Kementan Dorong Hilirisasi Perkebunan demi Tingkatkan Nilai Tambah dan Kesejahteraan Petani
Jakarta (Suara Kalbar) – Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat sektor perkebunan sebagai penggerak utama ekonomi nasional dan daerah. Salah satu strategi yang kini menjadi fokus adalah hilirisasi komoditas untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan petani.
Hal itu disampaikan Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Haris Darmawan, saat mewakili Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam acara Evaluasi Tahunan Ilmiah Kinerja Agribisnis dan Perkebunan (ETIKAP) ke-6 yang digelar di Jakarta, Rabu (11/6/2025). Acara tahun ini mengangkat tema “Diseminasi Inovasi dan Teknologi Petani Sawit, Kelapa, dan Kakao”.
“Sektor perkebunan memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Komoditas seperti sawit, kelapa, dan kakao menyumbang devisa besar dan menciptakan jutaan lapangan kerja,” ujar Haris dalam sambutannya.
Namun, ia tidak menampik adanya sejumlah tantangan krusial yang perlu segera diatasi, seperti stagnasi luas lahan perkebunan yang masih bertahan di angka 16,83 juta hektare serta produktivitas sawit yang belum optimal, baru mencapai 3,8 ton per hektare dari potensi ideal 5 ton.
Lebih jauh, Haris mengungkapkan bahwa Kementan tengah menyusun regulasi baru untuk mendukung pengembangan komoditas perkebunan, termasuk mendorong percepatan hilirisasi. Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap konsistensi Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) dalam mendukung kemajuan sektor ini.
Salah satu keberhasilan yang disorot adalah peningkatan ekspor kelapa bulat yang mencapai 431 ribu ton pada 2024. Dampaknya, harga kelapa di tingkat petani melonjak hingga Rp15.000 per butir, dari harga sebelumnya hanya Rp2.000–3.000.
“Kami menyadari kekhawatiran industri dalam negeri soal pasokan bahan baku. Namun, kita juga harus beri ruang agar petani menikmati hasilnya. Pemerintah tengah menyusun kebijakan harga wajar, dengan usulan minimal Rp5.000 per buah,” jelas Haris.
Pemerintah, kata dia, juga menargetkan program peremajaan dan perluasan perkebunan seluas 500 ribu hektare, terutama untuk komoditas strategis seperti kelapa. Di sisi lain, hilirisasi ditingkatkan agar produk tidak berhenti sebagai bahan mentah seperti kopra, tetapi mampu menembus pasar global dalam bentuk olahan seperti santan, tepung kelapa, dan minyak murni.
Untuk kakao, Haris menyoroti menurunnya daya saing Indonesia yang dulunya menjadi produsen utama dunia, tetapi kini justru menjadi importir. Pemerintah akan menjadikan kakao sebagai komoditas prioritas, dengan strategi peremajaan tanaman, peningkatan mutu biji, serta pengembangan teknologi pengolahan.
“Kami bahkan telah berkoordinasi dengan PTPN III untuk mengembangkan hilirisasi enam komoditas strategis, termasuk kakao,” ungkap Haris.
Dalam mendukung keberlanjutan industri perkebunan, Kementan juga tengah menyiapkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) terkait sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Sertifikasi ini nantinya akan diperluas ke komoditas kakao, namun Haris menekankan bahwa proses sertifikasi tidak boleh menjadi beban administratif semata.
“Sertifikasi harus berdampak nyata terhadap kesejahteraan petani. Jangan hanya jadi formalitas. Karena itu, kami butuh masukan dari semua pihak agar kebijakan ini benar-benar tepat sasaran,” tegasnya.
Haris menutup sambutannya dengan menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat sipil dalam mendorong perkebunan yang maju, berkelanjutan, dan berdaya saing global.
“ETIKAP ini bukan sekadar forum ilmiah. Ini wadah penting untuk mendorong pertukaran pengetahuan, adopsi teknologi, dan kolaborasi lintas sektor. Kita butuh sinergi untuk menjawab tantangan nyata di lapangan,” pungkas Haris.
Sumber: sawitindonesia.com
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now