Sabar dalam Ketetapan Allah SWT: Jalan Para Kekasih-Nya
Oleh: Fakhurrazi Al S.HI, MP.d
Manusia, dalam kodratnya, adalah makhluk penuh harap. Ia merancang masa depan, menyusun strategi, dan menggantungkan harapan pada hasil. Namun, realitas kerap tak selaras dengan rencana. Gagal, kecewa, kehilangan, bahkan musibah yang mengguncang jiwa adalah bagian dari hidup. Dalam kondisi seperti ini, Islam menghadirkan satu kata kunci untuk menenangkan jiwa: sabar. Tetapi, sabar bukanlah pasrah tanpa daya, bukan pula tunduk tanpa arah. Dalam pandangan Islam, sabar adalah bentuk ketundukan aktif dan sadar terhadap ketetapan Allah SWT.
Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa segala sesuatu di langit dan bumi telah ditetapkan dengan takaran yang sempurna:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir (qadar).”
(QS. Al-Qamar: 49)
Takdir (qadar) bukanlah tirani yang meniadakan usaha, tetapi kerangka besar kehendak Ilahi yang menjadi wadah bagi amal manusia. Dalam hadis yang masyhur, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya apa yang menimpamu tidak akan meleset darimu, dan apa yang meleset darimu tidak akan menimpamu.”
(HR. Tirmidzi)
Ini adalah pernyataan tegas bahwa segala peristiwa dalam hidup manusia suka maupun duka telah ditulis dalam Lauh Mahfuzh. Maka, menerima ketetapan-Nya bukan bentuk keputusasaan, melainkan puncak keimanan.
Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyebut sabar sebagai salah satu maqamat (tingkatan spiritual) tertinggi. Menurut beliau, sabar adalah “menahan jiwa dari keluh kesah, menahan lisan dari mengadu tanpa arah, dan menahan anggota tubuh dari tindakan yang melampaui batas syariat.”
Sabar bukan soal pasif, tetapi tindakan batin yang aktif: bertahan, bertumbuh, dan terus bergerak dalam bingkai ketundukan kepada Allah. Ia menjadi cermin dari keyakinan seorang hamba bahwa apa pun yang terjadi adalah bagian dari rencana terbaik Sang Pengatur Kehidupan.
Dalam Islam, sabar memiliki tiga dimensi utama:
- Sabar dalam Ketaatan
Menjalankan perintah Allah, meskipun berat, seperti bangun malam, puasa, atau menahan amarah, adalah bentuk sabar.
- Sabar dalam Menjauhi Maksiat
Menahan diri dari godaan dunia, syahwat, dan bisikan setan adalah bentuk jihad besar seorang Muslim.
- Sabar dalam Menghadapi Ujian dan Musibah
Ketika kehilangan orang tercinta, ditimpa kemiskinan, atau sakit yang tak kunjung sembuh, inilah ladang emas sabar yang sejati.
Sabar Adalah Cahaya
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Sabar itu adalah cahaya (dhiya’).”
(HR. Muslim)
Cahaya itu menyinari langkah seorang hamba dalam gelapnya ujian hidup. Tanpa sabar, manusia akan mudah terjatuh dalam sikap protes, kufur nikmat, atau bahkan putus asa. Tapi dengan sabar, setiap ujian menjadi peluang untuk naik kelas di hadapan Allah.
Sabar bukanlah tanda kelemahan, tetapi senjata orang beriman. Ketika kita menerima qadar Allah dengan sabar, kita sejatinya sedang memeluk kehendak-Nya dengan cinta. Dalam sabar ada ketenangan, ada pahala yang tak terbatas:
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az-Zumar: 10)
Maka, marilah kita merespons setiap ketetapan Allah baik atau buruk menurut kita dengan sabar dan syukur, karena ujung dari semua ini adalah ridha Allah dan surga-Nya.
*Penulis adalah Penyuluh agama Islam Kota Pontianak
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





