Syafaruddin Daeng Usman Bilang Politik dan Etika, Jangan Seperti Air dan Minyak
Pontianak (Suara Kalbar)- Disinyalir kehidupan publik saat ini tengah merefleksi nilai-nilai moralitas, demikian pula yang sebaliknya. Sedemikian jauh, kehidupan politik selama ini lebih merefleksikan nilai-nili buruk, dan kurang mengaktualisasikan nilai-nilai luhur masyarakat.
Penilaian itu dikemukakan Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Kalbar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Syafaruddin Daeng Usman.
Dikatakannya, praktik politik di negeri ini telah direduksi sekadar menjadi perjuangan kuasa, demi kuasa, ketimbang sebagai pencapaian kebijakan bersama.
“Politik dan etika terpisah seperti terpisahnya air dengan minyak. Akibatnya kebajikan dasar kehidupan bangsa seperti sipilitas, responsibilitas, keadilan, dan integritas runtuh,”katanya, Sabtu (18/2/2023).
Dia menyebutkan, bila kini masalah suku dan agama kembali dipersoalkan dalam urusan pemilihan, pertanda ada kuman degeneratif yang melunturkan semangat kebangsaan.
“Ketegangan etno religius ini harus dipandang sebagai gejala permukaan dari endapan penyakit endemik yang menyerang sistem saraf Pancasila,”terangnya.
Lebih jauh sejarawan Kalbar ini menyebutkan dalam hal ini Pancasila adalah keseimbangan dengan lima prinsip nilai kait mengait yang harus dijalankan secara sinergis dan simultan.
“Bibit penyakit bisa timbul karena distorsi dalam pemenuhan nilai intrinsik setiap sila, ataupun karena ketimpangan dalam pemenuhan nilai ekstrinsik yang berkaitan dengan relasi antar sila,”sautnya.
Berkaitan itu, dia mengajak para politisi hendaknya menjadi teladan. “Mereka sebaga pusat teladan harus menjadi panutan moralitas. Demokraksi harus dijalankan dengan mengindahkan kerangka etis cita kerakyatan, permusyawaratan, dan hikmat kebijaksanaan,”ungkapnya.
Syafaruddin juga mengungkap, rendahnya tingkat melek moral akan menyebabkan bangsa Indonesia kekurangan rasa malu dan rasa kepantasan.
“Melemahnya rasa malu dan rasa kepantasan membuat ambang batas moral makin tipis. Dalam kehidupan publik yang sehat, ada banyak hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Namun, dalam kenyataan hari ini, cuma sedikit yang masih tersisa. Hampir semua hal cenderung dikonversikan pada nilai uang,”tutupnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMMu2lQsw3JqrAw?r=0&oc=1&hl=id&gl=ID&ceid=ID:id
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now