Pernikahan selalu menjadi hari bahagia setiap pasangan, tidak terkecuali bagi Abitya. Pada suatu waktu di 2009, keluarga besarnya berkumpul di sebuah gereja di Yogyakarta. Semua tampak terlihat biasa meski kedua mempelai memiliki latar belakang yang berbeda. Keluarga besar Abitya seluruhnya Muslim, sedang istrinya berasal dari keluarga penganut Kristen yang taat.
Suasananya seperti pernikahan umumnya, kata Abitya, saat menceritakan peristiwa itu kembali kepada VOA. Wajah-wajah gembira mendoakan pasangan langgeng.
“Tapi kita kan enggak tahu isi hatinya. Waktu menikah, selain ada pemberkatan nikah, ada resepsinya juga. Malamnya ada resepsi meskipun kalangan kecil, kerabat dekat. Hanya makan-makan, mengundang sekitar 50 orang, keluargaku, keluarga dia, sama teman-teman dekat,” paparnya, Melansir dari VOA–Jaringan Suarakalbar.co.id, Sabtu (11/2/2023).
Pemberkatan pernikahan di gereja itu adalah ujung dari pergumulan panjang dua pribadi, sekaligus keluarga mereka masing-masing. Keduanya telah berkenalan dua tahun sebelum menikah, dan setahun lebih dihabiskan untuk melakukan pendekatan. Mereka ingin hidup bersama, tetapi tetap berpegang pada agama masing-masing.
“Sempat dipisahkan beberapa kali oleh orang tua. Tetapi, akhirnya mereka menerima, enggak tahu kenapa, mungkin karena takdir berjodoh, akhirnya menerima,” ujar Abi.
Menikah Dua Agama
Ijab kobul di depan penghulu tidak mungkin dilakukan jika istrinya tidak mau masuk Islam, begitupun sebaliknya. Namun, gereja Kristen, tempat istri Abitya biasa beribadah akhirnya membuka jalan dengan sejumlah ketentuan.
“Kami ada kesepakatan waktu itu, anak-anak akan ikut keyakinan ibunya sampai umur dewasa. Katakanlah sampai 17 tahun nanti. Setelah itu, mereka bebas memilih apakah akan masuk Islam, atau Kristen,” tambahnya.
Namun kehadiran anak tidak serta merta mengubah sikap keluarga besar istrinya yang berdarah Manado yang sekaligus juga merupakan keluarga tokoh Kristen.
“Mertua, kalau menengok cucu, seperti nengok orang sakit, enggak lama di rumah. Jangankan menginap satu-dua hari, datang cuma setengah jam, satu jam, dan menginap di hotel. Sampai anak kedua, ketiga lahir, kondisi berubah normal,” paparnya lagi.
Yang agak unik adalah setelah pemberkatan di gereja. Abitya meminta istrinya untuk mau dinikahkan secara muslim di depan kyai karena ingin merasakan kemantaban hati. Permintaan itu dipenuhi, dan keduanya menikah siri secara Islam pasca pemberkatan itu.
Abitya mengaku sepanjang 14 tahun pernikahan, dia dan istrinya tidak pernah berdebat soal agama. Bahkan, istrinya sering mendorongnya beribadah. Jika Idulfitri tiba, suasana rumah juga dihias layaknya keluarga merayakan Lebaran, begitupun sebaliknya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS