SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Daerah Melawi Rindu di Balik Doa: Kisah Eko Susilo, Ayah Santri Asal Melawi yang Rela Berjauh Demi Cita-Cita Anaknya

Rindu di Balik Doa: Kisah Eko Susilo, Ayah Santri Asal Melawi yang Rela Berjauh Demi Cita-Cita Anaknya

Eko susilo, saat berkunjung ke pesantren beberapa bulan lalu.[HO-Istimewa]

Melawi (Suara Kalbar)—Setiap malam, di teras rumah di Desa Tanjung Tengang, Kecamatan Nanga Pinoh Kabupaten Melawi, Eko Susilo punya kebiasaan yang tak pernah ia tinggalkan. Seusai salat Isya, ia duduk bersila, menatap foto anak pertamanya, Rizky R Ramadhan (15 tahun) yang kini telah empat tahun mondok di Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang Mempawah.

Di antara sunyi malam, hanya doa yang ia kirimkan untuk buah hatinya yang jauh di rantau menuntut ilmu.

“Kalau rindu, ya saya cuma bisa berdoa. Minta Allah jaga anak saya di pondok. Itu saja yang bisa saya lakukan,” ujar Eko lirih, matanya menerawang ke kejauhan saat cerita kepada Jurnalis Suarakalbar.co.id, Rabu (22/10/2025).

Di hari Santri Nasional tahun 2025 ini, tak terasa sudah, kenang Pria yang juga berprofesi sebagai Jurnalis ini, sudah empat tahun berpisah jauh dari anaknya.

Rizky pertama kali berangkat mondok saat baru berusia 11 tahun. Sebagai anak kampung yang sebelumnya tak pernah jauh dari rumah, keputusan itu bukan hal mudah baik bagi sang anak maupun bagi Eko dan istrinya.

“Waktu ngantar pertama kali, saya yang paling nggak kuat. Rizky kelihatan tegar, tapi pas pamitan, matanya berkaca-kaca. Saya tahu, dalam hatinya dia juga berat,” kenang Eko sambil tersenyum tipis.

Setiap kali mendengar kabar pondok, Eko selalu berdebar. Ia tahu, kehidupan pesantren tidak semudah yang dibayangkan.

Bangun sebelum subuh, belajar kitab hingga larut malam, jauh dari kenyamanan rumah. Tapi ia percaya, itulah jalan terbaik agar Rizky tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan berilmu.

“Saya ingin dia bukan cuma pintar, tapi juga punya akhlak. Dunia boleh modern, tapi iman tetap harus jadi pegangan,” katanya tegas.

Disana sang anak tidak boleh pegang Handphone, dan biasanya keluarga berkomunikasi langsung dengan pihak pengasuh pondok untuk mengetahui kabar sang anak.

Rasa rindu bagi Eko sudah jadi bagian dari kehidupan. Setiap kali melihat anak-anak tetangganya pulang sekolah, ia teringat pada Rizky yang mungkin sedang membersihkan kamar asrama atau mengaji di bawah cahaya lampu temaram di pondoknya.

“aktivitas juga terbatas hanya di dalam pondok, keluar mesti izin dengan pengurus,” Beberapa Eko.

Sesekali, Rizky pernah menelpon melalui ponsel pengasuh pondok. Suaranya yang lembut membuat hati Eko bergetar. Karena sang anak tak boleh membawa alat komunikasi disana.

“Kalau dengar suaranya, rasanya campur aduk. Senang, tapi juga sedih. Pengin peluk, tapi tahu dia sedang berjuang,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Meski begitu, ia menahan diri untuk tidak sering menelpon. Ia khawatir kerinduan justru membuat anaknya goyah.

“Saya bilang ke dia, kalau rindu sama rumah, jangan pulang. Cukup doakan orang tua dari jauh. Kami juga selalu doakan dari sini,” tutur Eko.

Selama menimba ilmu di Pesantren, Eko mengaku sang anak sudah bisa membuat senyum dirinya bersama istri. Terutama terkait prestasi yang diraih.

” Lumayan sudah prestasinya, pernah juara FASI tingkat Kalbar dan diutus ke FASI tingkat Nasional, Rizky ikut di cabang Fahmil di MTQ ” Ungkap bapak empat anak ini penuh syukur

Bagi Eko, Hari Santri Nasional 2025 menjadi momen penuh makna. Ia bangga, meski hidup sederhana, bisa ikut mencetak generasi muda yang berjuang menegakkan nilai agama.

“Menjadi santri itu pilihan berat. Tapi saya selalu bilang ke Rizky: kalau kamu bisa sabar di pondok, kamu bisa hadapi apa pun di dunia ini,” katanya penuh keyakinan.

Eko berharap semangat Hari Santri tahun ini bisa menjadi pengingat bagi semua orang tua bahwa pendidikan agama adalah pondasi yang tak ternilai. Ia percaya, jerih payahnya menahan rindu akan terbayar suatu hari nanti ketika Rizky pulang membawa ilmu dan akhlak yang menyejukkan.

“Doa saya sederhana saja,” ujarnya pelan, “semoga Rizky jadi anak yang berguna, bukan cuma untuk keluarga, tapi juga untuk agama dan negara.”

Hari Santri, Hari Rindu yang Indah
“Berat pertama pisah dengan orang tua, kemudian soal penyesuaian menu makanan, sampai beberapa kebiasaan yang di pesantren kan harus mandiri, ” Kenang Eko menahan Rindu.

Tapi setelah tiga tahun ini, dia juga senang karena banyak kawan baru dan juga mendalami ilmu agama lebih baik.

Saat peringatan Hari Santri Nasional 2025, Eko tidak ikut ke kota. Ia hanya menyalakan televisi melihat siaran kegiatan santri di berbagai daerah. Setiap kali mendengar lantunan selawat dari pesantren, dadanya bergetar.

“Saya merasa Rizky juga sedang di sana, bersholawat bersama teman-temannya. Itu sudah cukup buat saya bahagia,” katanya.
Di bawah langit Melawi yang mulai gelap, Eko kembali menatap foto anaknya yang berseragam koko putih.
Dengan nada pelan ia berbisik, seolah berbicara pada angin yang membawa rindunya ke Mempawah yang memakan waktu hampir 10 jam itu.

“Teruslah belajar, Nak. Jangan lelah jadi santri. Di setiap sujud ayah dan ibu, selalu ada namamu.” doanya kepada sang anak.

Penulis: Dea Kusumah Wardhana

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan