SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Opini Kesenjangan Miskin-Kaya: Islam Tawarkan Solusi untuk Ekonomi yang Adil dan Sejahtera

Kesenjangan Miskin-Kaya: Islam Tawarkan Solusi untuk Ekonomi yang Adil dan Sejahtera

Oleh: Drg. Diah Ambar Sari 

AWAL tahun baru membawa kabar mengejutkan dari dunia bisnis Indonesia. Forbes Real Time Billionaires merilis daftar orang terkaya di Indonesia, dan Prajogo Pangestu berhasil memuncaki posisi tersebut. Taipan berusia 80 tahun kelahiran Kalimantan Barat ini mengumpulkan kekayaan fantastis sebesar USD 43,3 miliar (Rp 701,4 triliun) dari bisnis petrokimia hingga energi terbarukan melalui perusahaan seperti Barito Pacific dan Chandra Asri. Di bawahnya, Low Tuck Kwong si “Raja Batu Bara” mengantongi USD 28,2 miliar, disusul R Budi Hartono dengan USD 24 miliar dari bisnis tembakau dan perbankan. Michael Bambang Hartono, kakak R Budi Hartono, menempati posisi keempat dengan USD 23,1 miliar, dan Sri Prakash Lohia melengkapi daftar lima besar dengan USD 8,7 miliar dari Indorama Group. Deretan nama ini menjadi bukti kuatnya dominasi para konglomerat di berbagai sektor industri Indonesia (pontianakpost.jawapos.com).

Di balik gemerlapnya daftar orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan fantastis, tersimpan ironi yang menyedihkan. Kesejahteraan masyarakat secara umum masih jauh dari kata layak, mencerminkan kesenjangan sosial yang semakin lebar di tengah rakyat. Jika dicermati lebih dalam, sumber kekayaan para konglomerat ini sebagian besar berasal dari pengelolaan aset milik umum. Fenomena ini lumrah terjadi dalam sistem liberalisme kapitalisme, di mana individu bebas menguasai aset publik selama memiliki modal untuk mengelolanya.

Lebih miris lagi, regulasi yang ada justru semakin mempermudah para kapitalis menumpuk kekayaan. Atas nama privatisasi, harta milik umum dapat berubah status menjadi milik pribadi. Tak heran jika daftar orang terkaya hanya didominasi kalangan tertentu dan jarang mengalami perubahan signifikan.

Berbeda dengan sistem kapitalis, Islam memiliki aturan jelas terkait peredaran harta agar tidak hanya berputar di kalangan elite. Dalam Islam, kepemilikan harta diatur dengan hukum syariat, mulai dari cara memperolehnya, mengelola, hingga mendistribusikannya. Kepemilikan harta dibagi menjadi tiga: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Aset publik seperti tambang melimpah, fasilitas umum (jalan, rumah sakit, sungai, danau, laut), wajib dikelola negara untuk kepentingan rakyat, bukan diserahkan ke individu atau swasta.

Negara dalam sistem Islam berkewajiban menjamin kebutuhan dasar masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Kebutuhan pokok harus mudah diakses dengan harga terjangkau, sementara layanan pendidikan dan kesehatan diberikan gratis untuk seluruh rakyat.

Inilah prinsip sistem ekonomi Islam yang diimplementasikan dalam khilafah: menciptakan keseimbangan ekonomi, menjamin kesejahteraan setiap individu, serta mewujudkan perekonomian yang sehat dan adil.

*Penulis adalah Aktivis Muslimah Kalimantan Barat

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan