Kemarau Datang, Karhutla Menantang
Oleh: Hanuri Sakarti, M.Pd
PERTENGAHAN tahun selalu menjadi momok bagi masyarakat di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Ketapang. Bagaimana tidak, musim kemarau yang dimulai di pertengahan tahun menjadi pertanda akan adanya ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Awal Juni 2025 saja, Kabupaten Ketapang sudah mencatat adanya 18 titik panas dari 21 titik yang ada di Kalimantan Barat. 16 titik di antaranya bahkan terletak di satu wilayah saja, yaitu Kecamatan Kendawangan. (kalbarnews.co.id, 04/06/2025) Jumlah ini tentunya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah, bagaimana mengantisipasi ancaman karhutla di depan mata ini.
Ancaman karhutla sebenarnya bukan fenomena baru dalam sistem kufur ini. Dalam sistem yang diterapkan negara saat ini, prioritas utama adalah keuntungan sebesar-besarnya dengan modal seminimal mungkin. Karenanya, segala cara halal digunakan demi efisiensi biaya dan percepatan produksi. Pembakaran lahan sebagai bagian dari pembukaan lahan dianggap efektif dan efisien karena dari segi biaya jauh lebih murah dibanding metode pembukaan lahan lainnya. Pelaku utama tentu saja para korporasi yang bermain di sektor perkebunan dan pertambangan, dengan difasilitasi oleh negara melalui regulasi yang longgar dan pengawasan yang lemah.
Tidak hanya itu, kapitalisme juga menjadikan sumber daya alam sebagai komoditas yang bisa dimiliki dan dikuasai oleh swasta atau individu. Hutan yang seharusnya menjadi kawasan lindung, dialihfungsikan untuk kepentingan industri tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Bahkan, rakyat sekitar yang terdampak langsung sering kali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, apalagi mendapatkan perlindungan yang memadai. Akibatnya, kebakaran hutan bukan hanya menjadi bencana ekologis, tetapi juga mencerminkan kegagalan negara dalam menjalankan fungsinya sebagai pelindung rakyat dan penjaga kelestarian alam.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki paradigma yang utuh dan menyeluruh dalam mengatur hubungan manusia dengan alam. Islam memandang bumi dan seisinya sebagai amanah dari Allah SWT, yang harus dijaga dan dilindungi, bukan diekploitasi secara brutal. Pemanfaatannya pun wajib mengikuti hukum syara’. Hutan dan lahan termasuk dalam kategori kepemilikan umum, yang tidak boleh diprivatisasi atau dijadikan alat akumulasi kekayaan oleh korporasi. Negara berkewajiban mengelola hutan demi kemaslahatan rakyat, mencegah pembakaran lahan, serta menindak tegas pelaku perusakan lingkungan sesuai hukum syariat.
Sebagai agama yang paripurna, Islam tentu memiliki solusi atas setiap permasalahan. Solusi dalam Islam tidak bersifat parsial atau reaktif, melainkan preventif dan sistemik. Negara akan membangun kesadaran masyarakat bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari keimanan. Selain itu, negara wajib menyediakan teknologi ramah lingkungan, memperketat izin pembukaan lahan, dan membentuk lembaga pengawasan yang independen. Dengan menjadikan syariat Islam sebagai dasar kebijakan, negara mampu menciptakan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam. Inilah solusi hakiki yang hanya dapat diwujudkan melalui penerapan sistem Islam secara kaffah.
*Penulis adalah Praktisi Pendidikan di Ketapang, Kalimantan Barat
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now