SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Nasional Jumlah Kekerasan di Papua Turun, Namun Korban Meningkat

Jumlah Kekerasan di Papua Turun, Namun Korban Meningkat

Polisi berupaya membubarkan kerumunan masa di Wamena, Papua, 23 Februari 2023. Polisi memperketat keamanan di kota Wamena, wilayah timur Papua, setelah 10 orang tewas dalam kerusuhan yang dipicu oleh desas-desus penculikan anak.(ACIZ RAZI / AFP)

Suara Kalbar – Dalam laporan tahunannya, Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) mencatat sepanjang 2022 terjadi 53 kasus kekerasan, di mana enam kasus terjadi di Papua Barat dan 47 kasus di Papua.

ALDP menyebut jumlah kasus kekerasan di Papua turun karena pada 2021 ada 63 kasus kekerasan terjadi. Namun, catatan ini juga menyebut bahwa jumlah korbannya justru lebih banyak dan beragam, dari segi usia, profesi dan etnis. Antoni Ibra, peneliti di ALDP menyatakan, konflik menyebabkan ruang publik semakin sempit karena digunakan sebagai arena perang.

“Konflik bersenjata tidak saja terjadi di pos-pos, tetapi juga terjadi di pasar, di jalan-jalan utama dan tempat fasilitas layanan publik, dalam durasi yang cukup lama. Beberapa peristiwa bahkan mengorban rakyat sipil dalam jumlah besar atau dengan cara yang sadis atau tidak manusiawi,” papar Ibra dalam paparan Laporan Tahunan 2022 oleh ALDP, Senin (27/2) petang.

Lebih Mengancam dan Lebih Melek Media, Kelompok Pemberontak di Papua Kini Semakin Berkembang

Secara rinci, di provinsi Papua terjadi 47 kasus kekerasan dengan 50 meninggal. Sedangkan di provinsi Papua Barat terdapat enam kasus kekerasan, dengan 14 korban meninggal, sehingga total korban meninggal pada 2022 adalah 64 orang. Sementara di tahun 2021, di mana 63 kasus kekerasan terjadi di dua provinsi, korban meninggal tercatat total 50 orang.

ALDP juga menegaskan, tidak ada upaya perlindungan dan jaminan keamanan bagi masyarakat sipil, kelompok rentan atau minoritas dari konflik bersenjata. Kelompok korban ini bahkan menjadi target tindakan represif dan eksesif, yang dilakukan baik oleh TNI/POLRI maupun Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Sejumlah daerah yang memiliki kasus cukup menonjol antara lain adalah kabupaten Puncak, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Nduga, Yahukimo, Wamena, dan Yalimo.

Secara khusus, ALDP juga mencatat adanya korban dari kelompok anak, dengan total 14 korban.

“Tujuh anak mengalami penganiayaan di kabupaten Puncak oleh TNI, satu di antaranya meninggal dunia. Satu anak mengalami penganiayaan di Yalimo oleh orang tidak dikenal, tiga anak korban penganiayaan di Keerom oleh TNI, satu anak mengalami luka tembak di Intan Jaya oleh TNI dan dua anak mengalami luka tembak di Mappi oleh oknum aparat,” rinci Ibra.

Sepanjang 2022 juga terjadi enam peristiwa penembakan terhadap masyarakat sipil yang profesi sebagai tukang ojek, supir dan pekerja bangunan. Pelakunya adalah TPNPB yang menuduh mereka sebagai intelejen aparat keamanan. Namun, TNI dan Polri selalu membantah klaim TPNPB itu. Tiga penembakan terjadi di kabupaten Puncak, dan masing-masing satu di Yahukimo, Pegunungan Bintang dan Maybrat.

“Ada tiga peristiwa melibatkan sesama aparat TNI yakni satu di Wamena, satu di Lanny Jaya dan satu di Merauke. Adapun antara TNI dan Polri terjadi satu kali di Merauke,” tambahnya.

Sedangkan aksi kekerasan dan konflik bersenjata dalam bentuk merusak atau membakar fasilitas umum atau alat transportasi seperti sekolah, puskesmas, rumah warga dan pesawat ada delapan peristiwa. Rinciannya tiga peristiwa di Puncak, dan masing-masing satu di Yalimo, Yahukimo, Dogiyai, Paniai dan Nduga.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

 

Komentar
Bagikan:

Iklan