SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda News Italia Kini Bagi Ummu Yahya

Italia Kini Bagi Ummu Yahya

.

Oleh: Yeni Arissa*



ITALIA adalah salah satu titik episentrum pandemik covid-19 di dunia. Mendengar kasusnya sangat tinggi, langsung teringat dengan kabar sahabat lama yang sedang berada disana. Begitu nomor kontak terbarunya saya dapatkan, langsung saya hubungi dan saya agendakan untuk mengobrol panjang dengannya.

Mengawali bincang dengan saling sapa. Alhamdulillah ia sekeluarga sehat. Bahkan ternyata sudah punya tiga anak. Saya memanggilnya Ummu Yahya. Mendampingi suami yang sedang menempuh pendidikan doktoral disana, ia mengasuh tiga putra dan putri dengan ragam tantangan. Namun ia menyampaikan bahwa ia sangat betah berada di sana. Apa sajakah yang membuat betah tersebut?

Relaksasi lockdown Kota Pontedera tempat ia berdomisili, terjadi secara bertahap sejak 4 Mei 2020.

Bahkan hingga 20 Mei 2020 kota ini sudah nihil kasus Covid-19. Suasana ini menghangatkan kembali aktivitas di berbagai sarana publik. Namun untuk sekolah putra pertamanya masih menjalankan study from home. Pendidikan di Italia memang tidak memberatkan pelajar. Termasuk sekolah Islam yang dibangun warga muslim imigran, tempat putra pertama bersekolah. Menggunakan gedung yang tidak kerap digunakan. Pada hari ahad sekolah ini beroperasi di salah satu gedung milik katedral di kotanya.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat membantu dalam bersosialisasi. Namun kendala bahasa ini yang cukup membuat anak-anak bingung. Pengajar di sekolah Islam tersebut, dominan menggunakan bahasa Arab dan Bahasa Italia. Sehingga anak-anak masih perlu penyesuian cukup lama agar bisa berkomunikasi dua arah dengan baik. Tapi saya berfikir mereka akan sangat familiar dengan aneka bahasa di dunia, dan itu bagus. Kedepan anak-anaknya akan dimasukkan ke sekolah negeri. Tapi saat ini masih belum ada pengumuman terkait aktifnya pembelajaran.

Ummu Yahya bercerita bahwa menjalani keseharian disana dirasa betah karena didukung pula kondisi lingkungan kota yang bersih. Tata kota yang ramah anak karena dimana pun di sudut kota tersedia tempat atau taman bermain bagi anak-anak. Sampah pun tidak berserakan dan dikelola dengan baik. Entah karena betul kesadaran warga kota akan kebersihan atau karena sanksi dari pemerintah yang diterapkan bagi yang tidak tertib dalam masalah sampah. 

Sisi lain yang membuat betah berada di Italia menurutnya adalah pelayanan kesehatannya. Meski harus merogoh kocek secara tahunan untuk asuransi kesehatan sebesar 385 Euro atau sekitar enam juta rupiah. Sebesar itu diberlakukan untuk berapapun jumlah anggota keluarga. Ia merasakan pelayanan yang nyaman, mudah dan professional dari setiap layanan kesehatannya.

Fasilitas apartemen yang nyaman, bersih dan sehat pun tersedia meski harus membayar sewa sebesar 460 euro atau sekitar tujuh juta rupiah perbulan. Belum termasuk biaya layanan pengelolaan sampah, penggunaan gas listrik dan air. Sepanjang tahun mendiaminya, ia harus membayar Ijin tinggal (permeso) sebesar 250 euro atau sekitar empat juta rupiah pertahun.

Suami Ummu Yahya adalah mahasiswa aktif asal Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat yang sukses menerima beasiswa pendidikan doktoral di Italia. Perbulannya ia mendapat biaya pendidikan sebesar 1600 euro atau sekitar 25 juta rupiah. Namun setiap tahun pula pajak mahasiswa harus dibayar sebesar 140 euro atau sekitar dua juta rupiah setahun. Setelah melihat pengeluaran yang cukup banyak, bisa saya katakan hidup di Italia dengan beasiswa pendidikan sebesar itu bersama keluarga kecil, harus serba sederhana saja.

Kehidupan sosial sebagai keluarga muslim di Italia yang masih minoritas jumlah umat Islamnya, ternyata tidak menemukan halangan yang signifikan. Makanan halal bisa didapatkan, Ramadhan bisa dijalankan bersama mahasiswa dan keluarga muslim lainnya walau tak dapat berjumpa secara fisik namun saling memberi perhatian satu sama lain. Ditambah keramahan penduduk asli kota yang juga tidak menampakkan sikap rasisme atau islamphobia.

Namun memang diakui bahwa kehidupan liberal atau kebebasan berperilaku dari sisi pergaulan dan cara berpakaian, masih jadi pemandangan yang tidak ramah apalagi di pandangan anak-anak. Sehingga Ummu Yahya harus melakukan berbagai cara agar anak-anak tidak terpengaruh dan mengetahui jati dirinya sebagai seorang muslim.

Pontedera memang kota yang ramai. Banyaknya perusahaan disana, menjadi magnet bagi para pencari kerja tidak terkecuali warga muslim. Mereka turut bermukim dan kian bertambah. Hal inilah yang menyebabkan orang muslim di Pontedera diperhitungkan bahkan pada pemilihan walikota yang lalu. Hingga mengundang keinginan salah satu calon walikota untuk mendatangi mesjid seusai sholat jum’at. Disana sang calon walikota meminta dukungan umat muslim Pontedera. Hasilnya? Ia menang.

Demikianlah sekelumit obrolan siang (WIB) saya dengan Ummu Yahya di Italia (6 jam lebih lambat) masih dalam suasana Syawal, silaukhuwah ini tak kan sia-sia. Semoga jarak bumi diatas 10 ribu kilometer ini, akan menjadi dekat ketika berjumpa kembali atau kami dipertemukan Allah kembali di Syurga-Nya nanti. Aamiin. *



*Penulis Kalbar

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan