PWI Gelar Seminar Pengembangan Industri Kelapa Sawit di Kalbar
Suasana Seminar Pengembangan Industri Kelapa Sawit yang digelar PWI Pusat di Pontianak, Rabu (11/9/2019). |
Pontianak (Suara Kalbar) – Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menggelar Seminar Pengembangan Industri Kelapa Sawit bertema “Menuju Kemandirian Energi” di Hotel Golden Tulip, Pontianak, Rabu (11/9/2019).
Seminar dihadiri Gubernur Kalbar Sutarmidji dengan diikuti Media yang ada di Kalbar, baik dari Media Televisi, Media Cetak, Media Online dan Radio dan Humas Pemerintah.
“Tujuan dari digelarnya seminar ini adalah untuk meningkatkan kompetensi wartawan dan humas pemerintah tentang Industri Kelapa Sawit Indonesia,”kata Ketua PWI Kalbar Gusti Yusri dalam sambutanya.
Sebelumnya, kegiatan serupa telah dilaksanakan di beberapa kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Aceh dan Padang.
Sementara itu, Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Satrija Budiwibawa dalam pemaparannya seputar Fakta Industri Kelapa Sawit di Indonesia.
“Beberapa hal dalam keseharian kita selalu bersinggungan dengan produk sawit, baik dari produk sabun, minyak goreng dan lain sebagainya,” katanya.
Menurutnya, saat ini pertumbuhan populasi lebih besar dibandingkan tingkat produktivitas minyak nabati.
“Minyak Nabati adalah anugerah dari Allah, dengan penggunaannya sehari-hari tetap akan jauh dari kolesterol dan tetap sehat bagi tubuh. Ditambah lagi, kebutuhan Biodiesel di Uni Eropa meningkat sangat tajam, karena minyak sawit pasokannya pasti mencukupi dan harga lebih kompetitif,” urainya.
Satrija mengatakan, Negative Champaign ekstrim saat ini sangat gencar di luar negeri, contohnya seperti sebuah gambar mesin pompa SPBU yang ada tertera gambar orang utan.
Ia juga mengatakan, saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen sawit terbesar dunia.
“Untuk CPO, penggunaannya saat inipun sudah mulai bergeser. Mudah-mudahan, dari Pemerintah sendiri ada kebijakan terhadap Hilirisasi Sawit,” harapnya.
Satriya menerangkan, eksistensi sawit di Indonesia, dengan turunnya harga sawit, maka akan menurunkan daya kompetitif dari perusahaan sawit. Sawit memiliki pertumbuhan yang sangat besar, terbukti dari neraca perdagangan, dimana minyak sawit memiliki kontribusi lebih dari sektor migas dan non migas.
“Harga sudah rendah, tapi biaya operasional/produksi semakin naik, inilah dampak Negative Champaign dari pemerintah Uni Eropa. Sebenarnya, jika harganya bagus, Indonesia akan memiliki devisa yang besar dari sawit. Ini adalah PR kita bersama,” tegasnya.
Penggunaan minyak sawit saat ini untuk pangan masih cenderung stagnan, namun penggunaan untuk Biodiesel cenderung meningkat.
“Secara signifikan akan mendorong harga CPO dunia untuk naik, dan sawit sejak awal sudah memikirkan tentang konsep keberlanjutan melalui RSPO,”ungkapnya.
Penulis: Tim Liputan
Editor: Kundori