Data Ekonomi China-AS Kuat, Harga Minyak Dunia Langsung Naik

Ilustrasi harga minyak dunia [Shutterstock]

Suara Kalbar – Data ekonomi yang kuat dari China dan Amerika Serikat membantu mengangkat harga minyak lebih dari 1 persen pada perdagangan hari Selasa kemarin, membalikkan beberapa kerugian di sesi sebelumnya.

Mengutip CNBC, Rabu (7/4/2021) minyak
mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), patokan Amerika, ditutup
melonjak 68 sen, atau 1,2 persen menjadi 59,33 dolar AS per barel. WTI
kehilangan 4,6 persen pada sesi Senin, setelah meluncur ke level
terendah dua pekan di 57,63 dolar AS per barel.

Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent,
patokan internasional, meningkat 59 sen, atau 1 persen, menjadi 62,74
dolar AS per barel. Brent anjlok 4,2 persen pada penutupan sebelumnya.

Harga menguat karena data Maret menunjukkan
aktivitas jasa Amerika menyentuh rekor tertinggi. Sektor jasa China juga
meningkat tajam dengan kenaikan penjualan paling tajam dalam tiga
bulan.

Selain itu, Inggris berencana melonggarkan
pembatasan virus korona pada 12 April, memungkinkan bisnis dibuka
kembali, termasuk semua toko, pusat kebugaran, salon rambut, dan tempat
perhotelan luar ruangan.

Pasar pulih dari penurunan tajam pada sesi Senin,
ketika kedua patokan harga minyak merosot sekitar 3 dolar AS karena
meningkatnya pasokan minyak OPEC Plus dan melonjaknya infeksi Covid-19
di India dan sebagian Eropa.

Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) dan
sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC Plus, pekan lalu sepakat untuk
mengembalikan pasokan 350.000 barel per hari (bph) pada Mei, 350.000 bph
lagi di Juni dan 400.000 bph atau lebih pada Juli.

“Meski OPEC Plus bertentangan dengan apa yang
dipikirkan oleh sebagian besar pelaku pasar dan tim risetnya sendiri,
meningkatkan produksi minyaknya secara signifikan selama tiga bulan ke
depan, pasar sekarang memberi isyarat bahwa tak masalah dengan hal itu
dan siap untuk mendapatkan keuntungan dari kurangnya ketidakpastian
bahwa pembaruan month-to-month akan membawa hasil,” kata Louise Dickson,
analis Rystad Energy.