SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Opini Cukong Menang, Hutan Tumbang

Cukong Menang, Hutan Tumbang

Pembabatan Hutan

Oleh: Sri Wahyu Indawati, M.Pd

KASUS pembabatan hutan secara liar di Desa Permata, Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (28/6/2025), adalah bukti nyata bahwa negara gagal menjalankan fungsi konstitusionalnya sebagai pelindung lingkungan hidup dan kepentingan rakyat. Praktik ilegal ini, yang diduga dilakukan oleh cukong bernama Putu (delikcom, 29/6), mencerminkan betapa hukum tumpul terhadap para pelaku kejahatan lingkungan yang memiliki kekuatan modal dan jaringan kekuasaan. Negara seolah bertekuk lutut di hadapan pemilik uang, sementara rakyat dan alam menjadi korban kejahatan ekologis yang berulang.

Pembabatan hutan lindung bukan hanya pelanggaran hukum positif, melainkan kejahatan terhadap keberlanjutan hidup generasi masa depan. Hutan bukan sekadar kumpulan pohon, melainkan sistem penyangga kehidupan: penyimpan air, pengatur iklim, habitat biodiversitas, dan pelindung dari bencana. Saat hutan dibabat demi kepentingan pribadi atau korporasi, yang dirampas bukan hanya kayu, tetapi masa depan seluruh masyarakat.

Lebih dari itu, fenomena seperti ini adalah buah pahit dari sistem kapitalisme liberal yang menempatkan alam sebagai komoditas ekonomi semata. Selama paradigma pembangunan masih berpijak pada pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada eksploitasi sumber daya, maka konservasi hanya akan menjadi jargon kosong. Data WALHI menunjukkan 33 juta hektare hutan telah dibebani izin industri, 4,5 juta hektare ditambang, dan jutaan hektare lainnya disulap jadi sawit dan proyek food estate (Agro Indonesia, 31/12/2024). Lalu siapa yang diuntungkan? Rakyat? Jelas bukan. Yang diuntungkan adalah elite politik dan oligarki bisnis yang saling menopang dalam lingkaran setan korupsi dan perampasan ruang hidup.

Dalam sistem Islam, hutan terutama yang termasuk sumber daya alam strategis dan vital merupakan milik umum (milkiyyah ‘ammah) yang haram secara syar’i dikuasai individu atau korporasi. Konsep hima yang diperkenalkan Rasulullah saw. adalah bentuk konservasi lingkungan berbasis wahyu. Di kawasan hima, manusia dilarang merusak, mengambil manfaat pribadi, apalagi melakukan eksploitasi. Ini adalah bukti bahwa Islam telah jauh lebih maju dalam menjamin kelestarian lingkungan, dibandingkan sistem kapitalisme yang menyamar sebagai pembangunan berkelanjutan tapi hakikatnya legalisasi perusakan.

Hadist Riwayat Ibnu Majah bahwa Nabi saw menegaskan “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain”, menjadi prinsip hukum yang mewajibkan negara menindak tegas para pelaku perusakan lingkungan. Jika negara abai, atau justru melindungi para cukong pembalak hutan, maka negara telah melakukan pengkhianatan terhadap amanah kekuasaan.

Maka, solusi dari persoalan ini bukan sekadar memperbaiki prosedur hukum atau memperkuat kelembagaan lingkungan, tapi meninjau ulang ideologi negara. Selama kapitalisme tetap dipertahankan, selama uang menjadi panglima, maka hutan akan terus ditebang, rakyat akan terus dirugikan, dan bencana akan terus terjadi. Sudah saatnya umat menyadari bahwa hanya sistem Islam yang mampu memosisikan alam sebagai amanah Tuhan, bukan aset bisnis. Wallahu a’lam.

 *Penulis adalah Aktivis Muslimah Kalimantan Barat

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan