditanda tangani selazimnya,” ungkapnya kepada wartawan sesuai surat yang ia sampaikan kepada Rektor Untan, Rabu (25/11/2020).
Dijelaskannya merujuk pada Peraturan daerah Kota Pontianak nomor 2 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak tahun 2013 2023 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Pontianak, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 2012-2023, Arboretum dengan luasan 3,4 Ha adalah ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) (terlampir peta dan perda Kota Pontianak nomor 2 tahun 2013 tentang Ruang Terbuka Hyau (RTH).
“Sebelum ada keputusan alih fungsi apapun, maka perlu dilakukan Revisi Perda terlebih dahulu,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa surat Keputusan Rektor Untan Nomor 3405 / UN22 LK 2020 tanggal 9 November 2020 Tentang Penetapan Batas Tanah Arboretum Fakultas Kehutanan Untan perlu segera ditinjau ulang, dan diharapkan tidak adanya eksekusi apapun di tingkat lapangan
“Kami mengedepankan musyawarah mufakat sesuai surat senat Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura terkait Jasmerah arboretum, surat nomor 1572/UN22 7/TU 2020 tanggal 22 Juni 2020 Hal Penyampaian hasil rapat senat Fakultas Kehutanan Untan dan surat nomor 1497/UN22 7/TU 2020 tanggal 1 Juni 2020 Hal Laporan terkait sejarah dan urgens arboretum,” paparnya.
Alumni Fahutan, Alberth Tjiu mengatakan bahwa respon Dekan meminta tidak ada pergerakan sebelum Dekan Fahutan bertemu dengan Rektor Untan dalam menyelesaikan batas wilayah dilingkungan Untan sama sekali tak direspon positif.
“Bahwa Dekan Fahutan bereaksi atas batas tanah dengan maksud jangan ada upaya pergerakan atas batas tanah sebelum dekan dan Rektor bertemu. Namun sayangnya tidak digubris oleh Rektor,” sesalnya.
Pegiat lingkungan itupun menyesalkan sikap Rektor Untan yang mengeluarkan putusan sepihak tanpa mendengarkan penjelasan Dekan Fahutan yang tidak menginginkan batas tanah ini dirombak.
“Kawasan itu dilindungi Perda ruangan hijau, sehingga atas tidak diresponnya surat Dekan Fahutan kami anggap publik harus tau sehingga Masyarakat yang menilai,” katanya lagi.
Deny Sofyan, Pegiat Konservasi berharap semua pihak duduk bersama untuk menegakkan Marwah Perda dan minta rektor menyepakati batas existing yang selama 30 tahun ini tidak pernah ada konflik.
“Untuk menghindari gesekan dilapangan diharapkan semua pihak dapat menahan diri dengan mengedepankan resolusi dengan dialog yang lebih konstruktif,” pungkasnya.
Penulis : Pri
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now