Rumitnya Birokrasi Haji, Gagal Berangkat?
Oleh: Sri Wahyu Indawati, M.Pd
Berulang kali, masyarakat disuguhi kenyataan pahit dalam penyelenggaraan ibadah haji. Kali ini, 11 calon jemaah haji dari Sanggau terancam gagal berangkat karena alasan kesehatan dan kendala Visa Bio (harianberkat.com, 25/2). Kasus ini hanyalah salah satu dari banyak persoalan yang terus berulang setiap tahunnya. Seharusnya, pemerintah sebagai pelayan umat memiliki sistem yang lebih profesional dan antisipatif jauh sebelum keberangkatan, bukan sekadar reaktif di detik-detik terakhir.
Lebih dari itu, pengelolaan haji di Indonesia telah lama menjadi ladang bisnis bagi segelintir pihak yang mencari keuntungan dari dana umat. Triliunan rupiah dari setoran jemaah dikelola tanpa transparansi yang jelas. Sementara masyarakat harus membayar mahal dan menunggu bertahun-tahun untuk berangkat, mereka tetap dihadapkan pada berbagai masalah fasilitas dan pelayanan.
Inilah bukti nyata bagaimana negara dalam sistem kapitalisme gagal menjalankan perannya sebagai pelayan umat. Alih-alih memastikan setiap muslim dapat menunaikan ibadahnya dengan mudah, sistem ini justru menyuguhkan kebijakan yang lebih banyak menyulitkan. Birokrasi yang berbelit, biaya haji yang terus meningkat tanpa transparansi, serta keterbatasan kuota akibat kepentingan politik dan ekonomi menjadi kendala utama yang seharusnya tidak perlu terjadi jika negara benar-benar berpihak pada rakyatnya. Haji, yang seharusnya menjadi ibadah bagi seluruh muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, kini lebih menyerupai komoditas eksklusif dan lahan bisnis.
Islam telah menunjukkan bagaimana pengelolaan haji yang benar-benar berorientasi pada kemaslahatan umat. Pada masa Khilafah Utsmani, Khalifah Abdul Hamid II membangun jalur Kereta Api Hijaz demi memudahkan perjalanan jemaah hingga bisa diakses secara gratis, betapa pemimpin Islam saat itu benar-benar memperhatikan kesejahteraan umatnya. Bahkan, ketika Belanda berusaha menghalangi kaum muslim Aceh menunaikan haji, Khalifah dengan tegas membela hak mereka. Kontras dengan keadaan sekarang, di mana sekat-sekat nasionalisme memperumit akses umat Islam terhadap ibadah mereka sendiri.
Penyelesaian masalah ini tidak bisa dilakukan hanya dengan solusi tambal sulam kebijakan. Selama kapitalisme masih menjadi ideologi yang mendominasi, ibadah haji akan terus dikomersialisasi, hak umat akan selalu terabaikan dan umat akan terus menghadapi kendala yang sama setiap tahunnya. Solusi sejati adalah kembali kepada sistem Islam yaitu Khilafah, di bawah kepemimpinan seorang khalifah yang mengayomi seluruh umat, bukan sebagai penguasa bisnis, tetapi sebagai pelayan rakyat (khadimatul ummah). Wallahu a’lam.
*Penulis adalah Aktivis Musliman Kalimantan Barat
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





