Hari Air Sedunia di Kuala Dua, Membangun Kesepahaman Bersama
![]() |
| Peringatan Hari Air Sedunia tahun 2020.[Suarakalbar/Niko] |
Sanggau (Suara Kalbar) – Peringatan Hari Air Sedunia tahun 2020 dengan tema kegiatan merujuk pada tema peringatan Hari Air Sedunia yakni “Air dan Perubahan Iklim”, dilaksanakan di Bori Tajau Obih Edueap, Komplek Bruderan MTB Kuala Dua, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau, dibuka oleh Bupati Sanggau yang diwakili oleh Yakobus, SH. MH. Asisten 1 bidang Pemerintahan, Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kabupaten Sanggau, Sabtu (14/3/2020).
Kegiatan Peringatan Hari Air ini digelar oleh JPIC Bruder MTB, WALHI Kalimantan Barat, Dayakologi, Kompra dan Masyarakat sekitar. Sedangkan peserta yang hadir pada kegiatan ini berasal dari masyarakat, NGO, DAD, Temenggung, Pemerintah Desa, Tetua Adat, Organisasi P2D Beduai, Instansi Pemerintah.
Dalam laporannya, Cion Alexander, S.H., Ketua Panitia Pelaksana Kegiatan menyampaikan, dilaksanakannya kegiatan ini untuk membangun kesepahaman bersama, memastikan akses dan kontrol terhadap sumberdaya air yang berkeadilan serta sebagai momentum silaturahmi untuk berbagi pemahaman mengenai perubahan iklim dan dampaknya, serta pentingnya air untuk kehidupan.
Mewakili Bupati Sanggau sekaligus membuka acara secara resmi, dalam sambutannya Yakobus, SH. MH., menyampaikan, 28 tahun Hari Air saat ini yang menjadi permasalahan yakni bagaimana ketersediaan air bersih bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kini alam mulai tidak bersahabat dengan kita, akibat keserakahan dan kerakusan kita sendiri, di antaranya saat ini, kita kurang bersahabat dengan alam, karena prilaku pribadi kita, kesadaran kita yang kurang akan memelihara lingkungan, karena itu kita harus berupaya dan bertanggung jawab dalam penyediaan serta pemenuhan kebutuhan air, dengan memelihara sumber air dan lingkungan serta hutan produksi air,” pesannya.
Pada sesi Diskusi “Air dan Perubahan Iklim”, kegiatan ini menghadirkan para narasumber, diantaranya; 1) Bupati Sanggau diwakili Asisten 1 (Peran Pemerintah Sanggau Menjawab Tantangan Perubahan Iklim dan Memastikan Pemenuhan Hak Atas Air Bersih bagi Rakyat), 2) Direktur WALHI Kalimantan Barat (Perubahan Iklim dan Tantangan Pemenuhan Hak Atas Air Bersih sebagai Hak Asasi Manusia), 3) Direktur Institut Dayakologi (Manusia Dayak, Air dan Perubahan Iklim), 4) Temenggung Kalimantat (Testimoni: (Dampak Perubahan Iklim dan Akses Masyarakat Adat terhadap Air Bersih).
Disampaikan oleh Direktur Walhi Kalbar Nikodemua Ale, dalam diskusi Hari Air Sedunia ini, hal yang dibahas di antaranya mencari cara menyelamatkan air khususnya di wilayah Sekayam.
“Ketersediaan air sebagaimana waktu, tempat dan kualitas yang diperlukan dalam perjalanannya mengalami situasi yang sulit pada sejumlah masyarakat secara luas, namun pada kesempatan ini kita bahas bagaimana cara menyelamatkan air yang ada di wilayah kita, khususnya di wilayah Sungai Sekayam ini,” paparnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, pentingnya air mendapat perhatian serius juga karena hak atas air berih sebagai hak fundamental yakni hak asasi manusia. Keberadaan air menutupi sekitar 71 persen dari muka bumi. Dalam kehidupan hampir seluruhnya yakni 50 sampai 97 persen dari seluruh berat tanaman dan hewan hidup. Selanjutnya, sekitar 70 – 80 persen dari berat tubuh kita terdiri dari air. Material ini merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan, paparnya.
Di kesempatan tersebut Yakobus, S.H., M.H menerangkan, Pemda Sanggau sudah menyelesaikan moratorium, mengelola hutan secara mandiri, menerapkan hutan adat, terutama dengan program Sanggau Budiman (Berbudi dan Beriman) dengan cara membina, menghindari tindakan tidak sehat misalnya Terorisme. Demikian juga dengan program Sanggau Pintar diantaranya mengembangkan SDM, memberikan beasiswa, dengan harapan kemajuan masyarakat Sanggau dan tentu kepedulian terhadap lingkungan serta air juga menjadi perhatian pemerintah.
Krissusandi Gunui Direktur Institut Dayakologi dalam paparannya menjelaskan, hutan kita ibaratkan nafas, tanah ialah Jantungnya dan Air ibaratkan darah, maka diharapkan kita menjaga hutan, tanah dan air yang ada.
Diungkapkanya, tidak dipungkiri masyarakat kita banyak yang menjual tanah. Di antaranya ada oknum kepala adat dan temenggung yang menjual tanah atas nama kepemilikan pribadi. Memanglah hal ini tidak ada pelarangan menjual tanah adat secara pribadi, namun dalam prosesnya terkadang diselesaikan dengan cara RasNang (Siapa keras dia menang).
“Pahamnnya memang ada 3 jenis Tanah Adat, yakni tanah adat atas nama Pribadi (Perseorangan), Kelompok dan Komunal (milik warga seluruh kampung), maka harus ada terobosan hukum baru, yakni hukum adat tentang pelarangan penjualan tanah adat,” sarannya.
Lanjutnya, yang kita dorong dari sosial budaya, Instrumennya adalah aturan Pemerintah, Reforma Agraria, hendaknya maksimalkan untuk masyarakat adat, perannya bukan sebagai objek, melainkan jadi Subjek atau Pemilik, tidak semata diatur-atur oleh Investor.
Dalam ruang diskusi tersebut Ketua JPIC Bruder MTB, Bruder Gerardus, MTB. mengajak menjaga hutan, tanah dan air tentu dimulai dari diri sendiri dulu.
“Allah yang hidup tidak berkenan bagi siapapun yang merusak alam dan makluk hidup, karena itu Kalimantan sebagai paru-paru dunia, maka kita bicara air kita bicara diri kita sendiri dan mulai dari diri kita sendiri untuk menjaga alam di dunia ini,” pesannya.
Hal senada juga disampaikan P. Dionisius Meligun, Pr., saat ini masih minimnya tersediannya air bersih menjadi keprihatinan bersama, karena itu dituntut tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat mulai dari diri sendiri, sadar untuk menjaga lingkungan dan air.
Hal lain disampaikan Ambrosius Kidul, permasalahan dan penyebab kerusakkan air diantaranya Kebijakan HPH dan HTI mesti diterapkan dengan benar dan mesti dikaji ulang karena masih adanya pelanggran yang dilakukan perusahaan.
Demikian juga disampaikan Norman, terhadap pihak investor pengembang perkebunan yang berkaitan dengan HGU, jangan lagi ada manipulasi terhadap Pengurus Adat maupun Tokoh Masyarakat, sebab mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena manipulasi tersebut mengakibatkan masyarakat adat merugi atas status tanah atau kebunnya, diakibatkan informasi sepotong yang disampaikan. Penyelesaian masalah berkaitan ini juga jangan jadi ironi, tegasnya.
Merefleksi permasalahan terkait air Ketua DAD Kecamatan Kembayan Yoseph Andi, menyampaikan, masalah Mata Air kini jadi Air Mata.
“Kita semua pasti tahu, sosialisasi pembukaan lahan Tomas (Tokoh Masyarakat) dilibatkan, namun karena info disampaikan sepotong saja, maka jadi miris regulasi yang adapun hanya sebatas Hitam Putih saja, sehingga penerapannya dalam hal ini berakibat, banyak masyarakat lepas haknya terhadap kepemilikan tanahnya,” ungkapnya.
Apakah boleh Korporasi membeli lahan petani? Setahu saya tidak boleh. Dulu Tomas disanjung, sekarang ditendang. CSR, tanggung jawab perusahan terhadap lingkungan dan lain-lain masih ada yang tidak maksimal tersalurkan, ungkapnya.
Usai paparan dari narasumber, dilanjutkan dengan diakusi dan Kegiatan Penanaman sejumlah pohon kayu/pohon buah lokal sekaligus menandai dimulainya rangkaian penanaman pohon yang bakal turut diikuti oleh komunitas.
Di akhir acara Camat Kembayan Drs. Inosensius Nono menegaskan, menjaga lingkungan dan mengelola alam dengan baik, tetap menjaga hutan produksi air menjadi tanggung jawab semua pihak, sehingga ketersediaam air bisa terjamin dan berkelanjutan, tutupnya.
Penulis: Niko
Editor. : Dina Wardoyo
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





