DPD GMNI Kalbar Kecam Kebrutalan Oknum Aparat Polisi Diduga Tembak Warga Bangkal Kalteng

Ketua DPD GmnI Kalimantan Barat, Cesar Marchello.[SUARAKALBAR.CO.ID/HO-GmnI Kalbar]

Pontianak (Suara Kalbar)- Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) Kalimantan Barat (Kalbar) menanggapi dugaan kasus oknum aparat kepolisian Polres Seruyan dan Polda Kalteng yang menembaki warga Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah yang sedang melakukan aksi menuntut haknya di PT. HMBP, Best Agro International Group.

Ketua DPD GmnI Kalimantan Barat, Cesar Marchello mengatakan sangat menyayangkan tindakan yang berungkali dilakukan oleh oknum aparat kepolisian. Hal ini tentu menjadi cambuk ancaman yang sangat serius yang telah dilakukan beberapa kali oleh oknum apparat penegak hukum. Jika terus menerus terjadi seperti ini maka bisa dipastikan people power tentunya akan sering bergerak, bisa menjadi tingkat kepercayaan masyarakat akan sangat menurun kepada kepolisian.

“Alih-alih turut memberikan pengayoman, aparat kepolisian yang berjaga di lokasi areal perusahaan justru melakukan tindakan represif kepada warga yang berada dilokasi dengan menembakan gas air mata dan menembak menggunakan peluru tajam. Tindakan ini dilakukan tanpa dasar dan pemicu yang jelas. Akibatnya, berdasarkan informasi yang didapatkan dari lapangan, setidaknya terdapat 3 orang warga yang terkena tembakan, 2 orang mengalami luka berat dan 1 orang diantaranya meninggal dunia di lokasi,”katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Suarakalbar.co.id, Sabtu (7/10/2023).

Aksi Warga Desa Bangkal hari ini adalah aksi protes yang sudah dilakukan sejak tanggal 16 September 2023. Aksi protes warga dilakukan dengan menutup akses jalan masuk perusahaan PT HMBP. Oleh sebab, tuntutan warga tidak kunjung dipenuhi oleh pihak perusahaan, hari ini rencananya warga melakukan kegiatan blokade lahan area yang selama ini dituntut untuk diberikan kepada masyarakat (area berada diluar HGU PT. HMBP).

Lagi-lagi penggunaan gas air mata dalam penanganan aksi massa digunakan tanpa prosedur yang jelas disini. Lebih dari itu, penggunaan senjata api dengan peluru tajam dalam penanganan aksi massa tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

Cesar menjelaskan jika merujuk Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, disebutkan bahwa anggota satuan pengendalian massa dalam unjuk rasa dilarang untuk melakukan delapan hal. Salah satunya membawa senjata tajam dan peluru tajam.

“Tragedi semacam ini tentu tidak dapat dibenarkan. Aparat Kepolisian sebagai alat negara yang seharusnya menegakkan Hukum dan HAM, justru mengkhianati penegakan Hukum dan HAM dengan mengekang kebebasan berpendapat dan perjuangan warga Desa Bangkal memperjuangkan haknya yang telah jelas diatur dalam berbagai peraturan baik Nasional maupun Internasional,”ungkapnya.

Kepolisian, kata Cesar, nampaknya jelas-jelas mengabaikan hal ini. Padahal setiap aparat kepolisian seharusnya tunduk dan patuh terhadap Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam setiap penyelenggaraan tugas Kepolisian. Selain itu kepolisian telah pula melanggar Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Pembela HAM.

Selain itu, baginya tindakan kekerasan yang menyebabkan luka terhadap massa aksi dinilai melanggar Perkap No. 1 tahun 2009 tentang penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian melanggar prinsip nesesitas, proporsionalitas dan reasonable yang tertuang pada ayat (3).

Tindakan aparat kepolisian yang arogan dan menghilangkan nyawa orang lain merupakan sebuah tindakan yang merendahkan harkat martabat sebagai manusia yang tidak dibenarkan.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Gmni Kalimantan Barat sepakat dengan tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil yang menyatakan sikap dan menuntut:

1. Presiden RI Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja kepolisian yang semakin hari semakin menunjukkan watak represifnya;

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mengubah pendekatan pengendalian massa agar sesuai dengan standar-standar hak asasi manusia yang berlaku, termasuk yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 16 tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, serta No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

3. Perlu adanya upaya pembentukan Aparat Kepolisian yang berkompeten agar tidak terjadinya perlakuan represif terhadap masyarakat meskipun aparat merupakan para penegak hukum, bukan berarti mereka berhak semena-mena apalagi menggunakan senjata, karena pada dasarnya masyarakat bukanlah para penjajah;

4. Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah untuk bertanggungjawab dan menindak tegas dengan melakukan proses hukum baik etik maupun pidana anggota POLRI di jajarannya yang melakukan kekerasan dan pelanggaran protap dalam penanganan aksi;

5. Kapolres Seruyan untuk membuka akses bantuan hukum kepada seluruh peserta aksi yang ditangkap;

6. Kompolnas untuk melakukan investigasi terhadap tindakan aparat Polres Seruyan;

7. Komnas HAM agar melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh aparat Polres Seruyan.

Aparat kepolisian yang berjaga di lokasi areal perusahaan tanpa dasar dan pemicu yang jelas, melakukan tindakan refresif kepada warga yang berada dilokasi dengan menembakan gas air mata dan menembak menggunakan peluru tajam. informasi yang di dapatkan dari lapangan terdapat 3 orang warga yang terkena tembakan, 2 orang mengalami luka berat dan 1 orang meninggal dunia di lokasi.

Diakhir statement nya Cesar Marchello Ketua DPD Gmni Kalimantan Barat bersama mengajak untuk menyuarakan tagar #HENTIKAN TINDAKAN REFRESIF OKNUM APARAT KEPOLISIAN !!!

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS