SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Opini Panduan Islam dalam Mengelola Keuangan Rumah Tangga

Panduan Islam dalam Mengelola Keuangan Rumah Tangga

Alif Fani Pertiwi

Oleh: Alif Fani Pertiwi, S.E.

Pernikahan yang harmonis merupakan impian setiap pasangan. Dalam Islam, keluarga bukan hanya unit sosial, tetapi juga pilar peradaban. Rumah tangga yang ideal dibangun di atas dasar keimanan, kasih sayang, dan kerja sama yang disertai kesadaran akan tanggung jawab bersama dalam nafkah, pengasuhan, dan pendidikan anak. Namun, perjalanan rumah tangga tidak selalu berjalan mulus. Berbagai ujian bisa datang, baik dari persoalan komunikasi, perbedaan karakter, maupun tekanan ekonomi. Faktor ekonomi sendiri kerap menjadi salah satu pemicu keretakan rumah tangga bila tidak dikelola dengan bijak.

Menurut data Mahkamah Agung melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, hingga pertengahan Juli 2025, Provinsi Kalimantan Barat mencatat 4.754 kasus perceraian, dengan 413 perkara di antaranya disebabkan oleh faktor ekonomi (pontianaknews.com, 15/7/2025). Angka ini menunjukkan bahwa masalah keuangan bukan sekadar urusan teknis, tetapi berpotensi secara langsung mengancam keutuhan rumah tangga.

Karena itu, penting bagi setiap pasangan memahami cara mengelola keuangan rumah tangga sejak dini, bahkan sejak awal pernikahan. Berapapun besar penghasilan sebuah keluarga, tidak akan berarti jika tidak diiringi pemahaman dan penerapan cara mengelola keuangan yang tepat. Dengan perencanaan yang baik, kehidupan rumah tangga dapat lebih stabil, terhindar dari masalah keuangan, dan mampu tumbuh menjadi keluarga yang tangguh serta sejahtera.

Islam sebagai agama yang paripurna telah memberi pedoman bagaimana mengatur harta agar mendatangkan kebaikan, bukan sebaliknya malah menjadi sumber konflik. Islam menekankan prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan, yang menjadi landasan bagi setiap praktik keuangan keluarga maupun masyarakat, yaitu:

  1. Harta sebagai Amanah

Dalam Islam, harta dipandang sebagai titipan Allah SWT yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan penuh tanggung jawab.

“Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya.” (QS. Al-Hadid [57]: 7)

Ayat ini mengingatkan bahwa manusia hanyalah pengelola harta yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Karena itu, setiap pasangan suami istri perlu mengatur harta secara bijak demi menjaga keberkahan dan keharmonisan keluarga.

  1. Larangan Hidup Boros (Israf & Tabdzir)

Tidak sedikit rumah tangga hancur karena pola hidup konsumtif—mulai dari berlomba pamer di media sosial, berutang demi gengsi, hingga terjerat pinjaman online. Padahal, Allah SWT mengingatkan:

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra [17]: 26–27)

Ayat ini mengingatkan bahwa sifat boros adalah perilaku tercela, bahkan disamakan dengan perbuatan setan. Artinya, Islam mendorong umatnya untuk hidup hemat dan proporsional.

  1. Pencatatan dan Transparansi Keuangan

Banyak konflik rumah tangga muncul karena kurangnya keterbukaan dalam mengelola keuangan. Islam sendiri menekankan pentingnya transparansi, sebagaimana ditegaskan dalam ayat tentang utang piutang:

“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS. Al-Baqarah [2]: 282)

Jika urusan utang saja diwajibkan untuk dicatat agar jelas, maka keuangan rumah tangga tentu lebih layak diatur dengan rapi dan terbuka, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman atau perselisihan.

  1. Kewajiban Nafkah Suami dan Peran Istri sebagai Mitra

Islam menempatkan suami sebagai penanggung jawab utama nafkah keluarga. Allah SWT berfirman:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS. An-Nisa: 34)

Namun, bukan berarti istri pasif. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, istri juga memikul tanggung jawab dalam mengelola pengeluaran, mengatur kebutuhan rumah tangga, dan mendukung strategi keuangan keluarga.

  1. Menabung Mempersiapkan Masa Depan

Hidup tidak selalu berjalan mulus. Ada masa lapang, ada pula masa sempit. Oleh sebab itu, Islam mengajarkan agar umatnya menjauhi sifat boros dan bijak dalam mengatur harta demi kebaikan di masa depan.

Seperti kisah Nabi Yusuf AS yang menasihati Raja Mesir untuk menyimpan hasil panen pada masa subur sebagai persiapan menghadapi tahun-tahun paceklik:

“Yusuf berkata: ‘Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.” (QS. Yusuf [12]: 47-48)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Sebaik-baik dinar yang dinafkahkan seseorang adalah yang ia belanjakan untuk keluarganya…” (HR. Muslim).

Ayat dan hadis ini menegaskan bahwa menabung dan merencanakan kebutuhan jangka panjang merupakan bagian dari ikhtiar syar’i, sekaligus bentuk kasih sayang dan tanggung jawab terhadap keluarga. Dengan menyisihkan sebagian harta untuk tabungan, dana darurat, pendidikan anak, maupun kebutuhan mendesak, keluarga akan lebih siap menghadapi berbagai kondisi kehidupan.

Prinsip-prinsip dasar tersebut tentu tidak cukup hanya dipahami, namun perlu diimplementasikan dalam kehidupan agar manfaatnya benar-benar dirasakan keluarga. Karena itu, ada beberapa langkah sederhana yang bisa dijalankan pasangan suami istri dalam mengelola keuangan:

  1. Membuat anggaran rumah tangga bulanan. Pos keuangan dibagi untuk kebutuhan pokok, pendidikan, tabungan, dan sedekah.
  2. Menjauhi utang konsumtif. Berutang dibenarkan hanya ketika ada kebutuhan mendesak, bukan sekadar untuk mengikuti gaya hidup.
  3. Melatih sikap qana’ah (merasa cukup). Keberkahan tidak terletak pada jumlah harta, melainkan pada ridha Allah SWT.
  4. Meningkatkan literasi finansial Islami. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari fiqh muamalah, zakat, waris, dan investasi halal.
  5. Menanamkan rasa sabar dan syukur dalam keluarga. Harta yang halal dan berkah akan lebih menenangkan jiwa.

PENUTUP

Islam tidak hanya mengatur ibadah mahdhah (ibadah ritual seperti shalat dan puasa),  tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi keluarga. Mengelola keuangan rumah tangga sesuai syariat adalah bagian dari ibadah dan wujud syukur atas rezeki yang telah dikaruniakan-Nya. Dengan menata harta secara bijak, setiap keluarga insyaAllah dapat mencegah konflik dan perceraian akibat masalah ekonomi.

Keberkahan rumah tangga tidak diukur dari banyaknya harta, melainkan dari kemampuan mensyukuri, merencanakan, dan menggunakan harta sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

*Penulis adalah Aktivis Muslimah Kalimantan Barat.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan