SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Opini Kabar Pendidikan di Pelosok Kalimantan Barat

Kabar Pendidikan di Pelosok Kalimantan Barat

As’ad Kholilurrahman

Oleh:  As’ad Kholilurrahman

ANAK  bangsa dalam usia kanak-kanak sangatlah banyak jumlahnya, mereka sibuk bermain dengan sepantarannya. Belum terpikir atau berusaha untuk lebih baik di masa depan. Tetapi potensi mereka boleh ditaruhkan, karena tampaknya anak di zaman Alpha ini mereka memiliki kemampuan lebih cepat memahami terkhusus merespon sesuatu yang dirasanya perlu dipertanyakan. Hanya saja mirisnya, orang tua, guru (pendidikan) tidak memberikan bimbingan atau arahan yang serius untuk nasib putranya.

Anak di usia belum genap 12 tahun masih banyak berkeliaran di luar jam-jam sekolah, mereka bukan bolos melainkan memang tidak sekolah. Ada yang bilang tidak sekolahnya karena “Males mending kerja serabutan, dapat duit”. Yang baru lulus sekolah dasar mereka juga tidak melanjutkan jenjang pendidikannya, faktor utama adalah ekonomi. Faktor tergila di sejagat seantero dunia. Faktor ekonomi inilah yang membuat nasib bangsa ini semakin berkurang kualitas SDM nya. Tidaklah orangtua maun pun juga guru itu sendiri. ini adalah fase kolonial baru.

Dulu, ingat sekali para guru memberi petuah tentang membaca, katanya “membaca adalah kunci pengetahuan, dengan membaca kita mengenal dunia” dan seterusnya. Tapi dari mana mereka akan mengetahui dunia, sumber sajanya tidak ada. Ibarat mereka ingin mengambil air ke sumur untuk mereka minum, sudah bawa bejana malah sumurnya atau airnya tidak ada. Dan kebanyakan disekolah negeri ini perpustakaan tidak diperhatikan betul, padahal menunjang intelektual, kemampuan story telling, dan lain sebagainya menjadi proses kualitas anak tersebut.

Pertanyaannya, apakah mungkin pendidikan ini tidak benar-benar ingin dilakukan perubahan? apa benar hanya fokus pada perut saja yang sifatnya konsumtif  pribadi?.

Kasihan sekali nasib anak bangsa di negara ini, sedari kecil sudah tidak di arahkan pada pendidikan yang baik. Seharusnya orangtualah yang paling dasar mengurusi persoalan ini. bila orang tua lepas tangan, tidak memberikan arahan-arahan untuk nasibnya, memberikan hak-haknya, dia tidak lebih menjadi manusia yang berbulu hewan. Pun juga guru, ketika hanya fokus pada berkas-berkas kenaikan jabatan atau status jenjang karirnya, biasa dalam soal pengajarannya maka tidak lebih pendidikan itu sebuah tempat pemeras (pemeras waktu, uang, dsb).

Bapak pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara telah banyak berjuang untuk negeri ini, demi generasi lanjutan di masa depan yang lebih baik. Harapan yang diperjuangkan dari pendidikan oleh sang pahlawan ini adalah agar mereka maju cara berpikirnya, terbentuk cerdasnya, kreatifitasnya, inovatifnya, moralitasnya, spritualitasnya, dan akhir dari prosesnya dia mengenal “Siapa dirinya, apa hak-haknya, dan apa bangsa-negaranya”. Itulah mengapa Ki Hadjar mengedepankan nilai luhur dalam pendidikan, supaya pendidikan yang diperoleh oleh anak bangsa ini dapat membentuk diri pribadinya yang lebih baik, dan bersifat holistik yaitu tidak hanya fokus pada intelektualitas saja melainkan persoalahan rasa (emosional, spritual, sosial, moral). Karena jika hanya fokus pada intelektual akan lahir moster yang beringas, sempit cara berpikirnya, cetek wawasan pengetahuannya.

Oleh karena itu, perjuangan yang sudah diperjuangkan dan diberikan oleh Ki Hadjar pada negara ini harus direfleksikan untuk kebaikan masa depan Indonesia. Minimal berikan hak-haknya seperti sekolah. Jangan larang mereka untuk sekolah, jangan sampaikan kesusahan ekonomi pada anak, karena itu mempengaruhi psikologisnya. Miris sekali bila anak tidak diberikan pendidikan yang baik, prihal agama maupun ilmu umum lainnya. tidak dapat diharapkan jika mereka gelap pengetahuan itu.

Di pelosok desa Kalimantan Ini, tepatnya di Kubu Raya serasa hidup diruang primitif, sibuk dengan kerja tidak ada waktu buat keluarga, anak-anak dibiarkan tanpa pendidikan dan arahan ilmu pengetahuan. Tidak ada waktu belajar karena memang orang tua tidak memerhatikan itu.  orang tuanya pun juga awam, konsekuwensi dari hak pendidikan yang tidak diberikan. Belum lagi tidak ada buku yang dibaca, karena memang fasilatas pendidikan kurang. Seandainya orang-orang baik dari kelas politisi, orang kaya, memberikan buku satu kardus yang harganya hanya satu juta, itu sangat beharga sekali daripada satu semen untuk jalan meskipun jalan juga penting tapi donasikanlah buku satu kardus saja untuk anak bangsa ini, agar mereka punya pandangan tentang dunia ini.

Akankah harapan menjadi Indonesia emas di tahun 2045 tepatnya ke seratus tahun kemerdekaan negara ini yang ingin mewujudkan negara nusantara berdaulat, maju, dan berkelanjutan sebuah kastal udara? Jika bukan sudah apa saja yang diberikan untuk SDM ini? sudahkah fasilitas pendidikan layak? Sudahkah guru diperhatikan?. Indonisia emas itu pasti terwujud tapi sangat sulit sekali.

*Penulis adalah Mantan Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2025

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan