SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Opini Nota, Negara, dan Nilai Islam: Membaca Pertemuan Prabowo dan Putin dengan Kacamata Umat

Nota, Negara, dan Nilai Islam: Membaca Pertemuan Prabowo dan Putin dengan Kacamata Umat

Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, disambut hangat oleh Presiden Vladimir Putin di Istana Constantine, St. Petersburg

Oleh: Fakhurrazi Al Kadrie 

DALAM kunjungannya ke Rusia baru-baru ini, Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, disambut hangat oleh Presiden Vladimir Putin di Istana Constantine, St. Petersburg. Pertemuan bilateral tersebut bukan sekadar salam hormat dan tukar senyum diplomatik, tetapi menandai dimulainya babak baru kerja sama strategis antara Indonesia dan Rusia. Empat nota kesepahaman ditandatangani, meliputi bidang transportasi, teknologi informasi, investasi, dan pendidikan tinggi.

Selain itu, Putin menyampaikan dukungan penuh terhadap keanggotaan Indonesia di BRICS, sebuah kelompok negara-negara berkembang yang ingin memainkan peran lebih besar dalam sistem ekonomi dunia. Indonesia, dalam pandangan Putin, adalah mitra penting di kawasan Asia Pasifik.

Tetapi di balik gegap gempita diplomasi dan kilatan kamera, sebagai umat Islam, kita diajak untuk memandang setiap relasi internasional bukan hanya dari sisi ekonomi dan geopolitik semata, melainkan juga dari nilai-nilai etika dan maslahat umat.

Dalam Islam, hubungan antarbangsa memiliki ruang yang luas. Islam tidak menutup pintu terhadap interaksi lintas negara selama hal itu berada dalam koridor ta’awun ‘ala al-birr wa al-taqwa (kerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan) dan bukan ta’awun ‘ala al-itsm wa al-‘udwan (kerja sama dalam dosa dan permusuhan).

Allah berfirman:

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”

(QS. Al-Mā’idah: 2)

Dengan demikian, kerja sama seperti pengembangan teknologi, pendidikan, dan investasi, selama membawa maslahat dan menghindari mudarat, sangat mungkin dibenarkan dalam pandangan Islam.

Namun, umat Islam juga diingatkan agar selalu wasath (moderat) dan kritis. Kerja sama internasional jangan sampai menjerumuskan suatu negara pada ketergantungan ekonomi-politik, atau bahkan mengorbankan nilai-nilai dasar agama dan kebangsaan.

Kerja sama dalam transportasi dan teknologi bisa saja membawa manfaat, misalnya peningkatan infrastruktur, efisiensi logistik, dan peningkatan digitalisasi. Tetapi seberapa besar dari semua itu yang akan langsung dirasakan oleh rakyat di pelosok desa atau santri di pesantren?

Apakah kerja sama pendidikan tinggi akan membuka ruang beasiswa atau pertukaran pelajar antara perguruan tinggi Indonesia dan Rusia? Atau sekadar menjadi catatan indah dalam pidato kenegaraan?

Di sinilah pentingnya prinsip maslahah ‘ammah (kepentingan umum) dalam Islam. Semua keputusan negara, termasuk kerja sama bilateral, haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan umat secara nyata bukan hanya elitis dan simbolik.

Islam memandang kepemimpinan sebagai amanah besar. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Pertemuan dengan pemimpin dunia seperti Putin tentu merupakan bagian dari diplomasi strategis. Namun yang lebih penting dari itu semua adalah memastikan bahwa langkah-langkah strategis tersebut tidak menjauhkan Indonesia dari nilai-nilai keadilan, kemandirian, dan keberpihakan kepada rakyat.

Empat nota telah ditandatangani. Tapi harapan dari umat lebih dari sekadar lembaran MoU. Umat menginginkan keberpihakan, transparansi, dan keberanian untuk berkata “tidak” pada kepentingan asing yang merugikan bangsa.

Islam tidak melarang diplomasi. Tapi Islam juga tidak merestui diplomasi yang menggadaikan nilai. Kita boleh belajar dari negara mana pun, termasuk Rusia. Tapi hendaknya nilai Islam tetap menjadi kompas dalam setiap langkah kenegaraan.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki amalanmu dan mengampuni dosamu.”

(QS. Al-Ahzab: 70-71)

Karena di akhirat nanti, bukan berapa nota yang ditandatangani yang ditanya, tapi apa yang kita perjuangkan dengan tanggung jawab yang diberikan.

*Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Pontianak

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan