Sejak 1970, Tanjung Burung Mempawah Kehilangan 2,5 Kilometer Bibir Pantai
Mempawah (Suara Kalbar) – Abrasi yang menggerus bibir pantai Tanjung Burung, Kelurahan Tanjung, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, rupanya sangat parah.
Adalah Haji Bustami, tokoh masyarakat setempat, yang mengatakan, pada tahun 1970 lalu, orangtuanya masih punya kebun kelapa dan sawah yang luas di kawasan Tanjung Burung.
“Tapi perlahan-lahan kebun kelapa dan sawah kami lenyap dikikis abrasi pantai. Kini tersisa sedikit tanah yang telah dijadikan kawasan wisata konservasi mangrove Tanjung Burung,” ujarnya lirih, Jumat (24/9/2021) pagi.
Ia yang didampingi Syaiful, warga setempat, lantas mengaku masih menantikan adanya realisasi pembangunan pemecah ombak di Tanjung Burung.
“Adanya pemecah ombak dan ditambah terwujudnya hutan mangrove setidaknya telah menumbuhkan semangat kami agar daerah ini tak lagi digerus abrasi,” ujarnya.
Bustami mengatakan, beberapa waktu pihak terkait memang telah melaksanakan survei di Tanjung Burung untuk rencana pembangunan pemecah ombak.
Hal ini tentu disambut gembira masyarakat setempat sebagai salah satu solusi pencegahan abrasi pantai.
Dan untuk sementara waktu, tambah dia, masyarakat setempat akan selalu memberikan dukungan penuh kepada MMC untuk mewujudkan hutan mangrove di kawasan itu.
“Sebab mangrove juga merupakan bentuk penambahan sedimentasi di kawasan pantai sehingga abrasi dapat dicegah dan diperlambat,” ungkap Bustami lagi.
Ia lantas mengucapkan terima kasih kepada Tim MMC yang dipimpin Raja Fajar Azansyah yang telah berjuang untuk membangun hutan mangrove di kawasan Tanjung Burung.
“Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada banyak pihak yang telah memberikan bantuan bibit mangrove untuk ditanami di daerah kami, termasuk BPDAS-HL dan PT Borneo Alumina Indonesia (BAI),” ujarnya.
Diprediksi 20 Meter per Tahun
Abrasi pantai di kawasan Tanjung Burung, Kelurahan Tanjung ini, berdasarkan kajian ilmiah, diprediksi menggerus 20 meter bibir pantai per tahun.
Menurut Ketua MMC, Raja Fajar Azansyah, angka gerusan abrasi 20 meter per tahun itu berdasarkan citra satelit dan hitung-hitungan ahli teknis Dinas PUPR Mempawah pada 2020 lalu.
“Jadi cukup parah abrasi di sini. Jika kita tak segera melakukan konservasi, maka semakin banyak daratan yang akan hilang,” imbuhnya.
Terkait munculnya lokasi wisata di Tanjung Burung, ternyata punya kisah yang berliku.
Dijelaskan Fajar, sapaan akrabnya, pantai Tanjung Burung ini awalnya dibuka untuk tujuan konservasi karena abrasi yang parah.
Ketika itu, MMC datang bersama masyarakat menginginkan untuk kegiatan konservasi.
Seiring perjalanan waktu, saat tersebarnya foto-foto pantai Tanjung Burung di media sosial, akhirnya makin banyak masyarakat yang datang untuk melihat-lihat.
Tak heran, kegiatan konservasi in justru menjadi daya tarik masyarakat, sehingga terwujud lah lokasi wisata dadakan.
Namun secara legal, Tanjung Burung tak bisa dijadikan lokasi wisata oleh pemerintah daerah. Itu terkait dengan status kepemilikan tanah yang masih menjadi milik masyarakat setempat, dan juga situasi abrasi yang parah.
Apalagi hingga saat ini, MMC bersama masyarakat masih berkutat mengatasi abrasi dengan upaya konservasi.
“Tapi kita sampaikan ke kawan-kawan dan masyarakat untuk tetap bersyukur, karena Pantai Tanjung Burung—yang secara tidak langsung telah menjadi lokasi tujuan wisata, merupakan suatu anugerah,” katanya.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now