SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Otomotif Mengapa Pajak Mobil Mewah Bekas Tetap Tinggi Meski Harga Turun?

Mengapa Pajak Mobil Mewah Bekas Tetap Tinggi Meski Harga Turun?

Pajak mobil mewah bekas tidak mengikuti depresiasi harga. (Beritasatu.com/Stefani Wijaya)

Suara Kalbar – Membeli mobil mewah bekas sering dianggap sebagai keputusan cerdas karena harga pasarnya sudah turun akibat depresiasi. Namun, banyak pemilik terkejut saat mengetahui pajak tahunannya tetap tinggi.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting, mengapa pajak kendaraan mewah bekas tidak menyesuaikan dengan depresiasi harga? Dihimpun Beritasatu.com dari berbagai sumber, Selasa (16/9/2025), berikut penyebabnya:

Apa Itu Depresiasi?

Depresiasi adalah penurunan nilai kendaraan dari waktu ke waktu. Mobil mewah, seperti Toyota Alphard, mengalami depresiasi signifikan sejak pertama kali keluar dari dealer.

Contohnya, Alphard keluaran 2020 dengan harga baru lebih dari Rp 1 miliar kini hanya sekitar Rp 700 jutaan di pasaran. Dalam lima tahun, penurunan nilainya bisa mencapai Rp 300 juta atau sekitar Rp 60 juta per tahun.

Meski harga mobil sudah turun, pajak yang harus dibayar pemilik tetap terasa tinggi. Kondisi ini sering membingungkan calon pembeli mobil mewah bekas.

Pajak Tidak Murni Mengacu pada Harga Pasar

Penetapan pajak kendaraan bermotor tidak sepenuhnya mengikuti harga pasar. Pemerintah menggunakan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) sebagai dasar perhitungan.

NJKB ini diterbitkan oleh pemerintah dan biasanya tidak sama dengan harga pasar mobil bekas. Jadi, meskipun harga mobil mewah di showroom turun, NJKB tidak serta-merta ikut turun secara signifikan.

Mengapa NJKB Sulit Menyesuaikan Harga Bekas?

Pemerintah memiliki mekanisme khusus untuk menetapkan NJKB. Memang ada penyesuaian setiap tahun, tetapi angkanya relatif kecil, sekitar 2,5% sampai 3% per tahun. Sementara itu, depresiasi mobil mewah di pasar bisa mencapai 6% sampai 10% per tahun.

Perbedaan inilah yang membuat pajak tahunan terasa berat. Pemerintah memang sengaja menahan laju penurunan NJKB agar nilainya tidak jauh berbeda dari harga awal kendaraan.

Rasio Pajak vs Nilai Pasar, Mengapa Terasa Berat?

Fenomena berikutnya adalah rasio pajak tahunan yang terasa tinggi dibandingkan harga pasar.

Misalnya, sebuah mobil mewah bekas dengan harga Rp 700 juta tetap dikenakan pajak tahunan jutaan rupiah karena dasar perhitungannya adalah NJKB, bukan harga showroom.

Hal ini sering membuat pemilik baru kaget setelah membeli. Tidak sedikit yang merasa pajak yang dibayarkan tidak sebanding dengan harga beli kendaraan.

Faktor yang Membuat Pajak Tetap Tinggi

Selain NJKB, faktor kemewahan kendaraan juga memengaruhi besaran pajak. Pemerintah menilai bahwa kepemilikan mobil mewah mencerminkan daya beli tinggi, meski mobil tersebut sudah berstatus bekas.

Karena itu, pajaknya tetap lebih mahal dibandingkan mobil kelas menengah, meskipun harga jualnya sudah turun jauh.

Dengan kata lain, membeli mobil mewah bekas memang lebih murah di awal, tetapi tetap membawa konsekuensi pajak tinggi setiap tahun.

Apa yang Harus Dilakukan Calon Pembeli?

Bagi calon pembeli mobil mewah bekas, penting untuk menghitung simulasi biaya sebelum membeli.

Jangan hanya fokus pada harga beli di showroom, tetapi perhatikan juga pajak tahunannya. Hal ini akan membantu menghindari kejutan yang tidak menyenangkan setelah mobil dimiliki.

Selain itu, beberapa daerah menyediakan informasi NJKB yang bisa diakses publik. Calon pembeli bisa mengecek NJKB kendaraan incaran untuk memperkirakan pajak yang harus dibayar.

Sumber: Beritasatu.com

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan