Suka Hiking? Waspadai Hipertensi Paru Akibat Rendahnya Oksigen di Pegunungan
Jakarta (Suara Kalbar)- Aktivitas mendaki gunung atau hiking di dataran tinggi yang menjadi hobi dari sebagian orang ternyata bisa menjadi salah satu pemicu hipertensi paru. Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr Hary Sakti Muliawan mengatakan, hiking bisa jadi pencetus hipertensi paru untuk orang-orang dengan faktor risiko.
Ia menjelaskan, kondisi udara dengan kadar oksigen yang lebih rendah di dataran tinggi dapat meningkatkan tekanan di pembuluh darah paru. Hal ini yang membuat organ jantung bagian kanan harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru-paru
“Ini agak unik ya, atlet atau orang-orang yang suka hiking atau mendaki ke pegunungan itu saturasi oksigennya rendah. Itu yang kadang-kadang bisa mencetuskan hipertensi paru,” ujar dr Hary di Jakarta, mengutip Antara, Minggu (30/11/2025).
Meski demikian, hipertensi paru tidak secara otomatis dialami oleh semua orang yang gemar hiking. Dokter Hary menjelaskan, risiko lebih tinggi dialami oleh orang dengan penyakit jantung bawaan, penyakit autoimun seperti lupus, gangguan paru seperti tuberkulosis (TBC) dan asma, serta wanita mengandung.
Ia menegaskan, untuk orang-orang yang tinggal di wilayah dataran tinggi, tidak semua akan mengalami hipertensi paru karena penyakit ini dapat terjadi pada orang yang berisiko.
“Ini sifatnya genetik, jadi ada beberapa orang yang memang memiliki kerentanan terhadap genetik tersebut maka tinggal di ketinggian itu hanya menjadi pencetus hipertensi paru. Tidak otomatis semua yang tinggal di wilayah dataran tinggi lalu akan hipertensi paru, tidak juga,” tegasnya.
Individu berisiko tinggi dapat mengalami gejala seperti sesak napas setelah aktivitas ringan, kelelahan, hingga pembengkakan setelah pendakian.
“Keluhan itu jangan diabaikan, segera konsultasi ke dokter spesialis jantung dan spesialis paru untuk memastikan kondisi sehingga mendapatkan perawatan yang tepat,” tambahnya.
Dokter Hary menambahkan, sebaiknya orang-orang dengan risiko tinggi tersebut memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter untuk mengetahui kapasitas fisik dan aktivits apa yang tepat sebelum beraktivitas.
“Kita periksa dulu kapasitas fisiknya sebesar apa, umumnya ada hitungan yang kita turunkan dari kapasitas maksimal kita turunkan 80 persen sehingga orang tersebut bisa berolahraga,” pungkas dr Hary.
Sumber: Beritasatu.com
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





