SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda News Minta Keadilan, Pihak BC Buat Surat Permohonan kepada DAD Entikong

Minta Keadilan, Pihak BC Buat Surat Permohonan kepada DAD Entikong

Riswandono (tengah), P. Dwi Jogyastara (kanan) saat menghadiri sidang adat Temenggung DAD Entikong

Foto: Nikodemus Niko / suarakalbar.co.id

Entikong (Suara Kalbar) – Menanggapi tudingan Pihak BC dinilai setengah hati memenuhi tuntutan Adat Dayak, sebagaimana dimuat pada pemberitaan suarakalbar.co.id pada tanggal 24 Mei 2019, P. Dwi Jogyastara menjelaskan kepada suarakalbar.co.id, Senin 24 Juni 2019 tentang maksud dibuatnya Surat Permohonan Pengenaan Sanksi Adat terhadap Agustinus Clarus atas kejadi pemukulan, pengucapan kata-kata kasar dan perbuatan tidak sopan kepada petugas Bea dan Cukai yang sedang menjalankan tugas, surat tersebut ditujukan kepada Ketua Dewan Adat Dayak Entikong.

“Pertama kami percaya hukum adat Dayak berazaskan keadilan seperti pepatah “Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata”, dan berdasarkan informasi dua orang tokoh adat yang menyatakan hukum adat Dayak berlaku untuk semua termasuk kami warga pendatang punya hak yang sama untuk mendapatkan keadilan, bahkan kalau tokoh adat Dayak melakukan pelanggaran dikenakan sanksi lebih berat daripada orang awam, maka dengan dasar itu kami membuat surat permohonan yang disampaikan kepada DAD Entikong, sebagai upaya untuk mendapatkan keadilan,” paparnya.

Kedua rekan-rekan pegawai Bea Cukai Entikong merasa ada yang tidak pas dan berkeadilan dalam kasus Sidang Adat Dayak Kecamatan Entikong yang dilaporkan Agustinus Clarus sebagai pelapor terhadap Riswandono sebagai pihak terlapor karena dalam sidang tersebut tidak semua fakta disampaikan, diungkap dan dijadikan bahan pertimbangan keputusan, jelasnya.

Pada sidang putusan sanksi terhadap Riswandono kesannya “Bertepuk sebelah tangan” karena permasalahan pokok/awal  seperti menolak untuk diperiksa dan justru mengucapkan kata-kata kasar kepada petugas Bea Cukai yang sedang menjalankan tugas pemeriksaan barang penumpang. Pemukulan terhadap Sdr. Prayogi, marah-marah dan memukul meja dan menantang untuk diproses di Polsek Entikong di hadapan  Teguh Iman yang berupaya melakukan mediasi, menjadi terabaikan faktanya karena yang diproses pada sidang adat tersebut adalah pengucapan kata mabuk kepada  Agustinus Clarus dan  pengucapan “Saya mau permasalahan ini diselesaikan dengan hukum positif” oleh  Riswandono yang dianggap melecehkan hukum adat Dayak.

Pada saat sidang adat pertama berlangsung  Riswandono sebagai terlapor tidak mengetahui banyak tentang sidang adat sehingga yang bersangkutan tidak menyampaikan keseluruhan kejadian awal di PLBN Entikong mulai dari kejadian pemukulan yang dilakukan Agustinus Clarus sampai kejadian di Polsek Entikong.  Riswandono merasa tidak melakukan pelecehan terhadap hukum Adat Dayak karena pengucapan tersebut di atas sebagai respon atas pertanyaan petugas Polsek Entikong yang menanyakan apakah akan diselesaikan dengan kekeluargaan atau diproses lanjut dengan Laporan Polisi. Riswandono menandatangani Berita Acara Sidang Adat Dayak karena ingin kasusnya segera selesai dan bukannya mengakui pelecehan adat Dayak.

Sehubungan dengan perkara aduan Agustinus Clarus tersebut telah diputuskan Tumenggung Dewan Adat Kecamatan Entikong berupa pengenaan sanksi adat secara akumulasi sebesar Rp. 27.675.000,- dan telah diselesaikan pelunasan pada hari Jumat tanggal 24 Mei 2019 yang diterima oleh Donatus Mustaat selakuTemenggung DAD Kecamatan Entikong.

Berita mengenai pihak Bea Cukai dinilai setengah hati memenuhi tuntutan adat Dayak yang dimuat tanggal 24 Mei 2019 adalah tidak benar karena pihak Bea Cukai telah mengikuti seluruh rangkai sidang adat Dayak dan Riswandono juga telah memenuhi kewajiban atas sanksi adat yang dijatuhkan. Sekarang permasalahan tersebut kami serahkan kepada Ketua Dewan Adat Dayak Entikong untuk dapat ditindaklanjuti dengan seadil-adilnya. (BC)

Editor: Nikodemus Niko

Komentar
Bagikan:

Iklan