Kisah Pak Ongga di Desa Sekabuk, yang harus Berjuang 8 Jam Mengolah Air Nira Menjadi Gula Merah
Mempawah (Suara Kalbar) – Laki-laki paruh baya ini bercucuran keringat saat mengaduk air dari pohon aren/nira untuk dibuat gula merah.
Ia adalah Yusli, atau lebih dikenal dengan nama Pak Ongga, 53 tahun, warga Dusun Gelombang, Desa Sekabuk, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Setidaknya, membutuhkan waktu setengah hari atau kurang lebih delapan jam mengaduk air aren hingga kental sampai berwarna kecoklatan.
Kemudian, air aren kecoklatan dicetak di bambu bulat berukuran kecil. Setelah agak dingin dibungkus dengan daun pisang yang sudah dikeringkan atau bisa juga dengan lembaran plastik.
Setiap hari, Pak Ongga mampu memproduksi sampai lima kilogram gula merah. Dari jumlah itu, gula merah dijual dengan harga Rp 10 ribu per kilogram.
Aren menjadi salah satu komoditas perkebunan yang banyak manfaatnya.
Selain sebagai konservasi hutan, aren juga dimanfaatkan petani untuk disadap niranya untuk diolah menjadi gula aren yang menyehatkan.
Proses pembuatan gula merah atau gula aren ini masih dilakukan secara tradisional. Salah satunya, yang dilakukan oleh Pak Ongga.
Lokasi usahanya mudah dijangkau, hanya berjarak kurang lebih 6 kilometer dari Kantor Desa Sekabuk.
Setiba di lokasi, kita akan disambut dengan bangunan berupa rumah sentra industri gula merah yang terbuat dari kayu berukuran 3×4 meter.
Menurut Pak Ongga, keterampilan membuat gula merah ia dapat secara turun-temurun dari orangtua.
“Proses pembuatannya tidak mudah, sebab membutuhkan kesabaran dan ketelitian, mulai awal sampai siap dijual ke konsumen,” ujarnya, Minggu (25/9/2022).
Setiap hari, Pak Ongga mengambil nira di kebun miliknya yang hanya ada dua batang pohon aren.
Air nira dimasukkan ke dalam wadah dari bambu besar. Tiap pohon, ada satu wadah yang disiapkan.
“Biasanya, hasil olahan gula merah saya jual ke tetangga atau ke warung-warung terdekat,” ujarnya lagi.
Selain dibuat gula aren, tambah Pak Ongga, air nira juga bisa diolah menjadi cuka anau, tuak enau, atau lahang (minuman seperti sirup/saripati air nira).
Baginya, membuat gula aren tidak sekedar sebagai sarana mencari nafkah dan mempertahankan tradisi keluarga, melainkan juga bentuk dirinya agar bisa selalu menyatu dengan alam.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





