News, Opini  

Polemik Omnibus Law

Oleh : Yudhystira Indra Pramana

Pada hari Senin, 5 Oktober 2020, pemerintah mengesahkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law yang menimbulkan banyak penolakan terutama dari buruh hingga mahasiswa. Beberapa hari setelah pengesahan Undang-Undang Omnibus Law, banyak aksi yang dilakukan oleh pihak buruh maupun mahasiswa dalam penentangan mereka terhadap Undang-undang tersebut.

Sebelum membahas lebih lanjut seperti apa permasalahan yang terjadi akibat pengesahan Undang-Undang Omnibus Law, kita harus memiliki pemahaman tentang Undang-undang Omnibus Law.

Apa yang kalian ketahui tentang Undang-undang Omnibus Law? Menurut Barbara Sinclair, omnibus bill adalah proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu dan programnya tidak selalu terkait.

Dapat kita simpulkan bahwa Omnibus bill adalah suatu rancangan Undang-Undang yang mencakup lebih dari satu aspek menjadi sebuah penggabungan dalam satu Undang-Undang.

Omnibus Law sebenarnya sudah diterapkan di Amerika Serikat dan Kanada dari tahun 1880 dan di Asia Tenggara sendiri ada Vietnam yang juga menerapkan Undang-Undang ini. Omnibus Law atau Undang-undang Sapu Jagat menjadi sebuah polemik yang memicu aksi dari beberapa kalangan yaitu buruh dan mahasiswa yang merasa dirugikan dengan regulasi tersebut. 

Penyederhanaan regulasi Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja adalah wacana Presiden Joko Widodo yang terealisasikan pada hari Senin lalu, banyak pihak yang merasa dirugikan dalam isi Omnibus Law yang terdiri dari 174 pasal yang mengakibatkan aksi penyampaian orasi bertajuk demo beberapa hari setelah pengesahan Undang-undang tersebut.

Peraturan yang tercantum di dalam Undang-Undang Omnibus Law ditujukan untuk memperjelas dan menyelaraskan peraturan tentang investasi untuk mendorong investasi nasional maupun internasional di negara indonesia. Omnibus Law mencakup beberapa ketentuan tentang fungsi dan tugas Dewan Investasi sehingga Multi Nasional Corporation mudah untuk berinvestasi di negara kita.

Dari analisis lapangan yang saya lakukan, bahwa pihak yang melakukan aksi karena ada beberapa hal yang merugikan bagi mereka. Seperti upah minimum penuh syarat, pesangon berkurang, outsourcing seumur hidup, dapat kompensasi minimal 1 tahun, kontrak kerja tanpa batas waktu, waktu kerja yang berlebihan dan hak upah cuti yang hilang.

Banyak yang merasa hak warga negara mereka dipertaruhkan karena rasa ketidakadilan yang mereka rasakan. Pemenuhan hak setiap warga negara Indonesia telah dijamin oleh pemerintah dalam peraturan perundang-undangan. 

Tetapi masih sering dijumpai pelanggaran hak warga negara dengan tidak menerapkan keadilan sosial yang mengakibatkan warga negara merasa diberatkan dan merugikan. Dalam kasus ini, diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah maupun warga negara untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam permasalahan ini, terbentuk dua sisi pemikiran saya dalam menanggapi polemik yang terjadi dalam keterkaitan antara studi kasus pembahasan saya dengan dasar negara kita yaitu Pancasila. Sila kelima menjelaskan tentang konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang dimana menurut saya, memang ada kemungkinan Undang-undang Omnibus Law adalah strategi pemerintah dalam menangani krisis perekonomian bangsa yang akan menghadapi resesi pada saat pandemi global yang terjadi saat ini.

Tetapi strategi ini ternilai belum menghidupi kaidah Pancasila terutama pada sila kelima yaitu Keadilan Sosial untuk Rakyat Indonesia. Banyak rakyat kecil merasa dirugikan dalam regulasi ini sehingga menjadi sebuah tekanan baru dalam menghadapi kehidupan terutama pada perekonomian kelas menengah ke bawah.

Prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi acuan untuk menerapkan pengolahan pola pikir dan sikap untuk mewujudkan hal tersebut tanpa terkecuali, dalam penyederhanaannya adalah Pancasila sebagai dasar negara sudah selesai dirumuskan, tetapi belum selesai untuk dilaksanakan karena belum terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadilan sosial itu adalah hakikat Pancasila, dimana seluruh komponen masyarakat harus merasakan hal tersebut tanpa adanya perbedaan derajat sosial hanya karena kepentingan yang akan merugikan sebelah pihak, dan keputusan pengesahan Undang-Undang Omnibus Law menjadi contoh bahwa keadilan sosial dan penerapan Pancasila pada sila kelima belum terlaksanakan. Dapat disimpulkan bahwa, Pancasila sebagai pedoman negara belum berhasil untuk mencapai hal tersebut.

Sebagai warga negara, hak untuk mendapatkan keadilan itu mutlak di Indonesia. Hak telah melekat pada diri setiap manusia, dan itu diperkuat dalam peraturan yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia dalam pasal 27-32 Tahun 1945. 

Hak atas kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia juga ditegaskan dalam pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 

Dalam pasal tersebut menurut saya sudah sangat jelas pemerintah punya tanggung jawab besar dalam kemakmuran rakyatnya dalam berbagai keputusan yang akan diputuskan oleh pemerintah negara.

Dalam sisi lainnya, berpacu pada dasar negara kita yaitu Pancasila sila ketiga tentang Persatuan Indonesia. Dimana rakyat dan pemerintah selama ini belum bisa bersatu menangani negara, karena dari aspek rakyat, ada saja pihak yang selalu dirugikan dan selalu diuntungkan dan selalu merasa dirugikan, sehingga membuat pemerintah mengalami tekanan yang tinggi dalam membentuk suatu regulasi untuk tatanan negara dalam segala aspek.

Pemerintah juga melakukan tindakan yang terbaik menurut mereka itu adalah pemecahan suatu masalah tetapi dipandang buruk oleh masyarakat yang menurut saya hanya memikirkan hal tersebut dalam jangka waktu pendek. Padahal dalam jangka waktu panjang, itu dapat menghasilkan suatu benefit bagi masyarakat maupun negara jika mengimplementasikan regulasi tersebut maksimal diterapkan

Seperti yang kita ketahui, masih banyak masyarakat yang tidak taat dengan pemerintah dan melewati batas aturan pemerintah. Dengan perilaku masyarakat yang merasa harus diuntungkan terus-menerus, tetapi tidak menerapkan apa yang harus diterapkan dalam regulasi tersebut. Jadi rakyat dan pemerintah masih belum mencapai kata bersatu. Padahal kesatuan dan persatuan itu adalah konsep dasar untuk mencapai visi dan misi Negara Republik Indonesia.

Unsur dasar yang harus menjadi pemahaman umum untuk rakyat dan pemerintah dalam menerapkan perekat dan pemersatu bangsa dengan menyatukan satu pemikiran dengan mengesampingkan keegoisan untuk mempertahankan prinsip pemikiran masing-masing untuk suatu tujuan, yaitu Indonesia maju dan makmur.

Pemerintah dan rakyat harus memahami nilai dasar negara kita, yaitu Pancasila sehingga mengerti peran yang harus dilakukan dengan Pancasila sebagai pedomannya. Banyak PR yang harus diselesaikan, mau itu pemerintah maupun rakyat dalam mencapai Indonesia maju dan makmur.

Dalam kasus polemik Omnibus Law adalah contoh konkrit penerapan Pancasila masih belum terlaksana dengan baik, sehingga apa yang menjadi impian para founding father kita terdahulu masih belum terealisasikan sampai sekarang. (*)

Penulis adalah Mahasiswa UII Yogyakarta