Rp 11,88 Triliun Disita Kejagung: Uang yang Bicara tentang Amanah, Korupsi, dan Iman
Oleh: Fakhurrazi Al Kadrie S.HI, MP.D
BERITA heboh datang dari Kejaksaan Agung RI: uang tunai sebesar Rp 11,88 triliun disita dari lima anak perusahaan Wilmar Group. Tumpukan uang ini bukan hasil lelang, bukan pula hadiah negara, melainkan pengembalian kerugian negara akibat kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) tahun 2022 silam.
Uang sebesar itu yang bila dibagi rata ke seluruh rakyat Indonesia bisa memberikan lebih dari Rp 40 ribu per kepala bukan sekadar angka dalam laporan. Ia adalah simbol kebobrokan amanah, sekaligus cermin bahwa hukum dan moral harus kembali berjalan beriringan.
Tiga raksasa korporasi: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, sebelumnya divonis lepas oleh pengadilan. Tapi Kejaksaan Agung tak menyerah. Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, dengan tudingan keras: ada dugaan suap dalam proses peradilan itu.
Kini, uang yang disetor Wilmar kembali ke negara bukan sekadar bentuk pertanggungjawaban, tapi juga menjadi barang bukti tambahan yang bisa membuka borok sistemik di balik mafia ekspor komoditas.
Berikut rincian dana yang telah dikembalikan:
PT Multimas Nabati Asahan: Rp 3,99 triliun
PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp 7,3 triliun
Sisanya dari tiga anak perusahaan lainnya.
Jumlah yang mencengangkan ini seolah menampar realitas rakyat yang masih berjuang membeli beras, membayar sekolah anak, dan mencari pekerjaan yang halal.
Lebih tragis lagi, muncul pula dugaan suap kepada hakim dan pengacara. Hingga saat ini, sembilan tersangka telah ditetapkan, termasuk empat hakim yang sejatinya menjadi penjaga pilar keadilan.
Dalam Islam, amanah bukan hanya titipan jabatan atau kekuasaan, tapi juga harta dan kepercayaan publik. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
(QS. An-Nisa: 58)
Korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah, yang dosanya tidak hanya merusak dunia, tapi juga mengundang murka akhirat. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih utama baginya.”
(HR. At-Tirmidzi)
Uang triliunan rupiah yang disita itu, jika berasal dari korupsi dan suap, bisa menjadi saksi bisu atas betapa rusaknya moral sebagian pelaku ekonomi dan hukum di negeri ini. Dan di hadapan Allah, tak ada pengacara yang bisa menyuap, dan tak ada hakim yang bisa ditipu.
Uang bisa membeli pengacara, bisa menyuap kekuasaan, bahkan bisa membuat vonis seolah “hilang”. Tapi uang tak bisa membeli keberkahan hidup, ketenangan hati, apalagi ampunan dari Allah.
Kasus ini harus menjadi cermin nasional, bahwa perjuangan memberantas korupsi bukan sekadar soal hukum positif, tapi juga soal iman dan akhlak.
Kita harus terus menyuarakan pentingnya integritas, mendidik umat agar memahami bahwa rezeki halal lebih utama dari kekayaan haram, dan mengingatkan diri sendiri bahwa jabatan, uang, dan nama besar tak akan menyelamatkan siapa pun dari hisab di hari akhir.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil…”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran. Bukan hanya bagi yang korup, tapi juga bagi kita yang diam.
*Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Pontianak
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





