Musim Kemarau, Warga di Melawi Diminta Jangan Bakar Lahan
Melawi (Suara Kalbar) – Kapolres Melawi, AKBP Harris Batara Simbolon mengimbau dan mengajak seluruh masyarakat agar bersama sama mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan. Terlebih kondisi saat ini sedang musim kemarau.
Tak hanya itu saja, masyarakat juga diminta menghindari membuka lahan dengan cara membakar serta tidak meninggalkan api di hutan mau pun lahan.
“Apa bila melihat kebakaran agar segera melaporkan kepada kepolisian terdekat, Bhabinkamtibmas mau pun pemerintah desa,”pinta Kapolres.
Saat ini, ungkap pria berperawakan low profile ini jajaran Polres Melawi dan polsek jajaran aktif melakukan himbauan karhutla langsung kepada masyarakat dengan media spanduk dan berdialog langsung dengan masyarakat.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Melawi beberapa waktu terakhir sangat jarang turun hujan sehingga dengan situasi ini berpotensi terjadinya karhutla. baik yang di sebabkan kesengajaan oleh manusia mau pun karena faktor alamiah.
BMKG Keluarkan Peringatan Potensi Karhutla Meningkat
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan tegas dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Karhutla yang di gelar oleh BNPB secara Daring, bahwa sebagian besar wilayah Indonesia—terutama di Sumatera dan Kalimantan—akan menghadapi puncak musim kemarau pada Agustus 2025.
Dalam situasi ini, potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) diperkirakan meningkat drastis, dengan wilayah prioritas mencakup Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Berdasarkan analisis curah hujan dasarian (10 harian), sebagian besar wilayah Riau, Jambi, dan Kalimantan masih berada dalam kategori curah hujan rendah hingga awal Agustus.
Peta potensi kemudahan kebakaran (Fire Danger Rating System/FDRS) menunjukkan dominasi warna merah, yang menandakan tingkat kemudahan lahan untuk terbakar sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa lahan bisa terbakar secara alami, bahkan tanpa pemantik eksternal.
Kepala BMKG menegaskan, meskipun hujan sempat turun sebagai hasil dari operasi modifikasi cuaca (OMC) pada pekan lalu, dampaknya tidak bersifat jangka panjang.
“Warna Merah kembali muncul. Artinya, efek OMC sudah mulai menurun, dan kondisi cuaca aslinya kembali mendominasi,” jelasnya.
Dalam paparan visual prakiraan pembentukan awan hujan harian, wilayah kritis seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan menunjukkan rendahnya potensi pertumbuhan awan. Mayoritas wilayah terlihat dalam warna kuning dan oranye—menandakan awan tidak berkembang secara maksimal.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, turut mengapresiasi sinergi BMKG dan BNPB dalam pelaksanaan OMC. Menurutnya, OMC telah menjadi instrumen penting pencegahan karhutla yang berbasis data dan bukan sekadar eksperimen.
“Ini penting ya, kita punya OMC yang semakin baik di bawah arahan Ibu Kepala BMKG untuk menentukan tadi di mana potensi awan yang ada, kapan kemudian OMC dilakukan bersama dengan teman-teman dari BNPB,” ujar Menteri Kehutanan.
Ia menekankan, keberhasilan OMC tidak hanya bergantung pada aspek teknis seperti penyemaian garam, tapi terutama pada ketepatan waktu dan lokasi, yang ditentukan oleh analisis cuaca presisi dari BMKG.
Kolaborasi ini memungkinkan tindakan cepat sebelum api meluas, terutama di wilayah-wilayah rawan yang sulit dijangkau melalui jalur darat.
Penulis: Dea Kusumah Wardhana
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





