SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Daerah Bengkayang 30 Tahun Hidup Bersama Warga Kalimantan, Ini Tanggapan Advokat Dwi Joko Prihanto Terkait Kasus Edy Mulyadi

30 Tahun Hidup Bersama Warga Kalimantan, Ini Tanggapan Advokat Dwi Joko Prihanto Terkait Kasus Edy Mulyadi

Advokat Dwi Joko Prihanto

Bengkayang (Suara Kalbar) – Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan penyebaran berita bohong atau hoaks.

Pernyataan SARA yang menjerat Edy berkaitan dengan kritikan yang menolak perpindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur dengan menyebutkan istilah “tempat jin buang anak”.

Terkait pelaku Edy Mulyadi mengaku sebagai wartawan mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Salah santyunya Advokat, Dwi Joko Prihanto, S.H.M.H,CIL.

“Karya jurnalistik itu adalah karya yang merupakan hasil dari kerja mengumpulkan membuat dan menyebarkan informasi,”katanya, Selasa (15/2/2022).

Menurut Joko, menjadi seorang wartawan mengumpulkan data di lapangan, mengolahnya jadi berita dan kemudian menyampaikannya kepada khalayak ramai atau publik melalui saluran yang tersedia, apakah media elektronik, media cetak, dan juga media online.

Penyebarannya pun harus melalui media pers yang telah diatur sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Nah, apakah Edy Mulyadi telah melakukan hal itu,menurut pengamatan saya Edy dalam komentarnya tidak melakukan itu, makanya Edy Mulyadi ditahan,” ujarnya.

“Jadi alasan yang ingin saya kemukakan adalah: Pertama, dia tidak bicara dengan menggunakan data. Jelas ketika dia mengatakan bahwa Kalimantan adalah tempat jin buang anak, dia melakukannya tanpa menggunakan informasi yang dikumpulkan di lapangan sesuai pasal 3 huruf a tentang kode etik jurnalistik yaitu,Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Artinya Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu,” urai Dwi Joko Prihanto.

Kedua, dia melakukannya bukan di media melainkan di sebuah tempat diskusi, jadi apa yang diucapkannya tidak bisa dipandang sebagai karya jurnalistik. Ketika dia bicara soal Kalimantan, dia bukan sedang menjalankan profesi sebagai wartawan saat dia bicara, karena karya jurnalistik harus ada narasumber yang dimuat dalam sebuah berita.
Lanjut Joko, boleh dikatakan bahwa sebenarnya Edy Mulyadi sedang menjadi “provokator politik”. Dia sedang berusaha “mempengaruhi “ publik agar ramai-ramai menolak pemindahan Ibukota Negara (IKN).

Tentu saja dia berhak mengeluarkan opini semacam itu, akan tetapi dia tidak berhak mengaku sebagai wartawan ketika melakukan provokasi politik semacam itu.

“Harusnya selaku wartawan dia sudah tahu pemindahan Ibu Kota Negara dengan nama Nusantara sudah mendapat legitimasi politik dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI),” bebernya.

“Terus apakah Edy Mulyadi bersalah, bukan kapasitas saya menjawab salah dan benar karena yang menyatakan salah dan benar adalah putusan Ketua dan anggota Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut,” ungkapnya.

“Namun secara pribadi saya melihat kita tidak punya waktu lagi, dan sebagai warga negara dengan seenaknya menghina orang lain atas dasar RAS, Etnik, Agama, Kelas dan Wilayah itu tidak boleh dan tidak dibenarkan, karena jika kita balik bagaimana jika justru kita yang dihina?,” ucapnya.

“Harapan saya, semoga kasus Edy Mulyadi bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, supaya dapat bertutur kata yang baik, sopan santun dan beretika karena kita yang tinggal di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sudah dikenal berbeda atau kita sudah mengenal bahwa kita Bhinneka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi tetap satu, kita menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan mempedomani UUD 1945,” tutupnya

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan