Peneliti Jepang Sebut Sawit di Kalbar Buka Isolasi Daerah dan Tingkatkan Ekonomi

Peneliti asal Jepang dari Doshisha University Kyoto, Prof Hayashida (kiri) saat melakukan penelitian di Ketapang, Kalimantan Barat. [ANT]

Pontianak (Suara Kalbar) – Peneliti asal Jepang dari Doshisha University, Prof Hayashida mengungkapkan bahwa sejak melakukan penelitian 2008 lalu hingga kini perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat memberikan dampak luas bagi daerah dan masyarakat di antaranya membuka isolasi daerah dan mampu meningkatkan ekonomi.

“Ketertarikan saya pada pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah sejak 2008 dan hingga kini. Setiap tahun saya datang ke Indonesia, khususnya ke Kalbar untuk melihat dampak perkebunan sawit terhadap ekonomi, sosial dan peranan negara. Dampak yang nyata dari perkebunan di antaranya membuka isolasi dan meningkatkan ekonomi,” ujar Prof Hayashida di Pontianak, Kalbar, Minggu (26/3/2023) melansir dari ANTARA.

Profesor bidang ekonomi tersebut meyakini kini dan ke depan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara masif bersama rakyat terus membuka isolasi daerah- daerah pedalaman di Indonesia.

“Hadirnya sawit di Kalbar ini menjadi penyuplai rantai pasok atas kebutuhan akan minyak nabati dunia,” jelas dia.

Ia menilai perkebunan kelapa sawit di Indonesia seperti di Kalbar membuat kehidupan ekonomi perdesaan bergerak dengan stabil, kehidupan rumah tangga membaik dan anak-anak petani dapat disekolahkan hingga ke perguruan tinggi.

“Tidak hanya di situ, sebagian petani yang memiliki kebun di atas 5 hektare atau lebih telah hidup dengan sukses melebihi standar kehidupan masyarakat pada umumnya. Petani sukses seperti Pak Arif Sumah di Sanggau, Pak Haji Mochtarudin di Purun dan Pak Haji Ruslian di Sungai Kunyit dapat hidup bahagia dari hasil kebun, baik sawit maupun tanaman lainnya,” ucap dia.

Sementara itu, Dekan Fisipol Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr. Herlan mengatakan bahwa pihaknya yang mendampingi penelitian di Kalbar sangat mendukung kegiatan keilmuan di bidang perkebunan sawit tersebut. Menurutnya, hasil penelitian yang ada menjadi potret dampak dari pembangunan sawit.

Terkait perkebunan sawit ia menyoroti pelaksanaan standar agriculture practice (GAP) atau pedoman umum dalam melaksanakan budidaya yang benar untuk menjamin kualitas produk dan keamanan petani maupun konsumen serta ramah lingkungan.

Menurutnya GAP perlu dikawal pemerintah, baik pada perkebunan korporasi maupun perkebunan rakyat. Hal itu bertujuan bukan hanya untuk memastikan produktivitas, tetapi juga untuk mengontrol keberlanjutan ekosistem, agar kesejahteraan petani dapat terwujudkan secara pasti dan berkesinambungan.

“Dengan penerapan GAP yang disertifikasi melalui salah satu atau seluruh model sertifikasi secara bersamaan (ISPO, RSPO dan ISCC) oleh seluruh perkebunan sawit di Indonesia, maka seluruh komponen seperti pemerintah, korporasi dan pekebun dapat membantah berbagai tuduhan dan isu negatif atas pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia termasuk di Kalbar,” ucap dia.

Sebelumnya, Fisipol Universitas Tanjungpura Pontianak dan Doshisha University Jepang melaksanakan kuliah kolaborasi internasional dengan menghadirkan dua pembicara yakni Dr. Erdi dari Fisipol Universitas Tanjungpura Pontianak dan Prof. Hideki Hayashida dari Doshisha University (Kyoto, Jepang).

Kuliah kolaborasi ini mengambil tema The Progres Report in Implementing of Palm Oil Certification in Indonesia: Lesson Learn from West Kalimantan, dengan melibatkan progres sertifikasi kebun kelapa sawit, baik oleh perkebunan negara (PN), perkebunan besar swasta nasional (PBSN) maupun oleh pekebun rakyat (petani plasma dan petani mandiri).

Model sertifikasi kebun sawit dimaksud mencakup RSPO, ISCC dan ISPO. Pentingnya sertifikasi selaras dengan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk mensertifikasi seluruh (100 persen) kebun sawit di Indonesia; terutama dengan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) hingga tahun 2025 sebagaimana diamanatkan oleh Perpres No 44 tahun 2020.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS