SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Opini Asas Culpa In Causa dan Actio Libera In Causa

Asas Culpa In Causa dan Actio Libera In Causa

Oleh: Pradikta Andi Alvat

Salah satu aspek fundamental dalam penegakan hukum pidana adalah perihal tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana merupakan perbuatan yang diperintah atau dilarang oleh Undang-Undang yang diancam dengan sanksi pidana. Untuk didapat dijatuhi sanksi pidana harus terjadi tindak pidana. Asasnya, nulla poena sine crimen (tiada pidana tanpa tindak pidana). Sedangkan pertanggungjawaban pidana menyoal dapat tidaknya celaan yang secara obyektif telah dilakukan (tindak pidana) dipertanggungjawabkan pada perbuatan seseorang tersebut secara subyektif. Simplikasinya, pertanggungjawaban pidana berkaitan dengan pemenuhan aspek kesalahan.

Dalam penjatuhan sanksi pidana, tidak cukup hanya dilihat dalam konteks terjadinya delik pidana (nulla poena sine crimen) namun juga harus terpenuhi aspek kesalahan. Pijakannya adalah asas tiada pidana tanpa kesalahan. Kesalahan sendiri merupakan keadaan jiwa seseorang dan hubungan batin seseorang tersebut dengan perbuatannya yang mana patut dicela oleh hukum. Dapat dicela disini bermakna menurut common sense seharusnya seseorang itu tidak melakukan perbuatan yang merugikan atau tidak mentaati perintah namun malah melakukannya dan tidak mentaatinya secara sengaja maupun kealpaan.

Mengenai keadaan jiwa seseorang lazim disebut dengan kemampuan bertanggungjawab, dalam hal ini menyoal aspek psikis seseorang untuk memahami arti dan nilai akibat dari perbuatannya, memahami bahwa perbuatan itu melanggar hukum, dan adanya kehendak bebas. Sedangkan perihal hubungan batin seseorang dengan perbuatannya yang mana patut dicela oleh hukum merupakan bentuk kesalahan yakni kesengajaan dan kealpaan serta ketiadaan alasan pemaaf.

Dalam doktrin hukum pidana, dikenal tiga alasan yang membuat seseorang tidak bisa dijatuhi pidana, yang dibedakan dalam dua tahap yakni, prajudicial dan tahap judicial. Tahap prajudicial disebut dengan alasan penghapus penuntutan. Alasan penghapus penuntutan merupakan hilangnya hak menuntut dari jaksa penuntut umum karena disebabkan oleh alasan-alasan hukum seperti daluwarsa, meninggalnya pelaku, dan nebis in idem. Hapusnya penuntutan menyebabkan seseorang tidak dijatuhi sanksi pidana.

Kemudian, dalam tahap yudisial, diartikan, bahwa hakim tidak bisa menjatuhkan vonis pidana kepada terdakwa karena adanya alasan pemaaf dan alasan pembenar. Alasan pemaaf menghapus kesalahan pada diri pelaku. Jadi, perbuatannya tetap bersifat melawan hukum, tetapi tidak dapat dijatuhi sanksi pidana, karena tidak terpenuhinya aspek kesalahan. Yang tergolong sebagai alasan pemaaf misalnya pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer-exces).

Sedangkan alasan pembenar adalah, alasan yang menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan. Sehingga perbuatan yang dilakukan dianggap benar dan sah serta tidak melanggar hukum. Basis teoritis alasan pembenar adalah teori lessers evils. Menurut teori lessers evils, suatu perbuatan yang melanggar hukum itu dapat dibenarkan dengan dua alasan yakni, perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar serta perbuatan yang melanggar aturan tersebut hanya merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan secara cepat dan paling mudah untuk menghindari bahaya atau ancaman bahaya yang timbul. Yang tergolong sebagai alasan pembenar misalnya pembelaan terpaksa.

Pembelaan terpaksa diatur dalam Pasal 49 KUHP positif dan Pasal 34 KUHP Nasional. Terdapat 4 nnsur yang terdapat dalam pembelaan terpaksa yakni adanya serangan dan ancaman serangan yang melawan hukum yang bersifat seketika, pembelaan ditujukan untuk kepentingan hukum diri sendiri atau orang lain baik kesusilaan dan harta benda, pembelaan dilakukan karena keterdesakan untuk menghalau serangan (subsidaritas), keseimbangan antara potensi serangan dengan cara pembelaan (proporsionalitas).

Selain asas subsidaritas dan asas proporsionalitas, dalam pembelaan terpaksa juga terdapat asas culpa in causa. Asas culpa in causa (kesalahan pada sebabnya) adalah doktrin hukum pidana yang menyatakan seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena kesalahan atau kelalaiannya sendiri dalam menciptakan atau membiarkan terjadinya situasi yang berbahaya, sehingga menimbulkan akibat pidana, meskipun perbuatannya tampak seperti membela diri atau berada dalam situasi terpaksa. Kondisi tersebut tidak tergolong sebagai pembelaan terpaksa.

Misalnya si A memprovokasi dengan menghina si B secara terus menerus. Kemudian Si B marah dan menyerang si A. Lalu si A melawan serangan si B, maka perbuatan si A tidak bisa dikategorikan sebagai pembelaan terpaksa karena si A sendiri yang mendorong atau menyebakan terjadinya ancaman serangan itu. Artinya, jika suatu serangan justru ditimbulkan oleh ulah atau provokasi orang itu sendiri yang menyebabkan orang lain menyerangnya, maka pembelaan diri yang dilakukannya itu sebenarnya bukan merupakan pembelaan yang bersifat terpaksa

Asas culpa in causa memiliki kemiripan dengan penerapan asas actio libera in causa. Asas actio libera in causa adalah asas yang menyatakan bahwa seseorang tetap bertanggung jawab secara pidana meskipun tidak sadar saat melakukan kejahatan, jika ia sengaja menciptakan kondisi yang menyebabkan ketidakmampuannya bertindak bebas (seperti mabuk atau mengonsumsi narkoba), sehingga ia dapat dimintai pertanggungjawaban seperti saat ia sadar penuh. Misalnya, orang yang mabuk kemudian melakukan pencurian, maka ia tetap dihukum seperti orang sadar tanpa penghapus pidana karena secara umum seharusnya dia menyadari bahwa mabuk menyebabkan kehilangan kesadaran sehingga berpotensi dan bertendensi melakukan hal-hal yang merugikan termasuk melakukan tindak pidana. Prinsip ini mencegah orang mengambil keuntungan dari kesalahannya sendiri.

Secara reflektif, asas culpa in causa dan asas actio libera in causa pada dasarnya merupakan derivasi dari nilai keadilan dan common sense (logika) yang menjadi roh dan nyawa dari keberlakuan sebuah hukum. Bahwa dalam penegakan hukum pidana tidak semata melihat dari apa perbuatan yang dilakukan namun juga melihat bagaimana kondisi dan keadaan yang menjadi latar belakang dari terjadinya perbuatan tersebut dengan melihat peran dari masing-masing individu.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Komentar
Bagikan:

Iklan