SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Kalbar PWI Kalbar Ajak Sosialisiasikan Semangat Demokrasi dan Mengawasi Pemilu 2024

PWI Kalbar Ajak Sosialisiasikan Semangat Demokrasi dan Mengawasi Pemilu 2024

Logo PWI [pwi.or.id]

Pontianak (Suara Kalbar) – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Barat, Gusti Yusri mengatakan, pada tahun 2024 , bangsa Indonesia akan melaksanakan gawai besar demokrasi, yakni Pemilu dan Pilpres secara serentak pada tanggal 14 Februari 2024 dan kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Pilkada pada tanggal 27 November 2024.

“Gawai demokrasi ini tentu harus kita kawal dengan baik, karena pemilu yang demokratis dapat terlaksana jika dapat berjalan dengan aman, damai, transparan dan berintegritas. Peran semua pihak termasuk para tokoh agama dan tokoh masyarakat menjadi amat penting untuk mendorong agar kompetisi politik 5 tahunan tersebut tetap berada dalam koridor demokrasi yang berlandaskan pada moral dan etik serta budaya bangsa Indonesis yang memegang teguh musyawarah, kegotong-royongan dan saling menghargai perbedaan,” ungkap Gusti Yusri saat melaksanakan FGD dengan tema “ Peran Tokoh Agama dalam Menciptakan Pemilu Damai” di Pontianak, Senin (18/7/2022).

Menurut Abah, panggilan akrab Gusti Yusri, PWI sebagai salah satu organisasi Wartawan di Indonesia tentu berkewajiban mengajak dan mensosialisasikan semangat demokrasi yang diusung dalam pemilu, kemudian mengawasi berjalannya pemilihan umum.

“Pers sebagai salah satu pilar dalam demokrasi dan tentunya bersinergis dengan berbagai pihak diharapkan dapat memberikan informasi yang benar kepada masyarakat dalam upaya mendukung tugas-tugas KPU, Bawaslu dan Polri dalam menciptakan Pemilu dan pilkada yang aman dan damai pada tahun 2014 yang akan datang,”tegas Abah.

Abah memaparkan, pluralisme yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan sebuah keniscayaan, dan kita berhak memiliki rasa bangga atas keanekaragaman yang membuat bangsa kita kaya akan budaya.

“Namun, pluralitas tidak hanya cukup dianggap sebagai sebuah anugerah yang menciptakan keunikan tersendiri bagi masyarakat dan bangsa kita. Karena pluralitas mengandung implikasi tersendiri yang mampu memicu konflik hingga berujung pada separatisme dan disintegrasi,” urainya.

Dalam hal ini, lanjut Abah, politik identitas yang seringkali muncul dan mewarnai dinamika politik nasional dan daerah menjadi salah satu implikasi pluralitas tersebut.

“Beberapa oknum elit politik dan sosial menggunakan identitas seperti agama, suku, kelompok dan kedaerahan demi tercapainya kepentingan politis pribadi maupun golongannya,” bebernya.

Akibatnya, dalam ranah sosial dan politis, muncul kekuatan-kekuatan yang mengatasnamakan kesamaan agama, suku, dan daerah asal. Hal ini merupakan wujud dari keberagaman dan kebebasan warga dalam berkumpul serta berserikat. Namun, pluralitas tersebut kadangkala tiba pada titik ekstrimnya yaitu konflik antar suku, agama, maupun etnis.

“Pengalaman sejak dari awal-awal reformasi sampai saat ini, titik esktrim itu akan semakin memanas ketika memasuki event demokrasi seperti Pemilu legislatif, Pilpres dan Pilkada. Ego sektoral untuk mengunggulkan identitas masing-masing akhirnya menciderai tujuan nasional yang seharusnya mampu diwujudkan bersama,”pungkasnya.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan